Mohon tunggu...
Saepul Alam
Saepul Alam Mohon Tunggu... Penulis

Geopolitics, Democracy, Activism, Politics, Law, and Social Culture.

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop

Skenario Invasi Militer Tiongkok ke Taiwan

15 Juli 2025   19:45 Diperbarui: 15 Juli 2025   19:52 154
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto Ilustrasi Perang Tiongkok vs Taiwan (Sumber Gambar: beritatrans.com)

Isu mengenai potensi invasi Tiongkok terhadap Taiwan telah lama menjadi perhatian utama dalam geopolitik kawasan Asia Timur. Ketegangan antara Beijing dan Taipei bukanlah hal baru, melainkan telah berakar sejak tahun 1949, ketika pemerintahan nasionalis Kuomintang melarikan diri ke Pulau Taiwan pasca kekalahan dari Partai Komunis Tiongkok dalam perang saudara.

Sejak saat itu, Tiongkok tetap memandang Taiwan sebagai bagian tak terpisahkan dari wilayahnya berdasarkan prinsip "Satu Tiongkok", meskipun Taiwan berkembang menjadi entitas pemerintahan sendiri dengan sistem politik demokratis dan ekonomi pasar bebas. Dalam konteks ini, berbagai skenario invasi Tiongkok ke Taiwan tidak hanya menjadi bagian dari wacana militer, tetapi juga mencerminkan dinamika kompleks dari kekuatan regional.

Ketegangan Tingkok-Taiwan semakin meningkat dalam beberapa tahun terakhir, terutama karena peningkatan latihan militer Tiongkok di sekitar Selat Taiwan, disertai retorika keras dari para pemimpin Partai Komunis Tiongkok. Dalam konteks ini, skenario invasi militer oleh Tiongkok terhadap Taiwan menjadi isu yang tidak lagi bersifat hipotetik belaka, melainkan skenario realistis yang sedang dipelajari oleh para analis strategis global.

Kajian ini bertujuan untuk membedah kemungkinan skenario invasi tersebut dari berbagai aspek: strategi militer, implikasi geopolitik, respons internasional, serta dampak kemanusiaan dan ekonomi yang dapat ditimbulkan.

Secara militer, skenario invasi Tiongkok ke Taiwan diprediksi melibatkan operasi amfibi dan udara skala besar. Berdasarkan laporan RAND Corporation dan kajian Pentagon, Tiongkok telah mengembangkan kekuatan militer dengan kapasitas proyeksi daya ke pulau-pulau lepas pantai, khususnya melalui armada Angkatan Laut Pembebasan Rakyat (PLAN) dan pasukan udara (PLAAF).

Langkah awal invasi kemungkinan besar akan diawali dengan serangan rudal presisi terhadap instalasi militer Taiwan, pusat komando, serta infrastruktur komunikasi untuk melumpuhkan koordinasi pertahanan. Serangan ini kemudian diikuti oleh pendaratan amfibi di pantai-pantai strategis seperti Taichung dan Kaohsiung, sembari menduduki lapangan udara untuk memfasilitasi gelombang pasukan berikutnya.

Namun, operasi semacam ini akan sangat kompleks dan berisiko tinggi, mengingat Taiwan memiliki medan berbukit, garis pantai yang sulit diakses, serta sistem pertahanan yang terus diperkuat oleh bantuan Amerika Serikat dan sekutunya.

Alternatif lain dari skenario invasi total adalah pendekatan "blitzkrieg siber" atau serangan siber yang terkoordinasi dengan sabotase infrastruktur digital Taiwan. Dalam skenario ini, Tiongkok tidak langsung meluncurkan serangan fisik, melainkan memilih melemahkan Taiwan melalui penghancuran jaringan komunikasi, kelumpuhan sistem perbankan dan logistik, serta menciptakan kepanikan di tengah masyarakat sipil.

Pendekatan ini bersifat asimetris dan memanfaatkan keunggulan Tiongkok dalam teknologi informasi serta kecerdasan buatan. Apabila Taiwan gagal merespons secara cepat, Tiongkok dapat melanjutkan dengan operasi militer terbatas atau penempatan pasukan di pulau-pulau sekitar seperti Kinmen atau Matsu, sebagai bentuk tekanan politik dan psikologis. Strategi ini jauh lebih murah dan minim risiko dibandingkan invasi penuh, namun tetap berbahaya bagi stabilitas regional dan keamanan siber global.

Skenario invasi lainnya mengedepankan taktik blokade maritim sebagai bentuk tekanan ekonomi dan psikologis. Dengan mengerahkan kapal perang, kapal penjaga pantai, dan armada udara, Tiongkok dapat mengepung Taiwan dari berbagai arah dan memutus jalur perdagangan utamanya, termasuk impor energi dan pangan. Mengingat Taiwan sangat bergantung pada jalur laut internasional untuk kebutuhan sehari-hari dan ekspor semikonduktor, strategi blokade ini dapat melumpuhkan negara tanpa harus menembakkan satu peluru pun.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun