Mohon tunggu...
Achmad Nur Hidayat
Achmad Nur Hidayat Mohon Tunggu... Lainnya - Mereka panggil saya Achmad a.k.a. Sadewa ~𝐂𝐚𝐭𝐚𝐭𝐚𝐧 𝐌𝐞𝐧𝐮𝐣𝐮 𝐒𝟏~

𝐌𝐚𝐡𝐚𝐬𝐢𝐬𝐰𝐚 𝐈𝐥𝐦𝐮 𝐊𝐨𝐦𝐮𝐧𝐢𝐤𝐚𝐬𝐢 𝐔𝐈𝐍 𝐒𝐮𝐧𝐚𝐧 𝐊𝐚𝐥𝐢𝐣𝐚𝐠𝐚 -𝟐𝟎𝟏𝟎𝟕𝟎𝟑𝟎𝟎𝟕𝟒-

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud Pilihan

Pekan Pertama Ramadan, Harga Ayam di Pasar Batang Melonjak Sampai Rp40.000 Per Kilogram

15 April 2021   07:22 Diperbarui: 15 April 2021   09:05 436
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(Ibu Ndanonah, Penjual Daging Ayam: dokpri)

Harga ayam pedaging di pasar tradisional Kabupaten Batang melonjak pada awal bulan Ramadan. 

“Harga ayam memang naik dari supplier-nya, dan otomatis, mau tidak mau harga yang saya patok ke pembeli juga naik, untuk per kilo yang awalnya Rp 34.000 sekarang jadi Rp 40.000”, tutur Umiyati (45), salah satu pedagang ayam di pasar Batang, Selasa(13/4/2021). Umiyati mengatakan bahwa kenaikan harga ayam ini mulai melonjak beberapa hari sebelum ramadan, salah satu imbas yang ia rasakan ketika kenaikan harga adalah menurunnya permintaan pembeli, “Pembeli yang sebenarnya ingin beli 1 kg ayam, setelah mengetahui harganya naik, tiba-tiba langsung dikurangi, hanya beli ½ kilogram saja”, ia menambahkan bahwa menurunnya permintaan pembeli akan hilang ketika harga kembali normal.

Tren kenaikan harga ayam tersebut ternyata sudah menjadi hal biasa bagi pengecer atau penjual di pasar ini, terkhusus menjelang Ramadan dan hari raya Idulfitri, “Kenaikan harga ini sudah biasa terjadi, sama seperti tahun-tahun sebelumnya, nanti kalau pertengahan bulan puasa harga mulai normal, tetapi menjelang Idulfitri, harganya naik lagi”, ujar Ndanonah (55), warga Kelurahan Proyonanggan Tengah, yang sudah berjualan ayam potong kurang lebih 40 tahun. Sepertinya, harga daging ayam terkhusus di pasar yang memiliki dua lantai sejak direnovasi ini bersifat fluktuatif atau naik-turun sampai Idulfitri tiba, namun tidak bisa diprediksi besar kenaikan harganya.

Berdasarkan penuturan Umiyati dan Ndanonah, penjual daging ayam potong di pasar lain juga menaikkan harga, namun besarannya tergantung masing-masing penjual. Dampak utama yang dirasakan oleh para penjual seperti mereka sudah tentu menurunnya pendapatan harian, “Seuntung-untungnya penjual kan sudah pasti ketika harga ayam normal, kalau harganya naik seperti sekarang, walaupun sedikit, kita juga bingung mau menaikkan harganya, karena lakunya pun susah, apalagi masih masa-masa Covid-19 seperti ini”, ucap Umiyati.

Misna (45), salah satu pembeli asal Denasri Wetan yang berlangganan di lapak Umiyati, mengungkapkan keresahannya ketika harga daging ayam naik, “Ya kalau bisa harganya turun ya, soalnya kalau harga malah naik, saya mau jualnya lagi kan susah”, ujarnya sebagai penjual olahan daging ayam.

Nampaknya kenaikan harga ayam ras pedaging (broiler) dari supplier ini berdampak langsung ke pengecer di pasar dan juga pembelinya. Kenaikan harga ayam potong atau ayam pedaging ini ternyata juga terjadi di pasar lain. Misalnya saja di pasar Tegal yang masih sama-sama daerah Jawa Tengah. Di pasar Tegal, lonjakan harga ayam mencapai Rp 10.000 menjelang bulan puasa, yang harga awalnya Rp 35.000 saat ini menjadi Rp 45.000 per kilogram(via iNews.Jateng.id). Itu artinya, harga ayam di sana hampir dua kali lipat dari kenaikan harga ayam di pasar Batang yaitu Rp 6.000.

Pasar Batang yang berada di jalur pantura, tepatnya di Jalan Jendral Sudirman ini telah direnovasi dan selesai pada tahun 2017, sebagai penjual daging ayam di pasar Batang kurang lebih sekitar lima tahun, Umiyati merasakan perbedaan jelas dari segi pengunjung pasar atau para pembeli yang berdampak ke pendapatannya, “Setelah direnovasi, kan pasar menjadi dua lantai, nah kebanyakan penjual di lantai dua ini lebih sepi pembeli, yang menjadi kendalanya adalah, penjual daging yang seharusnya semua di lantai dua, ini ada yang di lantai bawah, jadi otomatis banyak pembeli yang tidak naik, terutama yang bukan orang Batang, soalnya di bawah sudah ada, jadi kita di sini lebih mengandalkan para langganan”, ungkap Umiyati. Jadi, ibu yang memiliki satu anak ini juga memaparkan beberapa keluhannya semenjak pasar di renovasi, “Hari biasa juga sudah sepi, apalagi sekarang, lima hari harga ayam naik saja saya sudah kocar kacir”, pungkasnya sambil memperlihatkan keadaan sekitarnya yang sepi. 

Dari yang saya lihat, sebenarnya ada pembagian blok di area pasar, sama seperti pasar tradisional pada umumnya, yang bagian bawah di dominasi oleh pakaian, dan di lantai dua di seluruh penjurunya di isi oleh los para pelapak bahan makanan sehari-hari termasuk daging ayam, tahu, tempe, sayur-mayur dan buah-buahan, di area pinggir jalan menuju pasar, saya juga sempat melihat beberapa penjual daging ayam potong juga, mungkin masalahnya di situ, dari sini Umiyati merasa, seharusnya semua pelapak itu satu blok sesuai dagangan yang di jual, jangan beda-beda tempat, jika seperti itu, pendapatan masing-masing penjual tidak terlalu jomplang, lantai dua pun akan lebih banyak pembeli dan semua penjual memiliki hak dan kesempatan yang sama. 

Ia menambahkan, ada sejumlah pedagang ayam sepertinya yang juga di lantai dua, memilih untuk mencari tempat lain untuk berdagang, dan sebabnya adalah menurunnya pendapatan seperti yang ia rasakan belakangan ini.

Dari perbincangan saya dengan beberapa penjual dan pembeli ayam pedaging di pasar Batang, sepertinya harga kebutuhan pokok termasuk ayam ini harus selalu dikontrol oleh pihak yang berwenang, paling tidak oleh bidang pengelolaan pasar dan pedagang kaki lima atau syukur-syukur ditinjau langsung oleh Bupati Batang. Apalagi kalau nanti menjelang Idulfitri, menimbang tidak pastinya nilai lonjakan harga. Dari lonjakan harga seharusnya bisa ditelusuri juga apa penyebabnya, apakah komoditasnya hanya sedikit, atau hanya permainan harga?

Bukan hanya pemantauan harga saja, kesejahteraan para pedagang pasar juga harus mendapat perhatian. Penataan ruang dan kebersihan tempat juga demikian. Semoga kedepannya pasar Batang bisa semakin memajukan para pedagang kecil persis seperti tujuan awal dan menjadi contoh yang baik untuk pasar tradisional di daerah lain.

(Ibu Umiyati sebagai Narasumber; dokpri)
(Ibu Umiyati sebagai Narasumber; dokpri)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun