"Karena itu alhamdulillah mas, semua gratis."
"Gratis asuransi?" Saya masih pura-pura menebak.
"Bukan, BPJS mas, gratis semuanya, kalo enggak BPJS, darimana kami duitnya?"
Lagi-lagi saya bilang "o".
"Ribet gak bu bayarnya? bukannya juga naik iurannya?" tanya saya agak memberondong.
"Bayarnya kan tinggal lewat online juga, iuran iya naik mas, tapi kan tinggal kita mau turun kelas apa enggak. Kalau saya dan suami ya mending turun kelas tapi iuran tetap, dulu kelas II sekarang kelas III, alhamdulillah saja kelas III penuh lalu kami naik kelas ke kelas II ini, ya gapapa mas, yang penting kan obatnya sama, layanannya juga sama, adik mas sendiri pakai BPJS?"
"Enggak bu, adik saya pakai asuransi swasta," jawab saya sambil agak tersipu.
"Lha iya, asuransi swasta sama BPJS saja layanannya sama. Dulu waktu zaman Askes, suami saya sakit demam berdarah, dia dirawat inap, saya jual cincin emas saya, uang sejuta saja itu berat buat saya, mana dapat kami Askes mas, cuma buat PNS saja. Sekarang ya alhamdulillah."
Termasuk kesehatan, tidak boleh hanya TNI atau PNS saja yang mendapat jaminan kesehatan, sedangkan warga lain harus membeli di swasta. Harus ada penyeimbang, dan BPJS hadir di situ.
Bukan hanya keluarga ojek online itu saja yang mendapat manfaat, saya melihat di area pendaftaran pasien, pasien di zona BPJS membludak, ramai.Â