Dia yang terbiasa menang secara tidak fair, akhirnya tumbang. Mengerang dengan kalimat: "sakitnya tuh di sini".
Dia yang terbiasa memaksakan kemenangan, akhirnya keok. Menanggung malu tak terperikan, mungkin seumur hidup.
Dia yang terbiasa digadang-gadang sebagai jagoan, akhirnya ambruk. Penentangnya bersyukur, pengikutnya bersedih.
Mestinya ia memiliki seribu cara untuk menyelamatkan air muka. Merawat kehormatan tipis yang masih tersisa.
Kejatuhannya kali ini sungguh dahsyat, karena terjadi ketika ia dan pengikutnya haqqul-yakin  akan tegak, yang terbukti benang basah.
Dia yang tak biasa kalah, Â berat nian menerima kenyataan bahwa ia terpelanting dan tersudutkan di pojok zaman, sepi seorang diri.
Syarifuddin Abdullah | Amsterdam, 26 Mei 2019