Mohon tunggu...
Sobran Holid
Sobran Holid Mohon Tunggu...

Pelaku usaha yang mengharapkan Indonesia lebih ramah terhadap rakyat kecil. toko onlinehttps://www.bukalapak.com/u/holids https://www.bukalapak.com/u/holids jangan lupa mampir bagi kompasianer dan pembaca yang membutuhkan sparepart motor .

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Megawati dan Sukmawati, dari Alam Fana sampai Azan, Alergikah Mereka dengan Agama Islam?

4 April 2018   01:26 Diperbarui: 12 April 2018   02:41 1937
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber gambar tribun news

 Puisi Sukmawati Soekarnoputri "Ibu Indonesia", dibacakan pada acara  Anne Avantie Berkarya 29 tahun di  Indonesia Fashion Week 2018, kembali menjadi kontrapersi bukan kontrasepsi hehe.  Membuat rumit ditengah elite-elite politik memang senang dengan isu-isu sekteratarian, diramu sedemikian rupa, akan muncul banyak diskusi, laporan ke Polisi dan ini hanya menyita energi  bangsa.

Coba kita simak Puisi karya Sukmawati:

Ibu Indonesia

Aku tak tahu Syariat Islam
Yang kutahu sari konde ibu Indonesia sangatlah indah

Lebih cantik dari cadar dirimu
Gerai tekukan rambutnya suci
Sesuci kain pembungkus ujudmu

Rasa ciptanya sangatlah beraneka
Menyatu dengan kodrat alam sekitar
Jari jemarinya berbau getah hutan
Peluh tersentuh angin laut

Tentu kita juga ingat Pidato  Megawati  ulang tahun PDIP ke 44.

Syarat mutlak hidupnya ideologi tertutup adalah lahirnya  aturan-aturan hingga dilarangnya pemikiran kritis. Mereka menghendaki  keseragaman dalam berpikir dan bertindak, dengan memaksakan kehendaknya.  Oleh karenanya, pemahaman terhadap agama dan keyakinan sebagai bentuk  kesosialan pun dihancurkan, bahkan dimusnahkan.

Selain itu, demokrasi  dan keberagaman  dalam ideologi tertutup tidak ditolelir karena  kepatuhan total masyarakat menjadi tujuan. Tidak hanya itu, mereka  benar-benar anti kebhinekaaan.

Itulah yang muncul dengan berbagai  persoalan SARA akhir-akhir ini. Disisi lain, para pemimpin yang menganut  ideologi tertutup pun memosisikan dirinya sebagai pembawa "self  fulfilling prophecy", para peramal masa depan. Mereka dengan fasih  meramalkan yang akan pasti terjadi di masa yang akan datang, termasuk  dalam kehidupan setelah dunia fana, yang notabene mereka sendiri belum  pernah melihatnya.

Pidato Megawati yang sempat di gugat oleh beberapa pihak hilang dengan sendirinya, padahal pidato Beliau sangat aneh bagi para pemeluk agama terutama Umat Islam.  Soal masa depan memang tak ada yang tahu, termasuk esok hari apakah kita masih hidup atau tidak, termasuk Indonesia akan bubar 2030 menurut Prabowo, atau menjadi ekonomi terbesar ke 4 menurut para pendukung pemerintah.

Inilah bukti, hari esok kita tidak tahu tapi kita percaya akan ramalan orang lain tentang Indnesia masa depan dan anehnya  tidak percaya kehidupan hari akhir, itu sama saja bertentangan Pancasila, Ketuhanan yang maha esa, kalau memang sepakat ganti saja dasar Negara jangan Pancasila.

Kali ini Sukmawati adik Megawati kembali membenturkan budaya dan agama, dari soal  jilbab, azan  sareat Islam dalam puisinya. apa sebegitu alerginya mereka dengan Islam.

Sebagai anak Proklamator Indonesia, apakah Sukmawati dan Megawati mempunyai rasa bahwa apa yang mereka ucapkan itu menyakiti orang lain. Saya jadi bingung apa arti kebinekaan, apa arti pancasila kalau Islam selalu menjadi olok-olok oleh mereka sebagai  tokoh nasional, tidak adakah isu lain selain isu agama Islam.

Tidak adakah pembanding lain selain agama Islam, tidak adakah cara lain membangun ke Indonesiaan dengan memojokkan agama tertentu.  Jelas Bu mega dan Sukma paham, bolehkan kita satu bangsa, satu Pancasila, tidak emosi tidak sama, rasa tidak sama, bagi mereka biasa-biasa, belum tentu bagi orang lain.

Lantas siapa yang merusak harmoni dan kebinekaan?.  Rakyatkah atau mereka?.

Wahai Sukwamati, wahai Megawati, please deh , jaga ucapan, jika tidak kalianlah yang merusak kebinekaan, karena gagal menghormati keyakinan orang lain.

Saya tak peduli apa apa agama Bu Mega dan Bu Sukma, apa aliran mereka, itu urusan mereka pribadi, tetapi menjaga ucapan dan tindakan terhadap golongan lain itu juga bagian dari Demokrasi Pancasila.

Pancasila, harusnya perbuatan, prilaku, bukan jimat yang disimpan dan hanya dipakai untuk menghantam orang lain.

Bu Mega dan Bu Sukma, jagalah Indonesia, jagalah Pancasila, dengan menjaga ucapan dan tindakan, bertindaklah sebagai pemimpin bangsa, bukan pemimpin golongan tertentu.

Salam Satu Nusa, satu Bahasa, Satu Indonesia.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun