Mohon tunggu...
Rusman
Rusman Mohon Tunggu... Guru - Libang Pepadi Kab. Tuban - Pemerhati budaya - Praktisi SambangPramitra
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

"Hidupmu terasa LEBIH INDAH jika kau hiasi dengan BUAH KARYA untuk sesama". Penulis juga aktif sebagai litbang Pepadi Kab. Tuban dan aktivis SambangPramitra.

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

2. Rusman: Jejak Perjuangan Leluhur (a)

18 Juni 2018   10:42 Diperbarui: 26 Juli 2019   01:19 942
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Fiksiana. Sumber ilustrasi: PEXELS/Dzenina Lukac

Tidak seperti biasanya, padang rumput di tepian hutan Jenggala yang sebelumnya selalu tenang malam ini sedang mengalami kegaduhan. Di bawah sinar bulan yang redup nampak dua lelaki muda sedang beradu kesaktian. 

Ternyata mereka adalah adipati Tuban yang bergelar Benteng Surolawe dengan seorang senopati Mataram ialah Raden Surobahu. Di belakang sang adipati ada pamanda guru yakni Ki Panitis sedang tidak jauh dari senopati muda adalah gurunya sendiri ialah Ki Tejo Watang. Sudah beberapa saat dua pemuda sakti itu telah saling memamerkan daya kemampuannya. 

Sementara itu Ki Tejo Watang yang sudah lama malang melintang di dunia kanuragan telah dibuat tercengang oleh pemandangan yang luar biasa. Lelaki tua ini hampir tidak percaya bahwa di kadipaten pesisir utara ini adipati Tuban yang masih muda itu memiliki ajian Tameng Waja, hal itu nampak sesaat setelah senopati Surobahu menghantam dada sang Adipati. Lelaki muda yang diserang itu justru sama sekali tidak menghindar dan tidak menangkis pula.

Namun benturan itu justru telah menggoncangkan dada Surobahu. Ia sama sekali tidak menyangka bahwa tangannya seakan-akan telah membentur dinding baja yang kuat. Pembesar Mataram itu semula berharap bahwa ia akan mematahkan tulang dada adipati Tuban. Namun kini justru dirinyalah yang bagaikan hancur tangannya. Lawannya itu tetap berdiri tegak, bahkan sekilas nampak senyumnya yang membayang di bibir seolah-olah mengejeknya.

"Kurang ajar," geram Surobahu "Ini pasti suatu kebetulan saja."

Sambil meringis menahan sakit senopati itu kini tengah mempersiapkan serangan yang kedua. Dia sama sekali tidak mengerti ilmu apa yang telah dihadapinya, namun apapun yang terjadi dia tidak akan mundur, bukankah yang dilakukannya tadi belumlah puncak dari kemampuan dan kekuatannya.

Bersambung

Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun