Mohon tunggu...
Wahyuni Susilowati
Wahyuni Susilowati Mohon Tunggu... Penulis - Penulis, Jurnalis Independen

pengembaraan raga, penjelajahan jiwa, perjuangan menggali makna melalui rangkaian kata .... https://www.youtube.com/c/WahyuniSusilowatiPro

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Rudy Habibie, Teknokrat Rendah Hati yang Menginspirasi Dunia

12 September 2019   06:22 Diperbarui: 12 September 2019   06:41 226
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
BJ Habibie mewariskan jejak keteladanan yang berharga untuk diikuti (doc.freenetwork/ed.Wahyuni)

Prof Dr Ing Dr Sc HC  Bacharuddin Jusuf Habibie (25 Juni 1936- 11 September 2019), yang akrab dipanggil 'Rudy', sepanjang eksistensinya selalu menorehkan berbagai pencapaian prestatif berkualitas premium lintas aspek kehidupan.

Dia lulus sebagai Doctor-Ingenieur (1965) dengan yudisium tertinggi Summa Cum Laude dari Fakultas Teknik Mesin, Jurusan Desain dan Konstruksi Pesawat, di Rheinisch Westfalische Technische Hochscule, (Aachen, Jerman). Lalu  dia pun membangun satu dekade pertama karirnya di negara yang terkenal dengan tim sepakbola kelas dunia dan kemajuan teknologi alat transportasinya tersebut.

Kejeniusan, daya inovasi, dan pikiran-hati yang terbuka membuat keseluruhan totalitas kerjanya membuahkan hasil yang luar biasa pula; termasuk menduduki posisi Wakil Presiden dan Direktur Teknologi MBB GmbH, Hamburg dan Munchen (1973 - 1978), serta Penasihat Senior Teknologi untuk Dewan Direksi MBB (1978). Dua posisi tertinggi yang bisa diraih oleh warga non Jerman saat itu.

Rudy kembali ke tanah air pada tahun 1974 karena Presiden Soeharto memintanya pulang untuk ikut membangun negeri tercinta. Dia mematuhi Soeharto bukan semata-mata sebagai warga yang harus tunduk pada presidennya, namun lebih dalam dari itu.

Bermula pada tahun 1950, kala Rudy yang baru berusia 13 tahun harus merelakan kepergian ayahnya Alwi Abdul Jalil Habibie menghadap Sang Khalik akibat serangan jantung. Soeharto, seorang perwira muda, yang bermarkas di seberang rumah keluarga Habibie datang melayat lalu berikrar akan menjadi pelindung sekaligus ayah pengganti bagi Habibie. Perwira yang kemudian menjadi presiden kedua Indonesia, yang terkenal dengan julukan 'The Smiling General', itu terbukti menepati janjinya.

Kedalaman hubungan antar mereka berdua dilandasi rasa hormat, kagum, saling menyayangi satu sama lain. Rudy menulis tentang Soeharto 'Saya menganggapnya sebagai idola, seseorang yang bisa menjadi contoh bagi orang lain ... seorang komandan brigade muda yang pendiam dengan rasa kemanusiaan yang sangat besar dan semangat juang yang kuat.'

Sementara dalam otobiografinya, Suharto menulis tentang Rudy yang,'menganggap saya sebagai orangtuanya sendiri. Ia selalu meminta bimbingan dan mencatat semua filosofi (yang diajarkan)'.

Intensitas relasi yang begitu kuat ditambah keberhasilan mendiang ayah dan bundanya RA Tuti Marini dalam menanamkan kesalehan serta etos prestasi pada anak-anak mereka, termasuk Rudy, membuat dia tak butuh waktu lama untuk melepas posisi prestisius di negeri orang demi membangun negeri sendiri.

Dia mulai bekerja sebagai penasihat pemerintah Indonesia dalam bidang teknologi canggih dan teknologi pesawat terbang (1974-1978) lalu diangkat sebagai Menteri Negara Riset dan Teknologi (1978-1998). Industri pesawat terbang Indonesia dirintis Rudy bekerjasama dengan Nurtanio Pringgoadisurjo, mereka mendirikan Industri Pesawat Terbang Nurtanio dimana Rudy duduk sebagai presiden direktur perusahaan tersebut. 

Nama perusahaan berubah menjadi Industri Pesawat Terbang Nusantara (IPTN) pada 11 Oktober 1985 dan berubah kembali paska restrukturisasi menjadi PT Dirgantara Indonesia (DI) pada 24 Agustus 2000. Sayangnya, campur tangan asing melalui International Monetary Fund (IMF) yang melarang Presiden Soeharto mengalokasikan APBN pada IPTN membuatnya bangkrut.

Dinamika politik Indonesia yang menekan Soeharto harus secara resmi  lengser keprabon pada 21 Mei 1998 telah membuat Rudy, yang saat itu menjadi wakilnya, mau tak mau naik ke posisi yang mungkin sama sekali tak pernah dibayangkannya sebagai seorang teknokrat : Presiden Republik Indonesia ketiga. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun