Mohon tunggu...
Ryo Kusumo
Ryo Kusumo Mohon Tunggu... Penulis - Profil Saya

Menulis dan Membaca http://ryokusumo.com

Selanjutnya

Tutup

Money Artikel Utama

DP Nol Persen dan "Subprime Mortgage Crisis"

13 Februari 2017   19:56 Diperbarui: 14 Oktober 2017   05:53 6931
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: https://steemit.com

Terjadilah gagal bayar, masyarakat subprime (kelas berpenghasilan rendah) tadi tidak mampu melunasi hutangnya. Terjadilah penyitaan aset. Dilain pihak, banyak rumah-rumah mewah yang tidak ada penghuninya alias diborong oleh spekulator untuk menaikkan harga properti. Kenaikan harga yang menipu. Investor berlaku irrational.

Tingkat gagal bayar meluas, bank-bank KPR sudah tidak lagi menerima pendapatan dalam bentuk uang cash, tapi dalam bentuk aset hasil sita yang tidak likuid. Mau dijual kemana, wong seluruh masyarakat AS tidak ada yang tertarik lagi beli properti, selain karena hutang, juga mereka mulai sadar bahwa harga jual properti sangat jauh melampaui nilai wajarnya. Harga jual $300.o00 yang sebetulnya seharga $90.000 saja.

Harga anjlok secara dramatis, bank-bank Investasi mencoba untuk menjual lagi CDO, CDO yang bikin rusak itu sudah tidak ada yang mau beli, bank-bank pun terlilit hutang. Welcome to kredit macet, saham anjlok, Lehman Brothers bangkrut, AIG bangkrut, Citigroup dan Merrill Lynch menderita kerugian 24,1 dan 22,5 milyar dollar AS. Tahun 2008 memasuki masa krisis. Kelam.

So, apakah jika ide cagub no 3 itu diterapkan lantas bisa menjadi demikian heboh? Bisa jadi, tapi menurut teman saya yang di perbankan, para bankir Indonesia pun bukan orang bodoh yang bisa begitu saja setuju skema properti mudah, tanpa dp dan lain-lain, tidak. Saya rasa kasus 2008 di atas menjadi pelajaran berharga bagaimana keuangan di seluruh dunia sudah terintegrasi.

Apalagi di Indonesia sudah ada Peraturan Bank Indonesia Nomor 17/10/PBI/2015 yang diubah terakhir bulan Agustus 2016, BI mengharuskan setiap orang yang ingin mengambil rumah harus membayar uang DP sebesar 15 persen.

Simulasinya begini dengan DP 15% dan cicilan 30 tahun:

Sumber: Data pribadi
Sumber: Data pribadi
Dari data di atas, minimal pemasukan/gaji pengambil KPR sebesar Rp 770.312 x 3 (sesuai himbauan pakar keuangan) = 2,310 juta. Jika dikurangi cicilan maka biaya hidup sebesar 1,54 juta. Apakah biaya segitu layak?

Oke, sekarang skema tanpa dp, asumsi bunga bank tetap 8,75% flat 30 tahun.

Sumber: Data pribadi
Sumber: Data pribadi
Cicilan minimal menjadi Rp. 906,250, artinya minimal gaji/penghasilan sebesar 2,7 juta. Syarat yang justru jauh lebih berat kan?

Kalo begini, ngapain capek-capek, BTN dari pemerintah sudah menyediakan bunga flat 5% sepanjang masa cicilan, dengan uang muka yang minimal 1%. Bahkan dibatasi maksimal penghasilan sebesar 5 juta, tentu kebijakan ini menyasar kelas menengah. Kenapa harus berpikir yang ribet kalau yang dituju sama?

Yang dituju sebenarnya adalah masyarakat berpenghasilan rendah, sekitar 1-2 juta per bulan, dan kelas ini sebenarnya adalah kelas subprime di Indonesia, memiliki resiko tinggi dan rentan dimainkan oleh pemain besar. So, solusinya? Ya ikut KPR BTN saja, beres.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun