Di sini tak disediakan tempat dan pelayanan khusus buat seorang menteri. Kalau tak mau minuman sejenis ini, ya tak mengapa. Penjualnya tak akan memarahimu. Tetapi saya sudah mebeli dengan Rp 3.000. Saya kembalikan lagi cangkir plastik yang saya pakai ini kepada penjual. Di sini sebuah istirahat sudah perlu setelah sepanjang Malioboro berjalan tanpa hendak membelanjakan sepeser pun uang. Saya belum selesai dengan semua pertanyaan yang belum sempat saya kemukakan kepada setiap orang yang saya anggap patut menerima pertanyaan itu. Misalnya, anak-anak muda yang piawai memainkan alat musik seadanya dan bernyanyi seperti John Lennon. Juga kepada beberapa lelaki yang tergelatak di depan gedung pemerintahan, dan kelihatannya sudah merasa saatnya tidur beratapkan langit. Ketika saya rapatkan wajah untuk memperhatikan seseorang yang berbaring di samping sepeda butut, saya rasakan ia bereaksi dengan kehadiran saya dan mengintip dari sudut matanya tanpa kecurigaan berlebihan. Ia segera tahu bahwa seseorang sedang ingin tahu dan tak perlu diberi tahu dan karena itu ia pun melanjutkan tidurnya beralas kertas koran.
Para pengendara angkutan umum bercerita lebih pada harapan mereka agar Jokowi yang menang menjadi Presiden RI. Seseorang yang lebih terdidik di antara semua pengendara itu telah berucap, inilah sebuah dilema. Jika kita memilih, lantas apa akan ada perubahan?
Orang seperti ini sudah tercerahkan rasanya. Saya tak berminat mengajaknya diskusi. Saya hanya ia ingin mematikan AC dan membuka separoh kaca mabil agar saya dapat menikmati rokok. Saya tak menawarkannya rokok. Saya hanya ingin ia tak salah mengantar saya ke alamat lain. Argo menunjukkan tagihan belasan ribu. Saya beri ia Rp 20.000 sambil berucap terimakasih. Ia berlalu.
Sebelumnya saya merasa perlu ke alun-alun. AH, cerita mitos tentang pohon beringin kembar. Siapa lagi yang peduli saat ini tentang itu? Keasyikan saya menenggelamkan. Sejumlah kenderaan dibangun seperti mobil VW berjejer. Selebihnya ada yang sedang berkeliling degan penumpang. Musik yang begitu riang diperdengarkan. Penyewa sedang mengayuh VW berbinar itu. Tak ada niat saya mengenderai, kecuali mempertanyakan dalam-dalam, apa lagi yang akan mereka ciptakan besok dan luas untuk berjuang mempertahankan Jogja sebagai kota turis?
Saya seolah memastikan baik untuk menghubungkan salah satu di antara semua pokok perhatian saya malam ini di Malioboro dengan tulisan yang saya buat setelah menyaksikan ArtJog12.