Mohon tunggu...
Ryo Kusumo
Ryo Kusumo Mohon Tunggu... Penulis - Profil Saya

Menulis dan Membaca http://ryokusumo.com

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

[Kilas] Ketika Megawati Menantang Amerika dan Indosat

8 Januari 2019   10:29 Diperbarui: 8 Januari 2019   11:37 1040
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber foto: UPI.com

"Dapat dibayangkan, saya ketemu Putin bicara Rusia sahabat Indonesia, bukan? Putin ketawa, kenapa kamu berkata begitu Mega. Kata Putin bukan sudah dari dulu, oke saya mau lihat pesawat kamu, kalau lihat begitu saya ketawa saya lupa kalau saya perempuan, karena ditawarkan Sukhoi," ucap Megawati. 19 tahun silam seperti dikutip detik.com.

Dari situ akhirnya Indonesia membeli Sukhoi 27 dan Sukhoi 30, dua pesawat Rusia setelah sebelumnya kita langganan pesawat tempur Amerika Fighting Falcon F-16, F-5 Tiger dan C130 Hercules. Ada apa dengan pesawat Amerika? Mari kira refresh sejenak memori kita ke masa 20 tahun yang lampau. 

Jaman Megawati, alutsista Indonesia saat itu sedang di embargo oleh Amerika, tepatnya mulai tahun 1999. Alasannya kala itu Amerika menuntut pengadilan HAM bagi para Jendral yang terlibat kasus penembakan Timor Timur, 1991. Antara lain Pangab Wiranto dan Panglima Kopassus Prabowo Subianto terlebih dahulu.

Megawati bergeming. Prinsip Mega kala itu adalah tidak ada yang bisa mengatur-atur Indonesia, mirip sifat ayahnya, Bung Karno. Megawati tidak mau jadi pion.

Amerika berang, embargo diperpanjang. Saat itu, militer udara Indonesia berantakan, acak-adut, ada pesawat pun tidak bisa digunakan, suku cadang yang overhoul di Korea Selatan tidak bisa dipulangkan. Megawati cari cara lain, beliau terbang ke China, Korea Utara hingga akhirnya Rusia, dan dapatlah Sukhoi. Mega ingin membuktikan, tanpa Amerika, Indonesia masih berjaya. Kedaulatan Indonesia harga mati.

Desember 2003, Megawati membuat dunia terhenyak. Indonesia mengakhiri hubungan dengan IMF. Masih ingat kan ketika direktur IMF, Michel Camdessus berdiri dengan congkak di depan Presiden Soeharto pada tahun 1998 ketika Indonesia harus bertekuk lutut dengan IMF akibat krisis moneter? Amerika yang menyebabkan masalah, Amerika pula yang menyediakan obatnya. Generasi milenial harus tahu sejarah ini.

Megawati tidak mau mengulangi hal itu lagi, IMF didepak lewat keputusan MPR No. 5/MPR/2003 . Defisit negara ditambal dengan privatisasi sektor yang memberatkan. Amerika marah lagi.

Megawati seperti dalam pusaran arus Amerika, tekanan bertubi-tubi dirasakan. Salah satunya adalah tekanan Amerika yang meminta tersangka terorisme pentolan Jamaah Islamiyah (JI), Abu Bakar Ba'asyir di ekstradisi ke tahanan Guantanamo. Alih-alih menyetujui, Mega lagi-lagi menolak. Bush yang saat itu sedang gencar berperang dengan Al-Qaeda ngamuk. Megawati berpendapat, Ba'asyir yang warga negara Indonesia, jika bersalah haruslah dihukum secara hukum Indonesia. Indonesia harus berdaulat.

Sekedar catatan, 1 Agustus 2001, sebuah bom meledak di Plaza Atrium Senen sekitar pukul 20.00, ledakan yang menghancurkan lobi Hotel Aston melukai enam orang yang salah satunya kakinya harus diamputasi. Tak jauh dari sana, tepatnya di Pecenongan, Megawati tengah memimpin rapat PDI-P. Bom meledak secara tak sengaja sebelum mengenai target utamanya, Megawati. Hal yang diakui oleh Umar Al-Faruq, anggota jaringan Al Qaeda dan Jemaah Islamiyah (JI).

Atas dasar kasus itu, sebetulnya sangat mungkin jika Megawati meng-ekstradisi Ba'asyir ke Guantanamo, tapi Megawati lebih memilih memaafkan dan menghukum pentolan JI tersebut di dalam negeri. 

Cerita tentang Megawati dan Ba'asyir ini tidak pernah di ekspos publik, barulah dalam persidangan Ba'asyir pada 2005, melalui Fauzan Al Ansyori seperti dikutip dari detik.com "Ustad Abu mengucapkan terima kasih kepada Ibu Mega yang telah menolak permintaan Amerika untuk menyerahkan Ustad". Mungkin cerita ini juga belum didengar anak muda kaum milenial.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun