Kudekap anak kecilku yang belum lama lahir
Kuusap rambutnya, kupandangi wajahnya dan kupeluk tubuhnya
Sementara suamiku Palasara mondar-mandir tak menentu
Aku tahu, sebijaksana apapun dia tetap tergoncang dengan keadaan ini
Belum lama kami menikmati jalinan kasih dan
belum puas kami merajut mahligai kebahagiaan
Telah datang cobaan yang mungkin tak kalah dasyatnya nanti
Semua itu gara-gara satu orang yang paling biadab
Ialah Kau yang bernama Prabu Santanu
Kau yang datang dengan segala kesombongan
Apa kau kira aku takjub dengan kedudukanmu sebagai raja Astina
Ingat, akupun juga seorang putri raja bahkan tak kalah kebesarannya
Kalau aku sekarang ada di hutan Gajahoya ini karena cintaku kepada suami dan anak kecilku
Kau memang jahat Santanu, kau datang merengek-rengek minta tolong pada kami
Hanya karena iba, kang Mas Palasara memintaku untuk mencoba menyusui bayimu
Tapi .. uh! dasar anak tak tahu diri, bayi Dewabrata tak mau berhenti, mengalahkan si Kresna Dwipayana anakku sendiri
Dan lantas di mana pikiranmu hai raja yang tak tahu diri? Bukannya engkau berterima kasih
Kau malah berani mengusir suami dan anakku, bahkan mau menikahiku, he !?
Memangnya kau anggap apa aku ini? Begitu gampangnya mau menikahi Dewi Durgandini
Apa yang kau andalkan mau menikahiku? Bagiku kau tak ada bandingnya sama sekali dengan suamiku.***
(bersambung).