Mohon tunggu...
Ryan Perdana
Ryan Perdana Mohon Tunggu... Administrasi - Pembaca dan Penulis

Kunjungi saya di www.ryanperdana.com dan twitter @ruaien

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Perihal Ibu-ibu dan Penyerobotan Antrean

26 Maret 2018   14:52 Diperbarui: 26 Maret 2018   17:21 444
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi. (tribunnews.com)

Dalam kehidupan sehari-hari, tentu kita tak bisa terhindar dari kunjungan-kunjungan ke tempat yang mengharuskan untuk berbaris dalam antrean. Karena saking seringnya berada dalam keadaan tersebut, seharusnya kita telah fasih melaluinya. Tetapi nyatanya, masih terus terjadi perbuatan tidak menyenangkan penyerobotan antre dimana-mana. Untung saja pasal 335 ayat (1) KUHP telah dicabut oleh Mahkamah Konstitusi pada 2014 lalu huhuhu..

Contoh nyata terjadi saat saya sarapan di soto terkenal yang berlokasi di mBesi Jalan Kaliurang. Sekadar info, beberapa akhir pekan ini, saya pasrahkan kebutuhan gizi kepada warung yang soto ayamnya sungguh gurih itu. Soto itu punya sejawat berjenis tempe yang digoreng semu-semu gosong kemripik. Sebuah perpaduan maut yang mampu mengalihkan perhatian dari ramainya pemberitaan tentang pernikahan Chicco Jerikho dan Putri Marino.

Kembali ke masalah antre. Usai menyantap soto, saya menuju Bu Kasir yang sepertinya merangkap sebagai pemilik warung. Berbeda dengan beberapa kunjungan tempo hari yang tanpa antrean, sebelum menghadap Bu Kasir saya harus berada di belakang tiga orang yang berbaris dengan tertib.

Saat dua orang terdepan telah tunai membayar, dan tinggal satu orang di depan saya yang berproses membayar, sekonyong-konyong dengan keterampilan mumpuni dan kecepatan maha gegas, muncullah sesosok ibu paruh baya yang tiba-tiba sudah ada di depan kasir. Mengetahui itu, saya berekspresi biasa saja sambil tersenyum dimanis-maniskan, walau sebenarnya timbul niat untuk men-sleding tackle..

***

"Budayakan antre" rasanya telah menjadi kampanye lawas yang seumuran dengan NKRI Harga Mati! dan Dua Anak Lebih, Baik!. Tetapi, tetap saja ada yang tidak mengindahkan pemeo sederhana itu. Hal sesederhana itu kok ya tidak beres.  

Tidak sekali saya mengalami penyerobotan antre, dan hampir di semua kesempatan pelakunya adalah ibu-ibu. Cerita-cerita tentang itu banyak berseliweran. Saya pernah membaca utas (thread) di twitter, perihal seseorang yang membagikan pengalamannya diserobot dalam antrean. Ia tidak sendirian, reply-an muncul bertubi-tubi dari penggiat twitter yang mengalami hal serupa. Dari sana diketahui lagi, ibu-ibu masih juara sebagai pelaku penyerobotan antre terbanyak.

Memang, belum pernah ada sensus resmi yang menyatakan ibu-ibu sebagai pelaku terbanyak serobot antre, namun pengalaman empiris berbunyi demikian. Mohon ibu-ibu jangan marah. Karena menurut saya, hal apapun pasti terjadi karena sebab-sebab yang dapat dijelaskan.

***

Korban penyerobotan adalah sosok-sosok yang tersakiti, dan tidak heran mereka mengungkapkan beragam ekspresi emosional sebagai respon spontan. Mereka mengaku dirugikan karena urusannya terganggu, lagi kepentingannya tertunda. Mereka protes kenapa penyerobot antre inginnya dimengerti dan tidak memikirkan orang lain yang sama-sama memiliki urusan.

Sebagai sama-sama korban penyerobotan, saya sungguh mengerti perasaan mereka. Saya paham tidak enaknya diserobot, lalu tak jarang ingin misuh dan men-sleding. Namun, hati nurani ini rupanya masih memiliki perspektif bening tentang mengapa sampai terjadi penyerobotan antre --yang dalam batasan kasus kali ini kebanyakan dilakukan oleh ibu-ibu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun