Mohon tunggu...
Wan Riyansyah Febrito
Wan Riyansyah Febrito Mohon Tunggu... Mahasiswa - Universitas Mercu Buana

NIM: 43122010413 Dosen Pengampu: Apollo, Prof. Dr, M.Si.Ak

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Saya Ingin Bahagia: Etika Eudaimonia Aristotle

19 Juni 2023   05:38 Diperbarui: 19 Juni 2023   06:21 209
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Filsuf Utilitarianisme seperti Jeremy Bentham dan John Stuart Mill menekankan bahwa kebahagiaan adalah tujuan utama kehidupan manusia. Bagi mereka, bahagia adalah pencapaian kepuasan dan kegembiraan yang maksimum bagi sebanyak mungkin orang. Mereka berpendapat bahwa tindakan moral adalah tindakan yang menghasilkan kesenangan yang sebesar-besarnya bagi sebanyak mungkin orang.

Selain itu, filsuf-filsuf seperti Friedrich Nietzsche dan Albert Camus mengajukan pertanyaan kritis tentang arti dan pencarian kebahagiaan. Mereka menyoroti keraguan, penderitaan, dan paradoks yang terkait dengan mencari kebahagiaan dalam kehidupan manusia. Mereka menekankan pentingnya menghadapi realitas kehidupan, termasuk penderitaan, dengan keberanian dan integritas.

Dalam filsafat, terdapat juga aliran yang dikenal sebagai filsafat kebahagiaan atau filsafat hidup yang bahagia. Aliran ini menekankan penelitian dan refleksi tentang sifat kebahagiaan, cara mencapainya, dan bagaimana hidup yang bahagia dapat dicapai.

Secara keseluruhan, hubungan antara bahagia dan filsafat melibatkan pemahaman tentang tujuan hidup, etika, makna eksistensial, serta pertanyaan tentang nilai-nilai dan praktik hidup yang dapat membawa kebahagiaan. Filsafat memberikan landasan pemikiran kritis dan refleksi tentang konsep bahagia, dan melalui berbagai pendekatan filsafat, kita dapat memperdalam pemahaman kita tentang sifat dan arti kebahagiaan dalam kehidupan manusia.

Kehidupan yang bahagia adalah tujuan yang ingin dicapai oleh hampir setiap individu di dunia ini. Namun, apa sebenarnya arti dari kebahagiaan yang sejati? Bagaimana kita dapat mencapainya dengan cara yang abadi dan memuaskan? Pertanyaan-pertanyaan ini telah menjadi subjek perenial dalam filsafat dan telah mengilhami berbagai teori dan pendekatan. Salah satu pandangan klasik dan paling berpengaruh tentang kebahagiaan adalah konsep eudaimonia yang diajukan oleh Aristoteles, seorang filsuf Yunani kuno.

Aristoteles dan Eudaimonia

Aristoteles adalah seorang filsuf Yunani kuno yang hidup sekitar 384-322 SM. Ia adalah salah satu figur paling terkenal dan berpengaruh dalam sejarah pemikiran Barat. Lahir di Stagira, sebuah kota kecil di wilayah Macedonia, Aristoteles kemudian pindah ke Athena untuk belajar di bawah bimbingan Plato, seorang filsuf ternama pada zamannya. Setelah beberapa tahun menjadi murid Plato, Aristoteles mendirikan Sekolah Lyceum di Athena, di mana ia mengajar dan melakukan penelitian dalam berbagai bidang, termasuk filsafat, logika, ilmu alam, politik, dan etika.

thearchaeologist.org
thearchaeologist.org
Aristoteles diakui sebagai salah satu filsuf terbesar dalam sejarah karena kontribusinya yang luar biasa dalam banyak bidang ilmu dan pemikiran. Dia memiliki minat yang luas dan pengetahuan mendalam tentang berbagai aspek kehidupan manusia. Karya-karyanya yang beragam mencakup etika, metafisika, logika, biologi, politik, estetika, dan banyak lagi. Aristoteles juga merupakan seorang peneliti yang tekun dan pengamat yang cermat, yang sering melakukan pengamatan langsung terhadap alam dan fenomena yang diamati.

Salah satu konsep paling terkenal dan berpengaruh yang dikemukakan oleh Aristoteles adalah eudaimonia, yang sering diterjemahkan sebagai "kebahagiaan yang mendalam" atau "kehidupan yang bermakna". Bagi Aristoteles, eudaimonia bukanlah sekadar kesenangan fisik atau kepuasan instan, tetapi mencakup pencapaian tujuan-tujuan yang paling tinggi dan perkembangan potensi manusia yang paling baik. Bagi Aristoteles, kebahagiaan sejati hanya dapat dicapai melalui kehidupan yang bijaksana, beretika, dan berdasarkan pada praktik-praktik kebajikan.

Konsep etika Aristoteles sangat dipengaruhi oleh gagasan-gagasan Plato, tetapi Aristoteles mengembangkan pendekatannya sendiri yang dikenal sebagai etika eudaimonia. Dalam karyanya yang terkenal, "Etika Nicomachean," Aristoteles membahas berbagai aspek kehidupan yang berkaitan dengan mencapai eudaimonia. Ia mengidentifikasi kebijaksanaan (phronesis), keberanian (andreia), keadilan (dikaiosyne), dan kepemilikan pengetahuan (episteme) sebagai beberapa kebajikan penting yang harus ditempuh oleh individu untuk mencapai kebahagiaan yang sejati.

Selain itu, Aristoteles juga mengemukakan bahwa kebahagiaan tidak dapat dicapai secara individual semata, melainkan juga melalui keterlibatan aktif dalam kehidupan sosial dan komunitas. Ia berpendapat bahwa manusia adalah makhluk sosial yang secara alami terikat dengan orang lain dan memiliki tanggung jawab untuk berkontribusi pada masyarakat. Aristoteles memandang kehidupan bermasyarakat sebagai bagian yang tak terpisahkan dari kebahagiaan dan menjunjung

tinggi nilai-nilai solidaritas, keadilan sosial, dan kerjasama.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun