Sejak tahun 2021 KTP (Kartu Tanda Penduduk) saya berstatus cerai mati. Status ini mengusik hati saat itu. Dulu berstatus kawin dan sekarang cerai mati. Saya lebih nyaman dengan status cerai mati dari pada bertuliskan janda.
Sejak kematian suami, saya menjadi single parent. Saat itu anak pertama baru saja lulus kuliah, yang kedua kedua, masih kuliah semester 5 dan yang paling bungsu baru duduk di Taman Kanak-kanak. Masih memiliki tanggung jawab besar yang harus saya emban saat itu.
Menjadi orangtua dari seorang gadis, tentu mempunyai beban tersendiri, minimal jika berada di lingkungan pedesaaan harus segera menikahkan anak yang sudah cukup dewasa.
Beruntung saya menjadi pribadi yang tegar sekaligus tegas. Masalah demi masalah selalu mampir dalam perjalanan saya.
Segera mendapat mantu dan menikahkan dengan orang yang tepat untuk menjadi imam di masa depannya, adalah harapan saya. Alhamdulillah setelah seribu hari wafatnya almarhum suami, putri saya mendapatkan jodoh.
Pernikahan pun kami laksanakan, sederhana penuh kebehagiaan. Alhamdulillah saya mendapatkan orang-orang yang dengan tulus membantu, tetangga, teman dan kerabat yang empati dengan posisi saya, sehingga pernikahan berlangsung lancar dan hidmat.
Setelah menyelesaikan tugas utama, menikahkan putri saya yang sudah cukup dewasa untuk membina rumah tangga, saya harus menyelesaikan tugas kedua yaitu membiayai putri saya yang kedua, saat itu masih duduk di semester 5. Otomatis biaya kuliah menjadi tanggung jawab saya sepenuhnya
Semenjak ditinggal ayahnya, putri saya mengajukan keringanan biaya UKT, dan disetujui kampus sehingga biaya kuliah lebih ringan. Tahun demi tahun dijalaninya sehingga dia berhasil menyelesaikan S1 jurusan ahli gizi.
Setelah menyelesaikan S1 dia berniat mengambil profesi ahli gizi 1 tahun lagi. Menurutku biaya cukup besar. Bismillah saya yakin Allah akan membukaan pintu rezeki bagi orang-orang yang menuntut ilmu. Sekarang pembelajaran sudah selesai, tinggal menunggu ujian kompetensi saja.
Mengatur biaya hidup secara ekonomis
Sejak menyandang single parent, saya lebih fokus pada pekerjaan dan kegiatan sosial kemasyarakatan, berorganisasi dan aktif pada majlis taklim. Bagi saya dengan berkegiatan pikiran lebih terbuka dan melupakan kesedihan.
Dengan gaji guru tiap bulan dan gaji pensiun saya memenuhi kebutuhan hidup dan biaya kuliah anak-anak. Saya bisa memilah dan memilih mana kebituhan mendesak dan mana yang harus ditangguhkan. Biaya kuliah adalah kebutuhan yang urgen yang harus saya utamakan.
Saya cukup menikmati kehidupan saya yang baru, setiap keputusan yang sebelumnya harus berizin pada suami, sekarng tidak lagi. Anak-anak sudah cukup dewasa sehingga saya bisa mengajaknya untuk berdiskusi bersama.
Misalnya saat saya akan mengadakan persiapan mantu, semua sudah cukup dengan anak-anak. Alhamdulillah mereka bisa diajak musyawarah dan berdiskusi. Anak sulung sudah bekerja, dia masuk CPNS tahun 2022, setahun setelah almarhum suami pulang kerahmatullah.
Tuhan Maha Bijaksana atas segala takdirnya. Pasca suami meninggal Allah memberikan hadiah dengan masuknya anak sulung menjadi ASN. Hidup sekadar menjalankan takdir, menerimanya adalah sebuah keniscayaan.
Duka dan bahagia adalah takdir yang berganti. Saya yakin Tuhan telah merencanakan yang terbaik, apapun yang terjadi adalah kehendaknya. Dia adalah penentu nasib semua mahluknya.
Sudah lima tahun saya menjalani single parent, bahkan saat ini saya telah bercucu. Anak saya yang kedua sudah menyelesaikan kuliahnya. Sekarang saya tinggal membiayai si bungsu yang masih duduk di bangku sekolah dasar. Saat ini dia duduk kelas 5 Sekolah Dasar.
Berikut ini sikap yang sebaiknya dimiliki seorang single parent
Mampu menjaga diri
Seorang single parent akan selalu ada godaan dari pihak lain, utamanya para pria yang sengaja atau tidak sengaja menggoda. Baik serius maupun hanya berkelakar yang sifatnya gurauan. Untuk itu tetap bersikap sopan dan mengambil sikap tegas supaya tetap terhormat.
Jangan sampai keadaan yang sendiri ini menjadi kesempatan bagi mereka yang hanya akan melecehkan martabat perempuan. Bersikap tegas dan bertindak waras menjadi kunci supaya kita perempuan tidak direndahkan dan dipandang sebelah mata.
Pernah ada seseorang yang dengan sengaja secara sopan menyampaikan maksud dan tujuannya, ada juga yang hanya menggoda. Untuk itu kita harus bisa menjaga diri, agar kehormatan perempuan tetap terjaga dan berwibawa. Saat kita bersikap sopan maka orang lain akan segan.
Mandiri dan tidak cengeng
Saat memutuskan untuk menjalani hidup sendiri dan tidak berkeinginan menikah lagi maka single parent harus bisa mandiri. Bersikap optimis dan semangat menjalani kehidupan bersama anak-anak.
Saat ini prioritas saya adalah masa depan anak-anak maka segala bentuk doa dan ikhtiar selalu saya tujukan untuk kebahagiaan dan suksesnya mereka.
Setiap orang pasti mempunyai masalah. Masalah akan selalu datang silih berganti. Tuhan memberikan masalah sesuai dengan kemampuan hambanya. Jadi janganlah putus asa, bertindak cengeng dan gampang mengeluh.
Semua yang terjadi adalah kehendak Allah. Menghadapinya dengan sabar dan tawakkal adalah pilihan terbaik.
Jika telah memutuskan hidup menjadi single parent berarti harus menerima risiko yang harus dihadapi. Mandiri, tegar dan kuat adalah stamina yang harus dipenuhi. Karena hidup adalah perjuangan yang tiada berahir. Maka perjuangkan hiduomu untuk mencapaia kebahagiaan.
Menjalin kedekatan dengan anak
Saat seseorang memilih tidak bersuami atau tidak beristri dan menentukan jalan hidupnya menjadi orangtua tunggal maka anak adalah satu-satunya unsur keluarga yang paling pokok. Untuk itu menjalin kedekatan secara inten harus diupayakan.
Anak menjadi satu-satunya milik dan harapan masa depan. untuk itu saling terbuka, saling sharing terkait apapun berkenaan dengan aktivitas sehari-hari sangat diperlukan. Saling menjaga dan menghormati satu dengan yang lain menjadi sebuah keharusan.Â
Menjalin komunikasi yang baik, terbuka dan jujur pada setiap situasi akan mengurangi beban dan tanggung jawab sebagai kepala rumah tangga sekaligus Ibu rumah tangga, karena mereka sudah memahami dan mengerti kondisi keluarga sejak awal.
Optimis menatap masa depan
Menjadi single parent bukanlah pilihan sejak awal. Setiap orang pasti akan menginginkan cita-cita yang mulia hidup berumah tangga sampai kakek-kakek, nenek-nenek. Namun, dengan berjalannya waktu terkadang Tuhan berkehendak lain, salah satu diantara kita akan menghadap pada sang Khalik.
Apa daya, jika Allah menghendaki tak ada yang bisa mengundurkan dan memajukan kematian. Semua sudah di atur, kita hanya bisa menjalankan takdir dengan lapang.
Demikian juga bagi mereka yang menjadi single parent karena perpisahan dengan suami atau istri, itupun bukan pilihan sejak awal. Berpisah dengan orang yang pernah mengisi hidup kita tentu sangat berat. Mungkin dengan berpisah menjadi jalan terbaik dalam kehidupan selanjutnya.
Untuk itu apapun alasannya saat sudah menjalani takdir single parent, kita harus optimis menatap masa depan. Masih ada kebahagiaan menanti, masih ada harapan yang cemerlang. Masa depan menjadi milik semua orang, demikian juga kebahagiaan berhak singgah kepada siapa saja yang mau mendapatkannya.
Selalu optimis dan jangan pernah putus asa karena masa depan yang cemerlang hanyalah milik orang-orang yang mau berusaha dengan sungguh-sungguh.
Salam sehat selalu, semoga bermanfaat.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI