Mohon tunggu...
syarifuddin abdullah
syarifuddin abdullah Mohon Tunggu... Penulis - Penikmat Seni dan Perjalanan

Ya Allah, anugerahilah kami kesehatan dan niat ikhlas untuk membagi kebaikan

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Pilihan

Di Washington DC Belanja Souvenir di "Gudang", Everything is China's Made

13 November 2017   10:52 Diperbarui: 14 November 2017   11:33 2843
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dokumentasi pribadi

Contoh: gantungan kunci yang di toko souvenir dijual seharga sekitar 4 USD per biji (kalau beli tiga biji dapat diskon menjadi 10 USD), di "Gudang" dijual dengan harga 2,5 USD per biji. Dan perbandingan harga seperti itu berlaku merata untuk semua jenis souvenir. Artinya "Gudang" menawarkan diskon sekitar sepertiga dari harga jual di toko souvenir.

Saya membatin, luar biasa. Dan terkait itu, ada beberapa catatan pengamatan yang layak dicermati:

Pertama, waktu masa kampanye Pilpres Amerika 2016, Donald Trump mempersoalkan bahwa beberapa tahun terakhir, Amerika mengalami defisit neraca perdagangan dengan China. Trump bahkan mengancam akan memperlakukan China sebagai negara yang mempraktekkan "currency manipulator". Dalam kunjungannya ke China akhir pekan lalu, di depan Presiden China Xi Jinping, Trump mengakui bahwa dirinya tidak menyalahkan China, tetapi menyesalkan kebijakan pemerintah Amerika sebelum dirinya, yang membiarkan terjadinya ketidakseimbangan neraca perdagangan Amerika-China.

Dan saya yakin tidak satupun pakar yang percaya pada justifikasi atau reasoning-nya Trump. Sebab bukan hanya pasar Amerika yang menjadi target serbuan produk China. Semua negara tanpa kecuali, khususnya negara-negara yang sudah lama memiliki komunitas keturunan China.

Kedua, salah satu keunggulan serbuan produk China adalah barang-barang yang terkesan remeh temeh (seperti gantungan kunci, jarum jahit, sisir rambut, sendok-garpu, kepala ikat pinggang dan sejenisnya), yang di China dapat diproduksi massal dengan biaya murah (gaji buruh dan bahan dasarnya murah).

Sementara mungkin tidak ada atau semakin sedikit industri menengah atau kecil di Amerika, yang tertarik berinvestasi dan membuat barang-barang remeh temeh itu, karena faktor mahalnya gaji buruh. Dan peluang itu dimanfaatkan atau "ditutupi" oleh buatan China.

Dan semua orang tahu, tiap barang adalah harga jual dan omsetnya. Satu unit handphone iPhone S7 (produk Amerika) yang dijual sekitar sekitar 1.200 USD, setara dengan dengan harga 300 biji gantungan kunci yang dijual 4 USD per biji. Tapi setiap orang, mungkin paling cepat mengganti handphonenya satu kali dalam setahun. Sementara penjualan gantungan kunci nyaris tanpa henti sepanjang tahun.

Saya bukan pakar ekonomi, tapi berani berasumsi bahwa omset gantungan kunci pasti lebih besar dibanding omset penjualan iPhone. Dan mungkin inilah yang mengakibatkan Amerika terus mengalami defisit neraca perdagangan dalam berhadapan dengan China.

Ketiga, akan tiba saatnya, China akan memproduksi dan menjual souvenir semua negara di setiap negara. Jadi kalau seorang warga Jakarta ingin berlibur ke London dan Paris, tak perlu repot-repot memburu souvenir Inggris di London atau souvenir Perancis di Paris. Cukup pergi ke Pasar Pagi, Kota Lama, Jakarta.

Perkiraan ini mengacu pada kasus jemaah umrah/haji. Tidak perlu lagi belanja souvenir di Makkah, Madinah dan Jeddah. Sebelum berangkat umrah, luangkan waktu saja berbelanja di Tanah Abang, lalu belanjaan itu disimpan di rumah sebelum berangkat umrah/haji. Setelah pulang dari Saudi, barang-barang belanjaan di Tanah Abang itu dibagi-bagikan kepada handai tolan, teman dan tetangga yang datang berziarah, seolah-olah belanjaan dari Saudi Arabia.

Keempat, saya percaya penuh, banyak pengusaha Indonesia yang mampu memproduksi barang-barang kecil "remeh temeh" dengan kualitas tinggi. Hanya mungkin mereka kurang sabar saja, kurang liat bersaing dan barangkali saja malas memburu peluang.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun