Mohon tunggu...
Satto Raji
Satto Raji Mohon Tunggu... Wiraswasta - Freelance Worker for Photograpy, Content Writer, Sosial Media,

Belajar Untuk Menulis dan Menulis Untuk Belajar

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Penembakan Misterius; Penyesalan di Antara Kewajiban #kisahsahabat

14 September 2015   09:34 Diperbarui: 14 September 2015   09:41 175
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Seorang lelaki paruh baya melangkah keluar dari gedung berlantai 20. Menggunakan kacamata hitam, kemeja lengan panjang biru, celana warna gelap dan sebuah tas ransel hitam di punggung. Di sampingnya ada seorang perempuan sedikit lebih muda menggunakan kain sebagai penutup kepala dan juga menggunakan kaca mata hitam untuk menghalau panas.

Jalannya masih gesit tidak menampakkan sedikit pun kelelahan usia. Selain punya wawasan yang sangat luas, kepribadiannya yang mudah akrab membuat suasana tidak terasa canggung walau kita hanya bertemu sesaat.

Saya memanggilnya pakde.

Pakde bercerita banyak tentang masa lalunya yang ternyata pensiunan salah satu kesatuan aparat keamanan.

Dari semua cerita yang meluncur dari mulutnya, saya tertarik saat pakde bercerita mengenai operasi pengendalian keamanan pada tahun 1982. 

Pada tahun itu keluar peraturan (entah tertulis atau tidak) untuk semua kesatuan keamanan agar dapat menjaga stabilitas keamanan negara khususnya ibukota dan kota besar lainnya. Segala cara ditempuh bahkan ketika harus menghilangkan nyawa seseorang yang di anggap akan mengganggu keamanan. Dari beberapa sumber, operasi ini dimulai di kota jogja saat GALI (gabungan anak liar) mulai membuat resah warga.

Tanda-tanda umum seseorang dianggap berpotensi dapat mengganggu keamanan dilihat dari penampilan orang tersebut. Dari beberapa sumber mengatakan kalau di tahun itu kita punya tatto dan berpenampilan urakan, siap-siap untuk di ciduk untuk di data. Tapi tidak sedikit pula yang tidak diketahui keberadaannya.

Pakde cerita, pernah satu waktu ketika pakde sedang pergi bersama atasan tiba-tiba atasannya berbicara kepada pakde

"Itu mereka yang berdua ajak makan saja" sambil menunjuk kearah 2 orang pemuda. Yang satu berambut panjang dengan kaos lengan buntung berwarna hitam dan temannya menggunakan celana bluejeans yang sudah sobek. Di tangan kirinya sedikit terlihat Tatto menghiasi lengan bagian atas.

Pakde sudah paham betul apa yang di maksud atasannya, tidak lama Pakde sudah terlihat sedang berbicara sambil sesekali tertawa.

"Saya cuma bilang minta ditemenin jalan-jalan karena tidak paham daerah ini nanti saya kasih upah" Pakde menjelaskan saat saya tanya bagaimana mereka bisa cepat akrab.

Setelah mereka selesai makan dan malam mulai menjelang, Pakde minta di antar kesuatu tempat yang di sanggupi oleh kedua pria tersebut.

Tempatnya berada jauh dari pemukiman penduduk hanya ada jejeran pohon pinus yang di terangi cahaya bulan. Langit bersih malam itu sehingga gugusan bintang jelas terlihat menerangi jalan setapak yang mereka lewati.

Pakde dan rombongan berjalan beriringan, pria berambut panjang berada di depan membawa senter dan di baris kedua ada rekan pakde.

Pakde berada di baris keempat, di depannya pria bertatto dan di belakang pakde adalah sang atasan.

Hanya terdengar langkah kaki menginjak rumput basah. Lampu rumah penduduk terakhir sudah tidak terlihat, suara binatang malam terdengar sayup-sayup.

Atasan pakde tiba-tiba terbatuk tertahan seakan ada yang mencekat tenggorokannya. 4 orang di depannya serentak melihat ke belakang.

"Butuh istirahat pak...?" Pakde bertanya.

"Iya istirahat sebentar, kamu jalan duluan saja" Ujar atasan pakde sambil menyuruh 2 orang terdepan melanjutkan perjalanan.

Pria gondrong dan rekan pakde melanjutkan perjalanan tidak perlu waktu lama sampai mereka hilang di telan gelap malam. 

Suasana kembali senyap hanya ada suara napas atasan pakde yang terasa berat.

Tiba-tiba terdengar suara letupan keras dari arah depan. Pria bertato, pakde dan atasannya sontak melihat kedepan. Tidak berapa lama terdengar suara letupan kembali.

Pria bertato pun tersungkur, mengerang sebentar menahan sakit lalu kemudian diam tidak bersuara. Rerumputan hijau malam itu sedikit demi sedikit tergenang cairan kental berwarna merah gelap. Suasana malam kembali sunyi senyap, atasan pakde jalan berbalik arah. meninggalkan pakde yang sedang menunggu rekannya.

"Mungkin ada lebih 10 orang yang saya eksekusi". Pakde menutup obrolan kami siang itu.

Pakde membenarkan kacamata hitamnya, suaranya sedikit bergetar tapi masih terdengar tenang dan tegas sisa pendidikan di masa muda. Pandangannya lurus kedepan tanpa ekspresi, sementara perempuan di sebelahnya menggenggam erat tangan pakde yang sudah mulai terlihat berkerut.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun