Al-Quran merupakan kitab suci dan pedoman hidup bagi umat Islam. Didalamnya terkandung ajaran-ajaran keagamaan yang mencakup semua aspek kehidupan, baik yang berhubungan dengan Tuhan ataupun dengan sesama manusia. Namun ajaran-ajarannya masih merupakan secara global, diperlukan penafsiran-penafsiran tekstual dan kontekstual dalam memahami inti dari nilai-nilai yang terkandung didalamnya.Â
Tentu dimasa-masa awal keislamaan penafsiran Al-Quran dipegang penuh otoritasnya oleh Nabi Muhammad SAW, beliaulah yang langsung menafsirkan apa yang dimaksud oleh Al-Quran baik dengan ucapan atau perbuatannya. Setelah beliau wafat, umat Islam semakin berkembang pesat dan tersebar luas serta perkembangan zamanpun mengalami kejadian-kejadian terbarukan. Dari sinilah mulai peran para intelektual muslim dalam menyelesaikan persoalan-persoalan ummat terkhusus dalam upaya penafsiran Al-Quran terhadap persoalan-persoalan baru yang semakin kompleks.Â
Perjalanan keilmuan tafsir sangatlah panjang perkembangannya, untuk memudahkan pengklasifikasiannya berikut ini merupakan periodisasi penafsiran Al-Quran menurut Walid Saleh:Â
1. Periode Klasik Awal PenafsiranÂ
Pada periode ini menggunakan metode sanad dan rasional yang dipadukan menjadi satu dan perkembangannya sangat dipengaruhi oleh aspek gramatikal kebahasaaan yang pada saat itu sedang dalam proses formalisasi kodifikasi ilmu gramatikal bahasa arab.Â
Imam Maturidi (w. 333 H/904 M) dan Muqatil ibn Sulaiman (w. 150 H/ 767 M) adalah salah satu intelektual muslim yang lahir pada masa ini dan Muqatil adalah seorang mufassir pertama yang menafsirkan Al-Quran seacara utuh. Sebelumnya telah banyak para intelektual muslim yang menafsirkan Al-Quran hanya sebatas terhadap ayat dan surat tertentu yang dipandang butuh akan tafsirannya. Namun pada periode ini juga muncul dua kelompok antimainstream yaitu, kelompok syiah yang berpendapat bahwa penafsiran AlQuran hanya dilakukan oleh para imam mereka dan kelompok sunni ekstrem yang berpendapat penafsiran Al-Quran hanya bisa dilakukan lewat hadist rasul saja.Â
2. Periode KlasikÂ
Periode ini dimulai sejak munculnya aliran Tafsir Nishaphuri dan perkembangan keilmuan tafsir untuk pertama kalinya berpusat di dunia Islam bagian timur. Para penulis dari Nishapur, terutama al-Tha`labi (w. 427/1035) dan al-Waidi (w. 468/1078), menjadi penulis terpenting pada periode ini. Pada periode ini kitab tafsir ditulis dengan menggunakan metode keselarasan penggabungan antara dimensi teologi, filologi dan mistisisme. Sehingga karya-karya pada periode ini sangatlah menarik dan tetap popular selama berabad-abad setelahnya.Â
3. Periode RetorisÂ
Periode ini dimulai setelah revolusi sastra yang dipelopori oleh Abdul Qahir al-Jurjani (w. 471/1078). Oleh karena itu para mufassir diperiode ini menggunakan metode pendekatan teologi, filologi, mistisisme, dan retorika dalam menafsirkan Al-Quran. Salah satu mufassir terkenal dan terbaik pada periode ini adalah al-Zamakhshari (w. 538/1144) penulis tafsir Al-Qur'an al-Kashshaf yang sangat fenomenal. Bahkan para mufassir terkenal seperti alRazi (w. 604/1207) dan al-Bayawi (w. 719/1311) terus menggunakan al-Kashshaf sebagai model tafsir Al-Qur'an dan untuk pertama kalinya dalam periode ini tafsir AlQur'an universal pertama di dunia Islam yang ditulis oleh seorang pemuka Mu'tazilah dibaca dan daiakui kehebatannya oleh seluruh kelompok aliran muslim dunia.Â
4. Periode Gloss
Periode ini disebut juga dengan periode khasyiah. Kemunculannya ditandai dengan lahirnya kitab populer pertama Khasyiah al-Kashshaf karangan Ibnu al-Munayyir (w. 683/1284). Setelah itu, hal ini menjadi sebuah trend yang dimana pada saat itu setiap mufaasir berlomba-lomba menulis Khasyiah dari al-Kashshaf.Â
Namun pada perjalanan selanjutnya, karya al-Bayawi (w. 719/1319) yaitu Anwar al-Tanzil menjadi populer dan diambil sebagai rujukan utama kitab tafsir. Bahkan oleh Kesultanan Ottoman dijadikan sebagai buku pembelajaran utama dalam majelis-majelis keislamaan. Seorang mufassir terkenal yaitu al-Suyui (w. 911/1505) turut ikut mengajarkan karya tersebut dan menulis penjelasan mengenainya.Â
Kemudian pada periode ini tidak semua kalangan mufassirin senang melihat bidang keilmuan tafsir metode gloss sebagai mode dominan dalam menaafsirkan Al-Qur'an. Salah satu tokoh penentang utamanya adalah Abu ayyan alGharnai (w. 745/1344). Mereka melihat ini merupakan suatu fenomena kemunduran keilmuan tafsir, yang dimana para mufassir hanya mencukupkan diri dengan menuliskan khasyiah tanpa memiliki tafsir yang berdiri sendiri dan mereka menduga adanya penyimpangan dalam metode gloss ini. Maka mereka bertekad untuk kembali menggalakkan metode penulisan tafsir klasik.Â
5. Periode ModernÂ
Permulaan periode modern dimulai oleh al-Alusi (w. 1270/1854) seorang mufassir klasik modern diakhir abad ke sembilan belas. Pada periode ini ada dua hal penting yang perlu diperhatikan yaitu kemenangan paradigma Ibnu Taimiah dan tantangan sanis yang pada era modern ini semakin pesat dan maju perkembangannya. Kemudian pada periode inilah metode penafsiran Al-Quran saat ini sedang berjalan dan berproses dengan segala dinamikanya.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI