Mohon tunggu...
Ahmad Muhtar Wiratama
Ahmad Muhtar Wiratama Mohon Tunggu... Wiraswasta - Pegiat Masyarakat dan Penulis Amatir dari Rawamangun

Untuk informasi lebih lanjut tentang saya, hubungi detail-detail kontak di bawah ini: Instagram: @amw.1408 Email: rwselusin@gmail.com WA: 0852.1622.4747

Selanjutnya

Tutup

Film Pilihan

CODA: Kemenangan Keluarga di Malam Oscar Penuh Cerita

30 Maret 2022   10:40 Diperbarui: 30 Maret 2022   14:11 173
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Film. Sumber ilustrasi: PEXELS/Martin Lopez

Sebagaimana biasanya, gelaran ajang Academy Awards alias Piala Oscar selalu dibubuhi oleh cerita dan kejutan seru, dan tahun ini tidak terkecuali. Bukan, cerita paling menarik di ajang Oscar tahun ini bukan insiden tamparan yang melibatkan Will Smith dan Chris Rock. Cerita paling menarik di ajang Oscar tahun ini ada pada pemenang penghargaan best picture alias film terbaik itu sendiri: CODA.

Dilihat dari sisi manapun, film CODA adalah sebuah anomali. CODA adalah film pertama dengan pemeran dominan tunarungu atau tuli yang memenangkan film terbaik di ajang Oscar. CODA juga adalah film pertama yang rilis eksklusif dari layanan streaming yang menjadi film terbaik. Bagai sebuah pukulan yang bahkan lebih menyakitkan daripada tamparan Smith kepada Rock, kali ini Apple TV+ sukses menyalip Netflix yang selama ini lebih ambisius di ajang penghargaan dalam kategori paling bergengsi di Academy Awards tersebut melalui film CODA. Tapi, dua hal tersebut bahkan bukan sisi yang paling menarik dari kemenangan CODA di malam itu.

Hal yang paling menarik dari kemenangan CODA adalah karena film tersebut mengangkat tema tentang keluarga. Ya, coba pembaca ingat kembali kapan terakhir kali panelis Academy Awards memberikan apresiasi terhadap film bertema utama keluarga. Nilai-nilai keluarga selama ini dianggap sebagai tema yang tidak cukup bergengsi untuk ajang sekelas Oscar. Academy Awards adalah sebuah penghargaan yang canggih nan sophisticated, dan oleh karena itu, tema-tema film yang diapresiasi dalam ajang tersebut juga harus njelimet. Panelis Academy biasanya lebih tertarik dengan tema-tema "penting" seperti tentang perbedaan kelas dalam film Parasite dan Nomadland, kesetaraan ras atau gender di film Green Book dan 12 Years A Slave, pernyataan anti-perang melalui film The Hurt Locker dan The King's Speech, atau bahkan tema absurd seperti dalam film The Shape of Water dan Birdman or (The Unexpected Virtue of Ignorance). Film bertema keluarga? Cocoknya sebagai tontonan orang tua dan anak-anak saja ketika movie night, dan tidak ada tempat di ajang sehebat Academy Awards. Tapi CODA berhasil mematahkan semua skeptisisme tersebut hingga meraih penghargaan tertinggi secara pantas dan meyakinkan.

Untuk menyatakan kualitas dari film CODA itu sendiri sepertinya sudah cukup terwakilkan melalui penghargaan Oscar yang diterimanya. Jika anda adalah orang tua, atau anak muda berusia 13 tahun ke atas seperti rating film yang disematkan kepadanya, maka CODA adalah film yang wajib ditonton. CODA memiliki banyak momen bagus yang dijamin akan membuat penontonnya berlinang air mata. Hebatnya lagi, momen-momen mengharukan ini dibangun dengan kerja keras alur cerita sepanjang film, jadi bukan hanya sekedar adegan cringey yang dibuat dengan jalan pintas seperti dalam film-film romantis buatan Netflix. Bahkan laki-laki dewasa sekalipun sepertinya akan termaafkan jika sampai menitikkan air mata ketika menonton film ini.

CODA berkisah tentang Ruby Rossy, seorang remaja perempuan SMA di kota kecil di Amerika Serikat. Ruby adalah anak dari orang tua tunarungu, yang bahasa kerennya adalah child of deaf adults alias CODA. Menariknya, Ruby adalah seseorang yang termarginalkan atau terasing di lingkungan manapun ia berada. Di dalam keluarganya, Ruby adalah satu-satunya anggota keluarga yang dapat mendengar di antara ayah, ibu, dan kakaknya. Di sekolah, latar belakang Ruby yang berasal dari keluarga tunarungu -- dan nelayan -- membuatnya berbeda dari teman-temannya.

Tema orang terpinggirkan dalam film CODA diarahkan oleh sang sutradara, Sian Heder, dengan sangat rapih dan menarik. Tidak seperti kebanyakan film dengan tema serupa, film CODA berhasil menggambarkan perbedaan atau keberagaman secara alami, mengalir, dan tidak dipaksakan. Hal ini juga terbantu oleh bagusnya penampilan para pemeran yang seluruhnya benar-benar tunarungu dalam kehidupan nyata -- dan diakui juga oleh panelis Oscar dengan ganjaran pemeran pembantu pria terbaik untuk Troy Katsur yang berperan sebagai ayah Ruby.

Selain berhasil membawakan tema keberagaman secara apik, CODA sukses menghadirkan nilai-nilai keluarga secara integral ke dalam film. Sebagai satu-satunya anggota keluarga yang dapat mendengar, Ruby berjuang sangat keras untuk dapat diterima di keluarganya sendiri. Sebaliknya, ayah, ibu, dan kakak Ruby juga mengalami perjuangan yang tidak kalah hebat untuk dapat memahami bakat terbesar Ruby yakni menyanyi, yang tentu saja hanya dapat ditangkap dengan indera pendengaran -- satu-satunya hal yang tidak mereka miliki. Momen dimana keluarga Ruby hanya bisa melongo menyaksikan penonton lain begitu mengapresiasi nyanyian Ruby ketika pentas seni di sekolah, sementara mereka sendiri tidak dapat melakukannya adalah adegan yang sangat menyiksa penonton -- dan merupakan salah satu momen terbaik yang pernah dihadirkan dalam film drama selama sekian tahun belakangan. Momen tersebut mungkin hanya dapat ditandingi oleh klimaks film ini sendiri yang datang hanya beberapa menit kemudian, dan membuat CODA layak ditahbiskan sebagai salah satu film paling rewarding sepanjang masa.

Nilai-nilai keluarga di dalam CODA berhasil ditampilkan sebagai protagonis utama dalam cerita. Berbeda dengan kebanyakan film yang juga mengambil tema keluarga, pada film CODA nilai-nilai keluarga benar-benar hadir menjadi solusi yang tulus terhadap permasalahan yang ada. Cinta keluarga adalah kualitas yang membuat ayah, ibu, dan kakak Ruby dapat benar-benar dapat mengapresiasi Ruby sekalipun tidak mampu mendengar merdu suaranya. Cinta keluarga juga yang membuat Ruby dapat memahami tempatnya di dalam keluarganya sendiri walaupun ia berbeda dari yang lain.

Film CODA juga berhasil menampilkan nilai-nilai keluarga secara proporsional. Dibandingkan dengan film Turning Red misalnya, yang menjadikan "pengorbanan" sebagai poin utama dari nilai-nilai keluarga, film CODA yang mengedepankan "pengertian" terasa lebih tepat dan akurat. Anggota keluarga tidak saling berkorban untuk kepentingan atau kemauan anggota yang lain. Anak tidak mengorbankan waktu bermainnya untuk menuruti arahan orang tua. Lebih tepatnya, anak mengerti mengapa orang tuanya memberikan arahan, sehingga ia dapat menurutinya dengan kesadaran sendiri. Sebaliknya, orang tua juga mengerti keinginan buah hatinya untuk maju dan mengekspresikan diri, sehingga ia dapat memberikan sang anak ruang yang dibutuhkannya.

CODA adalah sebuah film dimana kita dapat benar-benar belajar dan menjadi orang yang lebih baik setelah menontonnya. Di tengah gempuran film action, superhero, dan film-film bertema kontroversial yang semakin banyak muncul belakangan ini, CODA adalah spesies yang sudah langka, dimana film drama kembali hanya bercita-cita menjadi tontonan yang ringan, menghibur, mudah dimengerti, dan bermanfaat bagi penontonnya. Mungkin seandainya Will Smith menonton CODA sebelum berangkat ke malam Oscar, ia dapat belajar untuk mengekspresikan rasa cinta keluarganya dengan cara yang indah seperti di dalam film CODA, alih-alih dengan tamparan mautnya yang menggetarkan dunia tersebut.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun