Mohon tunggu...
Dona Mariani
Dona Mariani Mohon Tunggu... Seorang pelajar SMA Negeri 3 Brebes yang sedang mencari jati dirinya saat ini

Seorang pelajar yang sedang berusaha menjadi sesuatu. Menulis adalah salah satu kegemarannya.

Selanjutnya

Tutup

Cerbung

Harapan di Tengah Kegelapan : Episode 14

28 Mei 2025   20:53 Diperbarui: 28 Mei 2025   20:46 41
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerbung. Sumber ilustrasi: pixabay.com/Yuri B

Rian terdiam. Setelah kedua netranya berhasil beradaptasi, dia terpaku. Kemudian, seluruh tubuhnya menghadap ke dua sosok di depannya yang berjarak beberapa meter darinya. Alisa dan Caleb! Masih dengan pakaian yang sama pula! Rian melepaskan diri dari pelukan orang tuanya.

Mala pun agak menunduk, dan berbisik padanya. "Lihat, mereka berdua menjemputmu, Rian! Mereka pasti kangen sama kamu."

Rian menggeleng cepat-cepat, tiba-tiba tangannya gemetar. Ekspresi wajahnya berubah menjadi ketakutan. "Tidak, aku tidak mau! Mereka pasti mau menghukumku! Aku mungkin akan dijadikan kelinci percobaan lagi, kali ini oleh Jenderal Caleb!" Rian berteriak histeris kalang kabut karena trauma diuji coba oleh Cedric.

Kresna menghela napas panjang, namun di bibirnya membentuk bulan sabit. "Hadeh, kamu ini, Nak ..."

Tiba-tiba, Mala dan Kresna kompak mendorong tubuhnya Rian dengan lembut, secara serempak. Rian sempat terhuyung ke depan. "Kembalilah, Nak. Tempatmu bukan di sini. Ibu sama Ayah, bakal selalu memperhatikan kamu dari sana. Tetap jadilah anak yang baik, berbakti, dan bermanfaat dalam hal kebaikan bagi semua orang," kata Mala sembari memeluk Rian dari belakang secara sekilas. Setelah itu disusul oleh belaian kepala sekilas, dan tepukan penyemangat di bahu dari Kresna.

Rian berbalik badan lagi, dan kali ini dia terbelalak. Tubuh ayah dan ibunya perlahan memudar dan melayang ke atas. Rian berlari, dan hendak meraih tubuh mereka berdua yang sudah terbang ke atas.

Gagal. Kedua orang tuanya sudah menghilang total dari penglihatannya. Frustasi, Rian jatuh terduduk. Dia tampak menyedihkan, dan mulai memeluk lututnya, kembali terisak pelan. Tidak lama kemudian, sebuah mantel militer tebal dan hangat di sampirkan di bahunya. Aroma mint segar mencuar ke hidungnya. Dia tidak perlu mendongak untuk melihatnya. "Aku nggak mau pulang, aku maunya di sini ..."

Caleb tersenyum dan duduk memunggungi Rian. Tidak ada percakapan di antara mereka, hanya keheningan yang anehnya terasa nyaman melingkupi mereka berdua. "Aku tahu. Aku juga sadar diri kalau sudah menipumu selama ini. Aku merasa tidak berhak meminta maaf ke kamu, setelah semua ini terjadi," katanya dengan tenang. "Tapi, kamu tahu nggak? Kenapa aku dan istriku pergi dari rumah saat sebelum kamu besoknya ulang tahun?"

Rian menggeleng, meski Caleb tidak melihatnya atau bahkan menoleh. "Karena ... kami sadar bukan kedua orang tua kandungmu. Aku membantai seluruh keluarga besarmu atas tugas negara. Aku sadar, aku bukan orang tua yang baik buat kamu, Rian. Karena itulah, aku dengan Alisa mencoba membuat jarak denganmu, agar kamu mengerti, bahwa kita tidak sedarah. Aku pergi ke markas militer rahasia di Echo Base, dan Alisa yang punya misi sendiri untuk mengumpulkan kembali pecahan orb sihir sebagai salah satu penyangga Xeriya. Kami sadar telah begitu egois hingga menggantinya dengan kloningan kami. Kamu boleh membenciku sepuasnya, tapi aku setuju pada ucapan Nona Mala. Kebencian sendiri yang akan menghancurkamu." Lalu Caleb memutar tubuhnya, dan mengacak rambut Rian yang terasa sedikit kasar. "Tapi itulah kesalahan kami, dan membuat kamu terjebak di situasi seperti ini. Memang tidak pantas, tapi ... aku dan Alisa ingin menebus semua kesalahan kami ke kamu selama ini. Bukan dengan kata-kata, melainkan tindakan! Maka dari itu, tolong berikan kami kesempatan kedua. Kami ... ingin memulainya semuanya lagi dari nol."

Kalimat terakhir berhasil membuat Rian tertegun. Sedikit enggan, Rian menolehkan kepala ke belakang, dan netranya bertemu netra ungu lembut ayah angkatnya itu. Tatapannya benar-benar penuh dengan tekad, dan kesungguhan di sana. Tidak lama kemudian, Alisa yang sedari tadi hanya mengamati pun berjalan menghampiri mereka berdua. Dia berlutut, lalu merangkul keduanya yang masih saling membelakangi. Kemudian, dia terkekeh pelan sambil tersenyum lembut. "Aku senang, kita bisa berkumpul seperti ini lagi. Sudah sepuluh tahun kami tidak bertemu sama kamu, Rian. Kami ingin mendengarkan cerita dari kamu selama ini, Rian. Mau nggak, kamu menceritakannya pada kami?"

Rian terdiam. Awalnya dia enggan memaafkan mereka berdua, tapi menyimpan dendam juga bukan hal yang baik. Caleb dan Alisa, tidak pernah mengajarkannya cara dendam kepada seseorang. Begitu juga dari kedua orang tua kandungnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerbung Selengkapnya
Lihat Cerbung Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun