Krisis lingkungan yang terjadi secara global semakin terasa nyata. Seperti, perubahan iklim, deforestasi, dan degradasi lahan kini menjadi ancaman yang cukup serius bagi kehiudupan manusia. Seperti yang kita tahu, di Indonesia, hutan yang dulu lebat dan menjadi jantung dunia semakin berkurang, sementara itu kebutuhan manusia akan bahan bangunan, energi, dan lahan terus meningkat. Banyak pertanyaan yang muncul dari benak kita. "Apakah ada solusi yang sederhana, murah, tetapi efektif untuk mengatasi masalah lingkungan ini?"
Di tengah-tengah situasi yang krisis dalam mencari teknologi hijau, bambu dapat menjadi jawaban yang dapat kita andalkan. Tanaman yang tumbuh di desa, di pinggir sawah, atau di tepi sungai. Seperti yang kita tahu, bambu memiliki banyak fungsi, selain karena harganya yang ekonomis, bambu juga dapat menjadi sumber energi. Di Minahasa, Sulawesi Utara, mereka memanfaatkan bambu untuk berbagai keperluan upacara adat, alat musik, dan kuliner. International Network for Bamboo and Rotan (INBAR) mengatakan bahwa bambu sebagai "green gold" atau emas hijau karena memiliki banyak manfaatnya yang luas bagi ekologi dan masyarakat (INBAR, 2019)
Menurut data International Network for Bamboo and Rotan (INBAR), beberapa jenis spesies bambu tertentu bisa tumbuh hingga 90 cm dalam satu hari. Fakta nyata ini dapat menjadi alasan bambu menjadi salah satu sumber daya alam yang terbarukan yang paling efiesien. Jika kita bandingkan dengan kayu yang membutuhkan puluhan tahun untuk tumbuh, bambu hanya butuh 3-5 tahun untuk tumbuh.
Selain memiliki kelebihan untuk cepat tumbuh, bambu memiliki beberapa fungsi ekologis vital. Contohnya, akarnya yang rapat dan menjalar dapat mencegah erosi tanah. Maka, tidak heran jika kalian melihat tanah pinggiran sungai yang ditanami bambu tidak mengalami longsor. Menurut Profesos Endes N. Dahlan dari IPB, beliau menyebut bahwa bambu adalah "green wall" atau dinding hijau, karena menjadi benteng alami bagi manusia dalam menghadapi bencana kelongsoran.
Selain itu, bambu dikenal sebagai penyerap karbon dioksida yang cukup efektif. World Agroforestry Center mencatat bahwa hutan bambu bisa menyerap 12 ton karbon dioksida per hektar per tahun, setara dengan hutan kayu keras. Dengan demikian, bambu tidak hanya sekedar membantu mencegah kelongsoran, tetapi juga berkontribusi langsung dalam perubahan iklim.
Sejak jaman dulu, bambu telah menyatu dalam kehidupan masyarakat Indonesia. Hampir di setiap daerah memiliki ciri khas tersendiri dalam memanfaatkan tanaman ini. Di pedesaan Jawa, bambu biasa digunakan sebagai bahan bangunan utama rumah, mulai dari dinding, lantai, hingga atap.
Dalam seni, bambu dapat berubah menjadi alat musik dengan instrumen yang khas. Seperti yang kita tahu, angklung yang berasal dari Jawa Barat berasal dari tanaman bambu. UNESCO sendiri mengakui angklung sebagai Intangible Cultural Heritage of Humanity, atau Warisan Budaya Takbenda Kemanusiaan, maksudnya, angklung adalah salah satu keterampilan yang dianggap masyarakat sebagai bagian dari identitas budaya mereka, dan diwariskan dari generasi ke generasi. Di Minangkabau, bambu diubah menjadi saluang, sebuah seruling tradisional yang mengiringi syair yang penuh makna. Di bali sendiri, bambu menjadi penopang penjor, hiasan pada hari raya Galungan yang menjulang tinggi dan melambangkan kesejahteraan dan suatu rasa syukur.
Bambu bukan hanya sekadar benda, bambu juga memiliki dimensi spiritual. Bagi masyarakat Jawa, bambu berwarna kuning selalu dipercaya sebagi penolak energi negatif, dan ditanam di pekarangan rumah mereka. Sementara itu menurut kepercayaan bangsa Tiongkok kuno, bambu menjadi simbol kelenturan, kesabaran, serta kekuatan.
Bambu memiliki nilai ekonomi tinggi, meski sering diremehkan. Di negara Cina, beberapa industri bambu telah berkembang pesat dan menjadi sektor bernilai miliaran dolar per tahunnya. Produk yang dihasilkan meliputi furnitur, tekstil, hingga kertas.
Di Indonesia, pemanfaan bambu masih termasuk pada skala yang kecil. seperti kerajinan rumah tangga dan bahan bangunan tradisiomal. Menurut data yang dipublikasikan oleh Journal of Bamboo and Ratton, Indonesia memiliki jumlah spesies bambu lebih dari 160 jenis, hal itu membuat Indonesia menjadi salah satu negara dengan keanekaragaman bambu tertinggi di dunia. Jika potensi ini dikelola dengan serius, maka dapat menjadi sumber ekonomi utama di berbagai desa-desa