Mohon tunggu...
Wahyuni Susilowati
Wahyuni Susilowati Mohon Tunggu... Penulis - Penulis, Jurnalis Independen

pengembaraan raga, penjelajahan jiwa, perjuangan menggali makna melalui rangkaian kata .... https://www.youtube.com/c/WahyuniSusilowatiPro

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Kematian Covid-19 Nol, Vietnam Sukses Karena Mencurigai China?

25 April 2020   18:33 Diperbarui: 25 April 2020   18:29 291
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Respon cepat sistematis Vietnam membuatnya berhasil membendung wabah Covid-19 (doc.India Today/ed.Wahyuni)

Vietnam yang secara mengejutkan berhasil menangani pandemi Covid-19 dengan bukti hingga tulisan ini diturunkan tidak ada satupun kasus kematian terkait wabah tersebut telah mulai mengendurkan 'lockdown' nasionalnya mulai Kamis (23/4) lalu (Los Angeles Times, 24 April 2020).

Negara yang dikuasai komunis itu telah menyegel perbatasan, menghimpun massa orang yang dikarantina, menggunakan tentara dan polisi untuk melacak potensi infeksi serta mendenda pengguna media sosial karena menyebarkan informasi yang salah. Setelah mengerahkan seluruh persenjataan negara partai tunggal, negara yang berpenduduk 95 juta orang itu kini selama seminggu penuh berlalu tanpa adanya kasus infeksi baru.

Sayangnya meski langkah itu terbilang efektif, tindakan Vietnam tidak mudah ditiru. Ketidaktoleranannya terhadap perbedaan pendapat, kemampuan untuk memobilisasi seluruh aparat keamanan dan politik yang dijalankan rezim penguasa di sana sangat mirip dengan kebijakan otoritas China yang amat tidak populer di negara-negara penganut prinsip demokrasi.

Kamis lalu untuk pertama kalinya dalam tiga minggu terakhir, Vietnam mengizinkan penduduknya untuk melakukan interaksi sosial dalam kelompok-kelompok kecil serta mengoperasikan kembali bus, taksi, dan penerbangan domestik reguler. Namun mengingat sebagian besar kawasan Asia Tenggara masih memberlakukan 'lockdown'; masker masih harus digunakan saat berada di tempat umum, pertemuan lebih dari 20 orang tetap terlarang, sekolah-sekolah akan tetap ditutup selama beberapa minggu lagi dan penerbangan internasional masih ditutup.

"Banyak bagian dunia masih terinfeksi, jadi risikonya belum berakhir untuk kita." Kata Perdana Menteri Nguyen Xuan Phuc minggu ini.

Sejak pemerintah memberlakukan 'lockdown' parsial pada 1 April 2020, menurut Los Angeles Times,Vietnam hanya memiliki sedikit peningkatan kasus Covid-19 menjadi 268 kasus dengan mayoritas berhasil disembuhkan, 44 dalam perawatan, dan tidak ada korban jiwa.

Jumlah itu terbilang sangat rendah mengingat bahwa Vietnam memiliki perbatasan dengan China dan merupakan salah satu negara pertama di mana virus menyebar, terlebih lagi negara itu tidak memiliki sumber daya yang memadai untuk memperkuat strategi pertahanan mereka. 

Prestasi Vietnam menangani pandemi bahkan lebih menonjol dibanding negara-negara Asia Tenggara lainnya yang berjuang untuk masalah serupa.

Singapura yang kaya raya dan pernah dinobatkan sebagai model dalam manajemen wabahnya kini harus mengalami lonjakan kasus infeksi di antara pekerja migran yang tinggal di asrama-asrama yang terlalu padat, begitu pula negara terbesar di kawasan itu Indonesia yang pada awalnya mengabaikan ancaman pandemi kini memiliki kematian Covid-19 terbanyak di Asia setelah Cina (Los Angeles Times, 24 April 2020).

"Ini sangat menakjubkan."Kata Huong Le Thu, seorang analis senior di Australian Strategic Policy Institute. "Saya berhati-hati menyebut Vietnam kisah sukses (karena) masih terlalu dini ... Tetapi langkah-langkah tersebut sejauh ini cukup efektif. "

Para ahli memuji langkah-langkah awal dan menentukan Vietnam berupa kecepatan melarang hampir semua perjalanan dari China, menutup sekolah-sekolah pada pertengahan Januari meski belum ditemukan kasus infeksi, mengkarantina puluhan ribu orang dan menggunakan alat Partai Komunis yang luas untuk mengkomunikasikan langkah-langkah pencegahan dan melacak kontak personal pasien Covid-19.

Pada bulan Februari lalu ketika sekelompok pekerja Vietnam dinyatakan positif terkena virus setelah kembali dari Wuhan (China), pihak berwenang segera mengunci seluruh komunitas mereka yang terdiri dari 10.000 orang selama tiga minggu dan itu merupakan karantina massal pertama di luar China.

Bulan lalu lebih dari 300 staf medis, polisi, tentara, dan warga sipil dikerahkan untuk melacak kontak seorang pilot Inggris yang diyakini sebagai pembawa coronavirus di sebuah bar di Kota Ho Chi Minh. Pihak berwenang menutup beberapa bisnis dan mengkarantina ribuan orang di apartemen mereka.

Beberapa pekan terakhir, ketika kasus infeksi yang dipicu migran mancanegara melonjak di seluruh Asia, Vietnam menempatkan puluhan ribu turis baik menunjukkan gejala Covid-19 ataupun tidak untuk menjalani karantina di barak tentara, asrama universitas, dan fasilitas umum lainnya.

"Apa yang kita ketahui sekarang adalah virus ini menyebar dari orang-orang yang tidak memiliki gejala (terinfeksi); jadi jika anda hanya memantau mereka yang sudah memiliki, maka (dikuatirkan) sudah terlambat (karena virus terlanjur menyebar)." Kata Todd Pollack, spesialis penyakit menular Harvard Medical School yang memimpin prakarsa kesehatan di Ibukota Vietnam, Hanoi.

Minggu ini media pemerintah melaporkan bahwa pengujian terhadap lebih dari 1.000 pembeli di pasar Hanoi serta lebih dari 19.000 pelancong di bandara dan stasiun kereta api di Kota Ho Chi Minh tidak menemukan kasus infeksi. Hal itu memperkuat keyakinan bahwa wabah telah terbendung.

Keberhasilannya telah memungkinkan Vietnam untuk mulai memainkan peran sebagai dermawan dengan menyumbangkan ratusan ribu masker ke Eropa dan tetangga-tetangganya di Asia Tenggara. Bulan ini Hanoi mempercepat pengiriman ke AS hampir setengah juta jas medis pelindung yang diproduksi di pabrik DuPont di Vietnam dan menghasilkan cuitan  terima kasih dari Presiden Donald Trump (Los Angeles Times, 24 April 2020).

Analis mengatakan hubungan Vietnam yang tidak harmonis dengan China meengaruhi responsnya terhadap wabah itu. Inti keprihatinan Vietnam adalah kecurigaan "bahwa skala wabah jauh lebih tinggi daripada yang dilaporkan secara resmi oleh China."Kata Le Hong Hiep, analis Vietnam dari ISEAS-Yusof Ishak Institute di Singapura.. Skeptisisme itu ternyata beralasan karena China belakangan dituduh telah merekayasa laporan awal tentang seberapa cepat virus menyebar.

"Vietnam memahami China lebih baik daripada sebagian negara lain."Tambah Le,"Karena sistem politik yang sama, mereka tahu cara kerja China serta risiko dan kerugian sistem tersebut. Jadi dalam berurusan dengan China, Vietnam sangat berhati-hati. "

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun