Mohon tunggu...
Saeful Ihsan
Saeful Ihsan Mohon Tunggu... Wiraswasta - Sarjana Pendidikan Islam, Magister Pendidikan

Seseorang yang hobi membaca dan menulis resensi buku.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Membaca Muhammad ala Hazleton

3 Januari 2023   07:47 Diperbarui: 3 Januari 2023   08:31 1230
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Hazleton memperingatkan: "ingatlah, kini Muhammad yang berkuasa!" Pelajaran sekaligus hukuman yang paling tragis dialami oleh Bani Quraizhah. Satu kabilah selain wanita dan anak-anak, dipenggal di parit (Khandak). Lantaran terindikasi hampir saja melakukan kerjasama dengan pasukan Abu Sufyan di Khandak. Dikisahkan sebanyak empat ratus orang yang dipenggal, pendapat lain menyebut sembilan ratus. Pilih yang mana saja angka itu tetap fantastis.

Jika hal itu ditemui di abad ini, kebijakan Muhammad atas ketiga suku Yahudi tersebut akan divonis sebagai pelanggaran HAM berat. Namun Hazleton berupaya menuntun kita agar memahami bahwa begitulah seharusnya seorang pemimpin di abad ke-7, mesti mampu mempertahankan dan meningkatkan wibawa baik di hadapan pengikutnya maupun bagi pihak musuh. Apalagi konteks yang berlaku adalah perebutan pengaruh antara pemimpin Mekah (Abu Sufyan) di satu sisi dan pemimpin Madinah (Muhammad) di sisi lainnya.

Bayangkan, cara-cara yang ditempuh Muhammad seperti ini mampu mengantarkannya dari pemuda yang tak diperhitungkan di antara petinggi-petinggi Quraisy di Mekah, menjadi seorang pemimpin negara (Madinah) yang kepemimpinannya nyaris menyaingi penguasa (negara) kota Mekah. Hal itu semakin dibuktikan dengan tindakan Muhammad berikutnya yakni mengirim kabar ke Mekah bakal menunaikan Umrah pertama setelah hijrah. Bagi Hazleton, rencana ini merupakan satu gertakan yang membuat geger.

Abu Sufyan serta petinggi-petinggi Mekah lainnya dibuat dilema. Jika Muhammad dihalangi berziarah ke pusat penyembahan suci (Ka'bah), itu akan bertentangan dengan ketetapan leluhur bahwa tak boleh menghalangi peziarah siapapun dia. Namun jika tak dihalangi, Muhammad akan menarik simpati sebagian penduduk Mekah untuk bergabung, itu hanya akan menambah kekuatan Muhammad.

Terpaksa Muhammad dibuat menepi di Hudaibiyah. Kompensasi yang harus dibayar oleh Abu Sufyan adalah meneken Perjanjian Hudaibiyah; gencatan senjata. Bagi yang tidak memahami, mereka memandang Muhammad telah dikalahkan, perjalanan Umrah bermil-mil menjadi sia-sia. 

Praktis Muhammad diabaikan tiga kali saat menyuruh menyembelih unta dan bercukur di tempat itu, yang seharusnya di pelataran Ka'bah. Namun apa boleh buat, nabi adalah ukuran amalan, akhirnya Muhammad mencontohkan amalan itu dan jamaahnya hanya bisa mengikuti tindakannya.

Tetapi bagi Muhammad, perjanjian Hudaibiyah adalah satu modal politik, di situ posisinya ditegaskan oleh Mekah sendiri sebagai satu pemimpin negeri yang berhadap-hadapan dengan pemimpin negeri lain, yang sebelumnya kepemimpinannya tak diakui--begitu Hazleton mengesankan.

Penegasan ini berguna bagi Umrah mendatang, sesuai dengan salah satu poin perjanjian bahwa Muhammad hanya boleh berumrah sekali setahun dan hanya selama tiga hari. Tiba saat itu, selama tiga hari Umrah yang dimaksud, Muhammad benar-benar mendapatkan keuntungan. Selain karena berhasil menikahi anak Abu Sufyan sendiri, juga Khalid sebagai salah seorang prajurit terkuat Mekah, serta Amr sang komandan ikut dengannya kembali ke Madinah.

Poin perjanjian lain adalah kebebasan suku-suku Badui untuk berafiliasi antara Mekah atau Madinah, dan imbalannya adalah perlindungan. Fathu Mekah (yang diterjemahkan sebagai penaklukan Mekah, oleh Hazleton dimaknai dengan dibuka atau dibebaskannya Mekah) sendiri bermula dari kesalahan salah satu suku yang berafiliasi ke Mekah. Hal yang memaksa Abu Sufyan berniat melakukan negosiasi dengan Muhammad di Madinah. Hal itu kemudian dilakukan secara diam-diam dan tiba-tiba saja Muhammad akan melakukan Fathu Mekah.

Di sini Hazleton akan menunjukkan adanya pembicaraan pendahuluan antara Abu Sufyan dengan Muhammad sebelum Fathu Mekah terjadi: Abu Sufyan sudah memperingatkan penduduk Mekah akan kedatangan Muhammad dengan jumlah pengikutnya yang tak dapat dibendung. Mestinya sebagai pemimpin, ia optimis menyusun kekuatan dan menghadapi Muhammad. Nyatanya ia malah menyuruh mereka yang ketakutan untuk berlindung di rumahnya, atau di rumah mereka sendiri kalau mau, dan keamanan mereka dijamin.

Kontras dengan yang selama ini kita pahami bahwa Fathu Mekah murni adalah sebuah kedatangan akbar tanpa didahului kesepakatan bilateral (antara Muhammad dan Abu Sufyan) yang tersembunyi itu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun