Pagi hari dia ngajar di sekolah, sore harinya dia privat di rumah. Selain itu dia  masih nyambi jualan online. Berusaha semaksimal mungkin yang penting halal.
Pagi-pagi sekali dia harus bangun menyiapkan sarapan, membersihkan rumah, mencuci baju. Selain pekerjaan yang menyita tenaga, dia juga harus pintar-pintar bagi waktu ke sekolah, datang ke terapis, juga control ke rumah sakit. Â
Di sela-sela kepenatan tersebut, hanya pasrah dalam diam, menunduk di keheningan malam mengadukan semua nasibnya kepada yang Maha Agung, kiranya dikuatkan dalam menghadapi cobaan. Terkadang dia menangis karena tidak bisa memahami apa yang diminta suami, merasa lelah namun tak bisa berbuat banyak, selain menerimanya bahwa ini bagian hidup yang harus ia jalani. Â
Saat ada orang bilang, bawa ke orang pintar, bawa ke Kyai, bawa ke dokter, bawa ke terapi dan lain-lain. Apapun informasi yang ia terima selama masih ada biaya semuanya diusahakan demi mendapatkan kesehatannya kembali. Hingga pada akhirnya harus jual mobil, jual rumah miliknya yang ada di kampung dan lain sebagainya.
Hidup di kota tentu nafsi-nafsi, berbeda dengan di kampung yang masih mengenal tetangga kanan dan kiri. Sedangkan di kota terkadang sebelah rumah saja tidak akrab karena jarang ketemu. Sehingga apa yang menjadi urusan keluarga adalah miliknya sendiri, terkadang segan jika minta tolong pada tetangga.
Berikut sikap yang harus dimiliki seorang caregiver :
Sabar adalah hal yang sering kita dengar. Kata itu seringkali terlontar kepada orang yang tertimpa musibah. Kata itu memang pantas diucapkan sebagai penyemangat sekaligus penenang bagi kawan, saudara maupun keluarga.
Namun, sabar akan sulit dilakukan pada orang yang belum menerima apa yang menjadi takdir Tuhan. Â pada hakekatnya sabar adalah menerima dengan ihlas apa yang menimpa kita sedangkan kita tidak menghendakinya.
Misalnya apa yang terjadi pada suami Maya adalah bukan kehendaknya, namun dia harus menerima kenyataan itu dengan ihlas karena itu sudah menjadi ketetapanNya.