Mohon tunggu...
Petrus Kanisius Siga Tage
Petrus Kanisius Siga Tage Mohon Tunggu... Administrasi - Akademisi setengah matang

Akademisi setengah matang

Selanjutnya

Tutup

Bahasa Artikel Utama

English Day dan Ancaman Kepunahan Bahasa Daerah Nusa Tenggara Timur

1 Februari 2019   17:22 Diperbarui: 2 Februari 2019   09:10 516
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Hal ini yang terjadi di NTT, dimana Gubernur Laiskodat baru-baru ini mengeluarkan peraturan  English day, jika diselisik, tentu ada maksud baik dari gubernur agar masyarakat NTT bisa belajar bahasa Inggris, namun untuk sampai pada tahap peraturan, gubernur harus membuat kajian yang lebih mendalam soal dampak dan akibat pemberlakuan English day. 

Yang terlihat, alasan penetapan English day adalah karena NTT sebagai wilayah pariwisata sehingga masyarakatnya harus bisa berbahasa Inggris, ini tentu saja konyol, seolah-olah kita harus bersusah payah belajar bahasa Inggris hanya untuk melayani para tamu-tamu kita.

Terbitnya pergub English day mestinya harus beriringan dengan pergub lain terutama pergub soal bahasa daerah yang menurut laporan Jakartapost (2014) sedang sekarat, di Alor misalnya sebuah bahasa sedang sekarat, pada 2014 yang lalu ahli bahasa Nick Williams telah mendokumentasikan Kula, bahasa yang terancam punah dengan 5.000 penutur di Alor. 

Studi  Language management and minority language maintenance in (eastern) Indonesia: strategic issues yang dilakukan Arka (2013) menunjukan bahwa NTT termasuk daerah yang memiliki bahasa daerah minoritas dengan kurang dari 1.000 penutur yang jika tidak di perhatikan akan terancam punah.

Dengan gambaran diatas, gubernur Laiskodat mestinya lebih bijak untuk mengeluarkan peraturan dengan dasar kajian yang dalam, bukan hanya demi semata-mata melayani tamu wisatawan. Sebelum mengeluarkan pergub English day gubernur bisa membenahi dulu persoalan bahasa daerah NTT agar tidak sampai punah. Sikap terburu-buru gubernur akan menjadi boomerang bagi keberlangsungan bahasa daerah NTT, yang hari-hari ini dalam kondisi gawat-untuk tidak mengatakan bahwa sebagiannya sudah mati

Dalam On the Death and Life of Languages, Hagge (2009) menjelaskan bahwa kehilangan bahasa daerah pada dasarnya adalah kehilangan warisan budaya yang sangat besar, yang menggambarkan cara masyarakat mengekspresikan hubungan dengan alam, dengan dunia, serta dengan keluarga dan kerabat. Selain itu, bahasa daerah, masih menurut Hagge (2009) adalah bentuk ekspresi humor, cinta, dan kehidupan para penuturnya. 


Bahasa bukan hanya kumpulan kata-kata. Mereka hidup, bernapas, dan menjadi jembatan koneksi yang mendefinisikan budaya. Ketika bahasa menjadi punah, budaya di mana ia tinggal juga hilang. Gubernur mestinya paham ini. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bahasa Selengkapnya
Lihat Bahasa Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun