Mohon tunggu...
syarifuddin abdullah
syarifuddin abdullah Mohon Tunggu... Penulis - Penikmat Seni dan Perjalanan

Ya Allah, anugerahilah kami kesehatan dan niat ikhlas untuk membagi kebaikan

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Pesantren IMMIM (7), Mengenang Ritme Hidup Keseharian

17 Juli 2018   12:05 Diperbarui: 17 Juli 2018   14:57 1516
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber foto: immim.sch.id

Catatan:

Pertama, saking padatnya kegiatan di pondok, kadang para santri tidak punya waktu untuk kangen orang di rumah. Secara psikologis, orangtua dan keluarga di rumah mungkin lebih kangen kepada anaknya di Pondok dibanding sang anak santri kepada ayah-ibu-kakak-adik-kakek-nenek di rumah. Jika dibandingkan dengan beberapa pondok di Pulau Jawa, ritme kegiatan di Pesantren IMMIM sebenarnya masih relatif longgar.

Kedua, mengecap pendidikan formal-informal di sekolah asrama (boarding school) selama enam tahun tanpa jeda tentu bukan pilihan enteng. Tantangan utamanya adalah para santri "harus atau terpaksa merelakan" satu periode kehidupannya (usia remajanya dari usia 12 sampai 19 tahun) dijalani dalam suasana yang boleh dibilang serba terbatas.

Ketiga, mondok di sebuah pesantren selama enam tahun adalah etape kehidupan yang layak dikenang ulang dan berulang-ulang. Serangkaian ritme kegiatan yang berlangsung day-to-day bahkan hour-to-hour, nyaris tanpa jeda, rutinitas yang intens, kadang membosankan, dan tak jarang menjadi faktor yang membuat beberapa santri akhirnya memutuskan keluar dari pesantren sebelum tamat.

Keempat, sebagian santri tetap mempertahankan ritme hidup keseharian di pesantren setelah keluar atau tamat. Khususnya terkait dengan bangun subuh untuk shalat fajar. Namun saya tidak termasuk di dalamnya. Kilas balik ini sekali lagi lebih sebagai ungkapan syukur. Bukan untuk dibangga-banggakan apalagi dijadikan materi keangkuhan. Sebab di Indonesia, banyak sekali orang baik-baik yang bukan lulusan pesantren. Begitu Cees.

BERSAMBUNG

Syarifuddin Abdullah, Alumni IMMIM 1979-1985 | 17 Juli 2018 / 04 Dzul-qa'dah 1439H

Sumber foto: immim.sch.id

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun