Mohon tunggu...
Dzurriyyatul Ilmiyah
Dzurriyyatul Ilmiyah Mohon Tunggu... Guru - Mahasiswa

Pendidikan Islam Anak Usia Dini/ UIN MALIKI MALANG

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Aspek-aspek Perkembangan Anak Usia Dini

11 Desember 2020   13:45 Diperbarui: 11 Desember 2020   13:53 80
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Perkembangan Sosial Anak Usia Dini

Perkembangan sosial didefinisikan sebagai pencapaian kematangan dalam berinteraksi sosial. Dapat pula didefiniskan sebagai proses belajar untuk beradaptasi, menyesuaikan diri, meleburkan diri menjadi suatu kesatuan yang saling berinteraksi dan bekerja sama. Perkembangan perilaku sosial anak bisa ditunjukkan dengan adanya minat terhadap aktivitas teman-teman mereka. Anak merasa tidak puas apabila hanya bermain di rumah sendiri atau dengan anggota keluarga, akan tetapi anak dalam masa perkembangan ini selalu merasa ingin bersama teman-temannya dan akan merasa kesepian serta tidak puas bila tidak bersama teman-temannya.

 Seorang ahli Psikoanalisis, Erick Erickson (1950) mengidentifikasi perkembangan sosial anak, diantaranya sebagai berikut:

  • Tahap Pertama (1) : Basic Trust vs Mistrust (percaya vs curiga), usia 0-2 tahun. Merespon rangsangan dalam tahap ini yakni anatar percaya dan curiga. Akan tumbuh rasa percaya diri apabila anak mendapat pengalaman yang menyenangkan. Sebaliknya, akan tumbuh rasa kecurigaan apabila anak mendapat pengalaman yang kurang menyenangkan.
  • Tahap Kedua (2) : Autonomy vs Shame & Doubt (mandiri vs ragu), usia 2-3 tahun. Merespon rangsangan dalam tahap ini yakni antara mandiri dan ragu. Anggota tubuh anak dapat menimbulkan rasa mandiri apabila pada diri anak dirasa mampu menguasai anggota tubuhnya, seperti meregang atau melemaskan seluruh otot-otot tubuhnya. Sebaliknya jika anak merasa malu dan ragu itu berarti kondisi lingkungan sekitar-Nya tidak memberi kepercayaan atau terlalu banyak bertindak.
  • Tahap Ketiga (3) : Initiative vs Guilt (berinisiatif vs bersalah), usia 4-5 tahun. muncul sikap mulai lepas dari ikatan orang tua, anak dapat bergerak bebas dan aktif berinteraksi dengan lingkungannya. Situasi saat lepas dari orang tua inilah bisa menimbulkan rasa untuk berinisiatif, sebaliknya bisa menimbulkan rasa bersalah.
  • Tahap Keempat (4) : Industry vs Inferiority (percaya diri vs rendah diri/minder). Usia 6 tahun- pubertas. Dalam tahap ini anak sudah memasuki masa dewasa dan memiliki suatu keterampilan tertentu.
  • Rasa berhasil akan timbul apabila anak mampu menguasai suatu keterampilan. Sebaliknya, rasa rendah diri akan timbul apabila anak tidak bisa menguasai keterampilan tertentu.

Perkembangan Emosi Anak Usia Dini

Secara garis besar, perilaku perkembangan emosional diantaranya adalah: 

  • Rasa Takut, merupakan salah satu jenis emosi dasar manusia, selain sedih, senang, dan marah. Mayoritas rasa takut ini muncul ketika menginjak usia 6 bulan ketika bertemu dengan orang asing. Faktor penyebabnya biasanya  tergantung baik itu tempramen anak,  pengalaman sebelumnya dengan orang asing serta kondisi saat itu. Rasa takut terhadap sesuatu berangsur-angsur akan menurun hingga usia 2 tahun seiring dengan laju perkembangan kognitif anak. Terlebih antara usia 2-6 tahun, rasa takut anak lebih beralasan misalnya takut terjatuh, takut gelap, atau takut karena kehilangan sesuatu. Rasa takut pada usia anak-anak terkadang aneh bahkan tidak masuk akal, akan tetapi sebagai orang tua/dewasa kita perlu berempati sesekali dengan memahami apa yang membuatnya merasa takut.
  • Rasa Marah. Reaksi tidak menyukai sesuatu, dimana melibatkan perasaan tidak senang atas masalah yang terjadi. Terdapat banyak cara apabila anak ingin mengungkapkan rasa marahnya seperti menangis sambil berteriak kencang, menendang, memukul dan sebagainya.
  • Emosi, iri, dan cemburu. Gembira adalah reaksi emosi anak yang terjadi karena anak mendapatkan apa yang diharapkan dan sesuai harapannya. Iri hati adalah reaksi anak apabila kurang memperoleh perhatian yang diinginkan. Sedangkan cemburu adalah reaksi normal terhadap hilangnya kasih sayang, bentuk lain dari marah yang menimbulkan rasa kesal atau benci terhadap orang yang disayang maupun saingannya.
  • Rasa ingin tahu. Ingin tahu adalah keingintahuan anak terhadap sesuatu yang dirasa belum pernah dikenalinya, baik itu berkaitan dengan dirinya sendiri ataupun lingkungan sekitarnya.

Berikut adalah fase perkembangan emosi pada anak usia dini:

  • Usia bayi -- 18 bulan
    • Bayi masih belajar dan mengetahui bahwa lingkungan sekitarnya aman dan familiar. Perlakuan yang didapatkan bayi pada usia ini dapat berperan membentuk rasa percaya diri, dan bagaimana berinteraksi dengan orang lain.
    • Minggu ke-3 atau minggu ke-4 mulai tersenyum apabila merasa nyaman dan tenang terhadap lingkungannya
    • Bulan ke-4 sampai ke-8 mulai belajar mengungkapkan rasa emosi seperi marah, senang, terkejut atau takut.Bulan ke-12 sampai bulan ke-15, merasa gelisah jika ada orang asing mendekatinya.
    • Pada usia 18 bulan bayi mulai mengamati serta meniru reaksi orang-orang disekitarnya dalam merespon kejadian tertentu.
  • Usia 18 bulan -- 3 tahun
    • Dalam masa ini, anak mulai mencari aturan dan batasan yang berlaku di lingkungannya. Dan anak juga mulai memahami manakah hal yang benar dan manakah hal yang salah.
    • Pada usia 2 tahun dalam mengungkapkan emosinya, anak tidak megungkapkannya melalui kata-kata, aka tetapi dengan memperlihatkan emosi wajah.
    • Antara usia 2 sampai 3 tahu anak mulai mampu mengungkapkan rasa  emosinya dengan bahasa verbal.
  • Usia 3 -- 5 tahun
    • Dalam masa ini anak mulai belajar dan berinteraksi atau menjalin hubungan pertemanan yang baik dengan temannya dan bisa juga bercanda tawa, melucu dan mampu merasakan apa yang dirasakan orang lain.
    • Dalam fase ini, pertama kali anak mulai mengerti bahwa suatu kejadian dapat memicu rekasi emosional yang berbeda terhadap beberapa orang.
  • Usia 5 -- 12 tahun
    • Usia 5-6 tahun anak mulai mempelajari aturan yang berlaku dan mulai mampu dalam menjaga rahasia.
    • Usia 7-8 tahun. Anak mulai dapat mengatur konflik emosi yang dialaminya. Semakin bertambah usia, anak akan semakin menyadari perasaan dirinya dan orang lain.
    • Usia 9-10 tahun, anak dapat mengatur ekspresi emosi terhadap situasi publik. Selain itu anak juga dapat mengontrol emosi negatif seperti sedih dan takut.
    • Usia 11-12 tahun, dalam masa ini anak mulai memahami pengertian baik-buruk dan norma-norma aturan di lingkungannya sehinga menjadikan mereka lebih fleksibel tidak sekaku pada masa usia kanak-kanak awal.


Perkembangan bahasa anak usia dini

Bahasa merupakan alat komunikasi sehari-hari. Bahasayang paling sering dipakai dalam kegiatan sehari-hari yaitu bahasa lisan. Bahasa digunakan untuk menyampaikan maksud kepada seseorang dengan padana kata yang mudah difahami.Bahasa sendiri merupakan bagian dari perkembangan manusia yang mana tidak bisa dipisahkan sebagai alat komunikasi antar sesamanya. Bahasa dalam anak usia dini tentunya mengalami perkembangan yang begitu pesat. Anak belajar bahasa dari mendengar, mengamati, serta menirukan orang-orang di sekitarnya. Akan tetapi antara anak yang satu dengan anak yang lainnya tentu memiliki kemampuan bahasa yang berbeda-beda.

Umumnya, perkembangan bahasa anak dibagi menjadi 2 tahap yaitu, tahap Pralinguistik dan tahap linguistik. 

  1. Tahap Pralinguistik
    • Tahap ini dialami pada usia bayi. Bahasa yang dibunakan masih tergolong sederhana yakni berupa simbol-simbol ekspresi tertentu seperti menangis, menjerit, ataupun tertawa. Berbagai macam ekspresi tersebut digunakan untuk menyampaikan keinginannya seperti haus, lapar, mengantuk, ataupun minta digendong. Selain itu pula, bentuk interaksi tersebut digunakan untuk menyampaikan perasaan yang tidak enak atau tidak nyaman seperti ingin buang air besar dan kesakitan.
  2. Tahap Linguistik
    • Banyak terdapat perkembangan dalam tahap ini. Anak sudah mampu melakukan komunikasi verbal, mengungkapkan maksudnya dalam bentuk kata-kata yang mudah difahami dan juga anak sudah mampu menyusun kata lalu menyampaikan komunikasinya dalam sebuah kalimat layaknya orang dewasa

Perkembangan agama anak usia dini

Dalam karyanya Raharjo yang berjudul "Pengantar Ilmu Jiwa Agama", terdapat 3 bagian perkembangan jiwa beragama pada anak, yaitu:

  • The Fierly Tale Stage (Tingkat Dongeng), tahap ini terjadi ketika anak berusia 3-6 tahun. Konsep dirinya tentang Tuhan banyak dipengaruhi oleh fantasi dan emosi, sehingga dalam merespon agama anak masih memakai konsep fantasi yang diliputi oleh dongeng-dongeng yang kurang masuk akal. Seperi cerita para Nabi yang akan dikhayalkan seperti yang ada dalam dongeng.
  • The Realistic Stage (Tingkat Kepercayaan), pada tahap ini pemikiran anak mengenai Tuhan sebagai bapak beralih pada Tuhan sebagai Sang Pencipta.
  • The Individual Stage (Tingkat Individu), pada tahap ini anak sudah mempunyai kepekaan emosi yang tinggi seiring dengan perkembangan usia mereka.

Pendidikan dan pengalaman menjadi penentu dasar perkembangan agama pada anak. Dan apabila seorang anak ketika masa kecilnya tidak memperoleh pendidikan agama serta tidak memiliki pengalaman spiritual, maka ia nanti ketika dewasa sikapnya akan cenderung negatif terhadap agama. Terdapat sedikit kesulitan dalam memberikan pendidikan spiritual  khususnya mereka para orang tua terutama dalam menanamkan rasa ke-Tuhanan dalam diri anak karena usia anak yang tergolong masih sangat muda, selain itu juga karena bagi anak pemikiran tentang tuhan merupakan sesuatu tentang kenyataan luar, dan anak pun ikut merasakan pengalaman yang pahit sekalipun itu tidak seberapa. Dalam usia anak-anak terkadang mereka mendapat pemikiran tentang Tuhan setelah mereka mengingkarinya terlebih dahulu dan penuh keraguan.

 Sebagian besar, ketika memasuki usia antara 3 sampai 4 tahun anak-anak sering mengemukakan pertanyaan yang berkaitan dengan agama seperti: Tuhan itu siapa? Seperti apakah wujudnya? Surga itu dimana dan bagaimana caranya pergi kesana? anak-anak dalam usia tersebut memang memandang alam ini seperti memandang dirinya sendiri belum ada pengertian yang metafisik. Memasuki usia 7 tahun, anak berusaha untuk menerima pemikiran tentang keagungan dan kemuliaan Tuhan sesuai dengan emosinya walaupun cenderung ke perasaan negatif seperti: takut, menentang, dan ragu. Bagi mereka Tuhan itu hidup layaknya seperti kehidupan manusia biasa. Anak-anak memahami sesuatu yang diajarkan kepadanya sesuai dengan kemampuannya untuk memahami batas dalam pengalamannya. Memasuki usia umur diatas 7 tahun, pandangan anak mengenai Tuhan semakin positif dan interaksinya dipenuhi dengan rasa percaya dan rasa aman dan itu sedikit demi sedikit mengurangi akan rasa kegelisahan sert semakin mengetahui rahasianya. Sampai kisaran umur 8 tahun hubungan anak-anak dengan Tuhan ialah hubungan yang individual, hubungan emosional antara dirinya dengan sesuatu yang tidak berwujud, yang dibayangkan dengan cara mereka sendiri. Menurut gambaran psikis pada masa anak-anak, bahwasannya pemikiran mereka tentang Tuhan bukanlah keyakinan sebagaimana yang terdapat dalam diri orang dewasa, melainkan sikap emosi yang lebih dekat pada keperluan jiwa anak.

Perkembangan moral pada anak usia dini

Moral didefinisikan sebagai sesuatu yang berkaitan dengan penerapan nilai dan norma yang berlaku di masyarakat, dalam suatu tindakan yang seharusnya dilakukan dalam interaksi sosial.

Tahapan perkembangan moral anak menurut Piaget

Berikut kesimpulan Piaget dalam pengamatannya yang dilakukan pada anak usia 4-12 tahun, bahwa anak melewati dua tahap yang berbeda dari segi pola pikir tentang moralitas, yaitu:

  • Tahap Moralitas Heterogen
    • Tahap pertama dari perkembangan moral yaitu anak usia antara 4-7 tahun yang menunjukkan moralitas heterogen. Cara berpikir anak pada masa ini yaitu bahwa keadilan serta peraturan adalah properti dunia yang tidak bisa diubah dan dikontrol oleh orang. Anak menilai kebenaran atau kebaikan tindakan berdasarkan konsekuensinya, bukan niat dari orang yang melakukan.
  • Tahap Moralitas Otonomi
    • Pada usia 7-10 tahun, anak berada dalam masa transisi dan memperlihatkan sebagian ciri-ciri dari tahap pertama perkembangan moral dan sebagian lagi ciri-ciri dari tahap kedua yakni moralitas otonom. Pada tahap ini anak mulai mengerti dan sadar bahwa peraturan dan hukum dibuat oleh manusia sehingga ketika mereka menilai suatu tindakan, anak terlebih dahulu mempertimbangkan niat dan konsekuensinya. Moralitas muncul karena terjadinya interaksi timbal balik antara anak dengan lingkungannya ketika ia berada.


Tahapan perkembangan moral anak menurut Kohlberg

Kohlberg menekankan bahwa cara berpikir anak tentang moral berkembang dalam beberapa tahapan, diantaranya:

Moralitas Prakonvesional

Merupakan tingkatan terendah dari penalaran moral,  baik dan buruk dalam tingkat ini diinterpretasikan melalui imbalan dan hukuman eksternal.

Tahap 1, Moralitas heteronom yang merupakan tahapan pertama pada tingkatan penalaran prakonvesional. Pada tahap ini, anak berorientasi pada kepatuhan dan hukuman, bahwasannya mereka harus patuh dan takut kepada hukuman.

Tahap 2, Individualisme, tujuan instrumental, dan pertukaran. Pada tahap ini, anak berpikir bahwa mementingkan diri itu perlu dan itu benar, hal ini juga berlaku bagi individu lain. Oleh karena itu apapun yang mereka perbuat harus memperoleh imbalan yang sama.

Moralitas Konvesional

Merupakan tahapan kedua dalam tahapan Kohlberg. Pada tahap ini, anak akan memberlakukan standar tertentu, namun standarnya ditetapkan orang lain, misal oleh orang tua atau pemerintah.

Tahap 1, anak menyesuaikan dengan aturan untuk memperoleh persetujuan orang lain demi mempertahankan hubungan baik dengan mereka. 

Tahap 2, pada tahap ini penilaian moral dipengaruhi oleh pemahaman tentang keteraturan di masyarakat, hukum, keadilan, dan kewajiban.

Moralitas Pascakonvensional

Tahap pasca konvensional ini merupakan tahap tertinggi dalam  tahapan Kohlberg, dalam tahap ini individu akan menyadari adanya jalur moral alternatif, bisa memberikan pilihan,  memutuskan bersama tentang peraturan, serta didasari pada prinsip-prinsip yang diterima sendiri

Tahap 1, hak individu, pada tahap ini individu mulai menyadari bahwa nilai, hak, dan prinsip lebih utama. Seseorang harus bersifat fleksibel dalam adanya modifikasi dan perubahan standar moral jika bisa menguntungkan kelompok secara keseluruhan.

Tahap 2, prinsip menyeluruh/universal, individu akan menyesuaikan dengan standar sosial untuk menghindari rasa tidak puas terhadap diri sendiri bukan menghindar kecaman sosial

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun