Mohon tunggu...
Wan Riyansyah Febrito
Wan Riyansyah Febrito Mohon Tunggu... Mahasiswa - Universitas Mercu Buana

NIM: 43122010413 Dosen Pengampu: Apollo, Prof. Dr, M.Si.Ak

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Saya Ingin Bahagia: Etika Eudaimonia Aristotle

19 Juni 2023   05:38 Diperbarui: 19 Juni 2023   06:21 200
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bahagia adalah sebuah konsep yang melibatkan perasaan dan keadaan emosional yang positif dan menyenangkan. Kata "bahagia" sering digunakan untuk menggambarkan keadaan kegembiraan, kepuasan, dan kebahagiaan yang mendalam. Ini adalah kondisi di mana seseorang merasa senang, puas, dan merasa hidupnya memiliki nilai dan makna.

Bahagia dapat dipandang sebagai tujuan hidup bagi banyak orang. Setiap individu memiliki pandangan yang berbeda tentang apa yang membuat mereka bahagia, tetapi umumnya, bahagia berhubungan dengan kesejahteraan emosional, psikologis, dan sosial. Ini melibatkan kepuasan diri, rasa keseimbangan, hubungan yang memuaskan, pencapaian pribadi, dan rasa berkontribusi kepada masyarakat.
Perasaan bahagia seringkali terkait dengan emosi positif lainnya seperti sukacita, kegembiraan, damai, sukse, dan cinta. Bahagia bukan hanya keadaan jangka pendek yang didapatkan dari kejadian-kejadian tertentu, tetapi juga mencakup keadaan jangka panjang yang melibatkan kepuasan hidup secara keseluruhan.

Bahagia bisa berasal dari berbagai sumber. Beberapa orang menemukan kebahagiaan dalam pencapaian akademik atau profesional, sementara yang lain menemukannya dalam hubungan dan ikatan sosial dengan orang lain. Aktivitas yang dianggap menyenangkan, seperti hobi, olahraga, seni, atau melakukan pekerjaan sukarela juga dapat memberikan kebahagiaan.

Penting untuk diingat bahwa bahagia adalah pengalaman yang sangat subjektif dan dapat bervariasi antara individu. Apa yang membuat seseorang bahagia mungkin tidak berlaku untuk orang lain. Terkadang, standar sosial dan budaya dapat mempengaruhi persepsi kita tentang apa yang dianggap sebagai kebahagiaan.

Menjaga kebahagiaan adalah proses yang berkelanjutan dan melibatkan berbagai aspek kehidupan. Hal ini melibatkan menerima diri sendiri, memelihara kesehatan fisik dan mental, mengelola stres, membangun hubungan yang positif dengan orang lain, mengejar tujuan dan minat pribadi, serta menghargai hal-hal kecil dalam hidup.

Perlu dicatat bahwa bahagia bukan berarti tidak mengalami kesedihan, kekecewaan, atau tantangan dalam hidup. Ini adalah pengakuan bahwa emosi negatif juga merupakan bagian alami dari kehidupan. Bahagia adalah kemampuan untuk mengatasi kesulitan, membangun ketahanan, dan menemukan makna di tengah tantangan.

Pada akhirnya, bahagia adalah pencarian yang personal dan unik bagi setiap individu. Tidak ada rumus ajaib yang dapat memberikan kebahagiaan instan, karena setiap orang memiliki preferensi dan nilai-nilai yang berbeda. Penting untuk menjaga keseimbangan dalam hidup dan menghargai momen-momen kecil yang membawa kebahagiaan.

Hubungan antara bahagia dan filsafat adalah kompleks dan telah menjadi topik yang diperdebatkan dalam sejarah filsafat. Filsafat, sebagai disiplin yang berusaha memahami eksistensi, makna hidup, dan kondisi manusia, secara alami terkait dengan pertanyaan tentang bahagia dan bagaimana mencapainya.

Beberapa pemikir filsafat terkenal telah mengemukakan pandangan mereka tentang kebahagiaan dan memberikan kontribusi signifikan terhadap pemahaman kita tentang konsep ini.

Aristoteles, salah satu filsuf Yunani kuno, mengembangkan konsep eudaimonia yang sering diterjemahkan sebagai "kebahagiaan" atau "kesejahteraan terbaik". Baginya, eudaimonia bukanlah sekadar kesenangan atau kepuasan jangka pendek, tetapi pencapaian penuh potensi manusia dan hidup yang bermakna secara moral. Menurut Aristoteles, eudaimonia dapat dicapai melalui praktik kebajikan moral dan kehidupan yang seimbang.

Filsuf Jerman Immanuel Kant menyatakan bahwa bahagia bukanlah tujuan langsung dari etika. Bagi Kant, kebahagiaan terkait dengan keinginan dan kecenderungan pribadi yang dapat bervariasi dari individu ke individu. Sebaliknya, Kant berpendapat bahwa etika berpusat pada kewajiban moral dan bertindak sesuai dengan aturan moral yang universal.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun