Mohon tunggu...
Sarwo Prasojo
Sarwo Prasojo Mohon Tunggu... Angin-anginan -

Suka motret, tulas-tulis dan ini itu. Dan yang pasti suka Raisa

Selanjutnya

Tutup

Humor

Demokrasi Ala Burung

7 Juni 2015   02:43 Diperbarui: 17 Juni 2015   06:19 84
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
brunglovebird.wordpress.com

Ini malam sudah larut.  Keheningan telah mengunci suasana rumah dan sekelilingnya.  Suara jangkrik berderik menebar harmoni nada, berkolaborasi dengan hembusan angin yang setengah hati mengeluarkan tenaganya.

Sepasang suami istri ini masih belum juga tertidur.  Temaram lampu ternyata masih belum juga mampu meninabobokan keduanya.  Dan,  pandangan mata mereka pun beradu, diiringi satu dua kedipan mata.

Dua sejoli ini dulu teman kuliah satu kampus di era 90-an.  Bertemu dalam satu visi menegakkan demokrasi melawan orde baru, dan akhirnya menikah pada kemudian waktu.

“Istriku, kamu masih ingat berkataan Pak Moerdiono  tentang demokrasi, waktu kita ikut seminar dulu?”

“Tentu suamiku, aku masih ingat”

“Baguslah kalau begitu.  Katakanlah itu untukku malam ini, istriku”

Aneh sekali, batin sang istri.  Malam-malam begini di tempat tidur malah bicara demokrasi, seperti tidak ada hal lain yang bisa dibicarakan.

“Baiklah sayangku.  Kata Pak Moerdiono, demokrasi itu seperti memegang burung.  Jika terlalu kencang, burung itu bisa mati.  Tapi kalau terlalu longgar memegangnya, burung itu bisa terbang dan akhirnya liar.”

Sang suami pun tersenyum mendengar jawaban istrinya.  Ingatannya jadi menerawang ke dua puluhan tahun silam.  Saat mereka berdua sering terlibat dalam aksi gerakan mahasiswa.

“Istriku, kalau boleh tahu.  Apakah engkau ingin aku masih hidup atau mati?”

Si istri terperangah dengan pertanyaan yang meloncat seperti ini.  Dari urusan demokrasi ke kematian.  Perempuan inipun hatinya jadi berebar-debar.

“Suamiku, Aku menginginkan dirimu tetap hidup, sampai maut memisahkan kita.  Tapi, izinkan aku tahu, kenapa dirimu tiba-tiba bertanya seperti itu, wahai suamiku?”

Dengan penuh seksama dan dalam tempo yang sesingkat-singkatnya, sang lelaki itu pun berujar.

”Itu semata-mata,  karena aku menginginkan dirimu melaksanakan demokrasi seperti itu dengan sebaik-baiknya.”

[caption id="" align="aligncenter" width="174" caption="burunglovebird.wordpress.com"][/caption]

____________

Oenthoek Cacing-Bumi Cahyana, 25 Mei 2015

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humor Selengkapnya
Lihat Humor Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun