Mohon tunggu...
Rusmie Hamdanie
Rusmie Hamdanie Mohon Tunggu... -

Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri Malang

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Kebermaknaan Hidup pada Korban Tindak Kekerasan dalam Rumah Tangga (Studi Kasus Life History pada korban KDRT di Bareng Malang)

2 Oktober 2014   11:38 Diperbarui: 17 Juni 2015   22:41 334
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Rosmiati Hamdani

Fakultas Psikologi UIN MALIKI Malang

ABSTRAK

Tindak kekerasan dalam masyarakat sebenarnya bukan satu hal yang baru. Kekerasan yang marak terjadi dan menyita perhatian publik adalah kekerasan yang menimpa kaum perempuan. Terutama kekerasan yang terjadi dalam lingkup rumah tangga. Hal tersebut menyebabkan perempuan sebagai korban merasa tertindas dan dapat menggangggu makna hidupnya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui problematika kebermaknaan hidup pada korban tindak kekerasan dalam rumah tangga dan bagaimana tahap yang dilalui subjek hingga ia menemukan makna hidupnya. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan jenis penelitian studi kasus life history kebermaknaan hidup pada korban tindak kekerasan dalam rumah tangga. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tahap pencarian makna hidup yang dilalui oleh LS di mulai dari tahap krisis yang berisi penderitaan yang ia alami karena kekerasan dari suaminya yang berupa kekerasan fisik, psikis, seksual, dan ekonomi. Setelah itu tahap penerimaan diri yang ia tunjukkan dengansikap menerima dan berusaha bersabar menghadapi penderitaan yang ia alami. Dari penerimaan diri tersebut akhirnya subjek berusaha mencari makna hidup dalam lingkaran penderitaannya itu. Dalam situasi tersebut ia menemukan makna hidup melalui harapan- harapan yang ia miliki yaitu keyakinan akan perubahan yang lebih baik yang terjadi pada suaminya. Selain itu rasa tanggungjawab kepada orang tua dan anak- anaknya turut mendukung dirinya untuk optimis menghadapi kehidupan.


Latar Belakang

Tindak kekerasan dalam masyarakat sebenarnya bukan satu hal yang baru. Tindak kekerasan dapat menimpa siapa saja, baik laki- laki maupun perempuan, dari anak– anak sampai dewasa. Kekerasan yang marak terjadi dan menyita perhatian publik adalah kekerasan yang menimpa kaum perempuan. Terutama kekerasan yang terjadi dalam lingkup rumah tangga. Di Indonesia khusunya Kota Malang, telah banyak terjadi tindak kekerasan dalam rumah tangga, menurut data Unit PPA (Pelayanan Perempuan dan Anak) di POLRES Malang Kota, pada Juni 2010 sampai Juli 2013 telah terjadi 193 kasus tindak kekerasan dalam rumah tangga (Data PPA POLRES Malang Kota).

Rumah tangga seharusnya adalah tempat berlindung bagi seluruh anggota keluarga. Pada kenyataannya justru banyak rumah tangga menjadi tempat penderitaan dan penyiksaan karena terjadi tindakan kekerasan (Rika, 2006). Berbagai kondisi tidak menyenangkan dialami oleh perempuan sebagai korban. Hal itu tentunya mempengaruhi kondisi psikologis korban, terlebih lagi jika kekerasan tersebut terjadi secara berkelanjutan. Perubahan kondisi psikologis tersebut bisa dilihat dari tingkah laku korban yang menjadi murung, lebih suka menyendiri merenungi nasib, tidak percaya akan adanya perubahan yang lebih baik dimasa mendatang bahkan merasa tidak memiliki semangat untuk menjalani kehidupan. Keadaan seperti ini menyebabkan korban berpikir bahwa hidup yang dijalani sekarang ataupun dikemudian hari seakan tidak memiliki makna lagi. Penderitaan korban tidak berhenti sampai pada adanya tekanan saja selama mendapat tindak kekerasan. Kehilangan kepercayaan akan masa depan yang lebih baik daripada masa sekarang turut memperburuk kondisi psikologis korban. Kondisi ini berperngaruh pada lunturnya kekuatan spiritual korban yang berujung pada hilangnya arah dan tujuan hidup.

Berikut adalah pernyataan dari seorang korban kekerasan dalam rumah tangga yang pernah mengadukan suaminya ke Unit PPA POLRES Malang Kota,

“Saya itu merasa, kenapa semuanya itu bertentangan sama keinginan saya. Saya itu ingin anak saya nurut sama saya, suami saya baik sama saya bukannya terusan nyakitin saya. Saya itu kadang merasa saya ini hidup sia- sia saja, sebenarnya untuk apa sih hidup saya, kasian orang tua saya punya anak kayak saya. ” (wawancara subjek 2 Oktober 2013)

Pernyataan tersebut menunjukkan bahwa subjek merasa kenyataan yang terjadi dalam hidupnya tidak sesuai dengan keinginannya, termasuk kekerasan yang dilakukan suaminya. Hal tersebut membuat subjek merasa hidupnya tidak memiliki makna lagi. Pada kasus ini, subjek mengalami masa- masa krisis saat ia menerima segala perlakuan kasar suaminya. Pada saat subjek berada dalam situasi puncak kritisnya, subjek merasa diperlakukan secara tidak adil sehingga ia memutuskan untuk melaporkan suaminya ke pihak berwajib. Pada situasi ini, subjek mencari keadilan atas dirinya. Dalam kondisi ini subjek mencoba menghayati makna hidupnya dengan pencapaian keadilan dan terbebas dari tekanan yang diberikan oleh suamiya. Setelah mengadukan kasusnya ke lembaga hukum, subjek mempertimbangkan kembali keputusannya tersebut. Akhirnya subjek memutuskan untuk mencabut kembali gugatannya. Hal ini mengindikasikan bahwa subjek masih belum mampu untuk memaknai hidup sepenuhnya, ia merasa masih membutuhkan suaminya. Keputusan untuk mencabut gugatan tersebut berarti memberi kesempatan untuk kekerasan terjadi kembali. Dalamnya penderitaan yang dialami subjek dalam kehidupan rumah tangganya, dimungkinkan menimbulkan kondisi ketertekanan psikologis hingga mengakibatkan hilangnya semangat, harapan dan tujuan hidup. Bahkan, tidak ada lagi kepercayaan akan masa depan yang lebih baik dan berdampak pada hilangnya kebermaknaan hidup (Ainun, 2010 : 21)

Sejalan dengan penelitan ini, permasalahan hidup yang dialami oleh subjek adalah disebabkan karena terjadinya kekerasan dalam rumah tangganya. Pada kasus ini, peneliti mencoba mengungkap alasan subjek mencabut kembali gugatannya. Peneliti ingin menggali motif yang melatarbelakangi keputusan subjek untuk kembali ke masa krisis setelah mencoba untuk mencapai keadilan yang berujung pada pemaknaan hidupnya. Suatu kondisi yang tidak menyenangkan dan menimbulkan ketertekanan psikologis tentunya telah dirasakan subjek sebagai korban, namun ia memilih bertahan dengan keadaan tersebut. Berdasarkan permasalahan tersebut peneliti tertarik untuk menggali pergolakan makna hidup yang terjadi pada diri korban dan tahapan yang dilaluinya untuk menemukan makna hidupnya.

Kajian Pustaka

1.Kebermaknaan hidup

Kebermaknaan hidup menurut Frankl adalah pengalaman yang di dapatkan dengan cara merespon lingkungan, menemukan dan menjalankan tugas dari kehidupan yang unik, dan dengan membiarkan dirinya mengalami sendiri dengan atau tanpa panggilan Tuhan.

Pendapat Frankl tersebut terinspirasi dari pengalamannya selama menjadi tawanan Yahudi di Auschwitz dan beberapa kamp konsentrasi NAZI lainnya. Setiap hari ia menyaksikan tindakan- tindakan kejam, penyiksaan, penembakan, pembunuhan masal di kamar gas atau eksekusi dengan aliran listrik. Pada saat yang sama, ia juga melihat peristiwa- peristiwa yang sangat mengharukan ; berkorban untuk rekan, kesabaran yang luar biasa dan daya hidup yang perkasa.

Selama jadi tahanan, dia melihat bahwa orang- orang mujur yang dapat bertahan hidup adalah mereka yang memiliki visi tentang masa depan ––apakah itu berupa cita- cita yang ingin mereka raih maupun orang- orang tercintayang sedang menunggu mereka kembali. Inilah yang membuat mereka bertahan melawan penderitaan (Bastaman,2007 : 14).

Tapi yang paling menggugah perenungannya adalah kenyataan bahwa arti kehidupan hanya dapat ditemukan di dalam penderitaan hidup itu sendiri :

Di dalam hidup yang penuh penderitaan masih ada tujuan, walaupun tidak member kesempatan pada kreativitas dan kesenangan dan hanya memberi satu kemungkinan, yaitu bagaimana menjalaninya dengan menjunjung tinggi perilaku bermoral, yaitu sikap seorang laki- laki menghadapi eksistensinya dan eksistensi kekuatan eksternal yang mengikat dan menindasnya… Tanpa penderitaan dan kematian, kehidupan manusia belum bisa dikatakan sempurna(George, 2007 : 382)

Berdasarkan beberapa penjelasan diatas dapat ditarik kesimpulan bahwasannya kebermaknaan hidup atau makna hidup merupakan keadaan dimana orang tersebut merasa bahagia dan bebas dari kecemasan hal ini ditandai dengan adanya target atau tujuan hidup yang memotifasi kehidupan itu sendiri, biasanya hidup yang bermakna dicapai setelah seseorang menggalami penderitaan dan pengorbanan.

Makna hidup setiap individu akan berbeda antara satu dengan yang lainnya, karena setiap individu mempunyai pandangan yang berbeda dalam memaknai kehidupannya. Oleh karena itulah yang terpenting dari sebuah makna bukanlah makna secara umum akan tetapi khusus individu pada satu waktu dan tempat tertentu.

2.Proses pencapaian makna hidup

Ada beberapa tahap penemuan makna hidup, yang terdiri dari lima kategori yakni sebagai berikut :

a)Tahap derita (peristiwa tragis, penghayatan tanpa makna)

Dalam tahap ini, individu berada dalam kondisi hidup yang tidak bermakna.Bisa jadi ada peristiwa tragis atau kondisi yang tidak menyenangkan.

b)Tahap penerimaan diri (pemahaman diri, pengubahan sikap)

Pada kondisi ini muncul kesadaran diri untuk menjadi lebih baik. Kesadaran ini biasanya muncul diakibatkan perenungan, hasil dari konsultasi, mendapat pandangan dari orang lain, hasil do’a dan ibadah, belajar dari pengalaman orang lain atau peristiwa- peristiwa tertentu yang secara dramatis selama kehidupannya.

c)Tahap penemuan makna hidup (penemuan makna dan penentuan makna hidup)

Individu sadar akan hal- hal yang sangat penting dalam kehidupannya yang kemudian diterapkan sebagai tujuan hidup. Hal- hal penting tersebut bisa berupa nilai- nilai kreatif seperti berkarya, nilai- nilai penghayatan seperti keindahan, keimanan, keyakinan dan nilai- nilai serta sikap yang tepat dalam menghadapi kondisi yang tidak menyenangkan (Bastaman, 1996 : 134).

3.Kekerasan dalam rumah tangga (KDRT)

Pengertian kekerasan dalam rumah tangga menurut Pasal 1 Undang- Undang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga sebenarnya adalah:

Setiap perbuatan pada seseorang, terutama perempuan yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, seksual, psikologis dan / atau penelantaran rumah tangga termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan, atau perampasan kemerdekaan secara melawan hukum dalam lingkup rumah tangga. (Undang - Undang RI Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tamgga : 2)

Metode Penelitian

Dalam penelitian ini peneliti menggunakan pendekatan kualitatif. Adapun jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi kasus. Penelitian kualitatif yang dilakukan dalam penelitian ini adalah studi kasus life history kebermaknaan hidup pada korban tindak kekerasan dalam rumah tangga. Peneitian kasus life history dilakukan untuk mendapatkan pengertian yang mendalam mengenai situasi dan makna suatu objek yang diteliti. Studi kasus life history ini mencoba mengungkap secara lengkap biografi subjek sesuai dengan tahapan dan proses kehidupannya.Dalam penelitian ini, subjek yang digunakan adalah subjek tunggal. Subjek adalah korban kasus kekerasan dalam rumah tangga yang pernah melapor ke PPA POLRES Malang Kota.

Hasil Penelitian

Temuan dan data yang di dapatkan oleh peneliti dengan metode wawancara dan observasi. Berdasarkan hasil wawancara dan observasi tersebut subjek mengalami banyak permasalahan dalam hidupnya terutama kehidupan rumah tngganya. Berbagai permasalahan tersebut membuat subjek tidak mampu menyelesaikan permasalahan dengan baik. Subjek biasa menghadapinya dengan membiarkan saja perilaku suaminya dan menerima dengan pasrah. Proses penyelesaian yang dilakukan adalah dengan melaporkan suaminya ke kantor polisi, namun pada akhirnya subjek tidak lagi melanjutkan kasusnya dan memaafkan suaminya. Adapun proses penemuan makna hidup yang dialui oleh subjek sebagai berikut :

Dari skema di atas dapat diketahui tahap yang dilalui LS untuk menemukan makna hidupnya, yaitu :

a.Tahap derita atau masa krisis (penghayatan tanpa makna) yang diakibatkan oleh kekerasan dalam rumah tanggga yang dilakukan oleh suaminya.

b.Tahap penerimaan diri (pemahaman diri dan pengubahan sikap) yang ditunjukkan dengan sikap pasrah dan berusaha bersabar dengan perlakuan suaminya.

c.Terbelenggu dalam masa krisis (berusaha mencari makna dalam belenggu penderitaan) yang berisi ketidakberdayaan LS untuk melawan dan mencoba mencari sisi- sisi positif dalam usahanya untuk bertahan dalam rumah tangganya.

d.Tahap penemuan makna (penemuan makna melalui harapan- harapan) yang berupa keyakinan akan perubahan yang lebih baik bahwa segala keburukan yang ia balas dengan kebaikan kelak akan membawa kebaikan pula baginya. Selain itu ia juga memikirkan masa depan anak- anaknya sehingga ia fokus pada perkembangan anaknya. Hal terpenting bagi LS adalah tanggungjawabnya terhadap orangtua yang telah membesarkannya.

Tahap- tahap penemuan makna hidup yang dialui oleh LS ternyata berbeda dengan tahap- tahap yang dilalui kebanyakan orang yang juga berusaha menemukan makna hidupnya.Hal ini dapat dibandingkan antara tahap yang peneliti temukan pada LS dan tahap yang digambarkan oleh Bastaman.

BastamanSubjek LS

Gambar diatas merupakan tahap- tahap yang dilalui seseorang untuk menemukan makna hidupnya.Gambar tersebut menunjukkan adanya perbedaan antara penemuan makna hidup pada teori Bastaman dan pada temuan subjek LS.Adanya perbedaan tersebut tentunya dipengaruhi oleh perbedaan masing- masing individu yang melalui tahap penemuan makna hidup tersebut.Makna hidup seseorang dipengaruhi oleh pengalaman- pengalaman dalam hidupnya.

Penelitian ini menawarkan pandangan berbeda tentang makna hidup. Perbedaannya terletak pada tahapan pencarian makna hidup dan situasi puncak penemuan makna hidup. Konsep Bastaman menggambarkan proses pencapaian makna hidup diawali dengan massa kisis atau tahap derita. Setelah itu tahap penerimaan diri yang berisi pemahaman diri dan pengubahan sikap. Dari pengubahan sikap, seseorang mulai mencoba menerapkan perilaku atau sikap untuk merealisasikan makna hidupnya. Inilah yang melahirkan makna hidup seseorang yang kemudian disebut tahap penemuan makna hidup yang berisi penemuan makna dan penentuan makna hidup. Pada temuan penelitian ini menunjukkan perbedaan pada tahapan dan situasi dimana LS menemukan makna hidupnya.LS mengalami masa krisis, kemudian tahap penerimaan diri yang juga berisi pemelaman diri dan pengubahan sikap. Pengubahan sikap ini dilakukan dengan pengubahan persepsi terhadap penderitaan yang ia alami. Hal ini berarti ia bertahan dalam penderitaan. Melalui ruang penderitaan tersebut, ia berusaha mencari makna hidup yang masih bisa ia perjungakan yaitu dengan harapan- harapan yang ia miiki.

Perbedaan konsep pencapaian makna disini ialah antara keputusan untuk keluar dari penderitaan dengan keputusan bertahan dalam penderitaan. Makna hidup dapat dicapai dengan kedua hal tersebut. Hal ini sejalan dengan inti ajaran Logoterapi yang menyatakan bahwa hidup itu bermakna dalam kondisi apapun, kita memiliki “kehendak hidup bermakna” dan menjadi bahagia hanya ketikakita merasa telah memenuhinya, dan kita memiliki kebebasan dengan segala keterbatasan untuk memenuhi makna hidup kita (Bastaman, 1996 : 16). Dalam upaya memenuhi makna hidup, harapan dapat menjadi sarana untuk menuju mencapainya. Pengharapan mengandung makna hidup karena adanya keyakinan akan terjadinya perubahan yang lebih baik, ketabahan menghadapi saat buruk ssat ini dan sikap optimis menyongsong masa depan. Harapan adalah keyakinan akan terjadinya hal- hal yang baik atau perubahan yang menguntungkan dikemudian hari. Harapan ––sekalipun belum tentu menjadi kenyataan –– memberikan sebuah peluang dan solusi serta tujuan baru yang menjanjikan yang dapat menimbulkan semangat dan optimis (Bastaman, 2007 : 50).

Puncak dari perbedaan antara teori dan temuan penelitian terletak pada tahap akhir penemuan makna hidup seseorang. Jika konsep Bastaman menunjukkan bahwa seseorang menemukan makna hidup dengan bertindak atau merealisasikan makna hidupnya, sedangkan temuan penelitian menunjukkan seseorang menemukan makna hidup dengan sebuah harapan, maka penelitian ini telah menemukan hal baru bahwa tahap pencapaian makna hidup tidak hanya dalam bentuk tindakan namun juga harapan yang dapat memberi semangat untuk hidup yang lebih baik.

Kesimpulan

Tahap penemuan makna hidup yang dilalui oleh istri yang merupakan korban kekerasan dalam rumah tangga adalah sebagai berikut :

a.Tahap derita atau masa krisis (penghayatan tanpa makna)

b.Tahap penerimaan diri (pemahaman diri dan pengubahan sikap)

c.Terbelenggu dalam masa krisis (berusaha mencari makna dalam belenggu penderitaan)

d.Tahap penemuan makna (penemuan makna melalui harapan- harapan)

Daftar Pustaka

Ainun Fatwa, Ainun. 2010. Kebermaknaan hidup Narapidana yang Mendapat Vonis Hukuman seumur hidup di Lembaga pemasyarakatan Kelas I Madiun. Skripsi Universitas Sebelas Maret Surakarta

Bastaman, H.D. 1996. Meraih Hidup Bermakna, Kisah Pribadi dengan Pengalaman Tragis. Jakarta : Paramadina

Bastaman, H.D. 2007. Logoterapi Psikoogi untuk Menemukan Makna Hidup dan Meraih Hidup Bermakna. Jakarta : PT Raja Grafindo Persada

Boeree, George. 2007. Personality Theories. Inyiak Ridwan Muzir. Yogyakarta : Ar Ruzz Media

Djannah, Fathul . DKK. 2002. Kekerasan tehadap Istri. Yogyakarta : PT. LKiS Pelangi Aksara

Frankl, Victor E. 2004. Man’s Search for Meaning (Mencari Makna Hidup). Lala Hermawati Dharma. Bandung : Nuansa Cendekia

Hadiati Soeroso, Moerti. 2010. Kekerasan dalam Rumah Tangga Dalam PerspektifYuridis- Viktimologis. Jakarta : Sinar Grafika

K Yin, Robert.2002. Studi Kasus Desain dan Metode. M Djauzi Mudzakir. Jakarta : Rajawali Pers

Rahman, Abdul. 2010. Kekerasan dalam rumah tangga versus budaya patriarkhi : Jurnal Al Risalah. 10, 192- 193

Saraswati, Rika. 2006.Perempuan dan Penyelesaian Kekerasan Dalam Rumah Tangga. Bandung : PT Citra Aditya Bakti

Sternberg, Robert J. Jordan, Jennifer. 2005. A Handbook ofWisdom. Cambridge : University Press

Sugiyono. 2011. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R & D. Bandung : Alfabeta

Undang - Undang RI Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tamgga. Jakarta: Sinar Grafika


Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun