Mohon tunggu...
Fajrin Al Khomsa
Fajrin Al Khomsa Mohon Tunggu... -

Seorang Indonesia yang menolak dijajah dalam bentuk apapun

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Jual Beli Blanko E-KTP, Jual Beli Kedaulatan

7 Desember 2018   15:35 Diperbarui: 7 Desember 2018   16:11 346
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
orangindonesiabahagia.blogspot.com

Sampailah kita di mana identitas sebagai warga negara aseli Indonesia sudah kalah penting dengan motor-motoran, meteran listrik, kaos oblong bahkan sandal jepit.

Memang ada hubungannya? ADA

Kita warga negara Indonesia sedang diberi waktu untuk belajar atau tepatnya sedang dipaksa belajar tentang kualitas dan kelas. Masa saat kita harus melihat dan mengalami kejadian, peristiwa, kekacaan, tipu daya, bahkan pemboodohan yang hqq.

Buat apa sih? Buat menyambut era baru dari kualitas dan kelas kita sebagai bangsa dan negara sebagaimana posisi dan level kita seharusnya didunia Internasional according to kekayaan alam dan peradaban kita. Waktu-waktu direzim yang sudah carut marut tanpa ampun ini harus benar-benar kita sadari dan segera manfaatkan untuk belajar menghadapi level terendah yang pernah kita alami dalam pemerintahan sepanjang sejarah setelah kemerdekaan.

Ketidakberesan yang cenderung norak, dapat dan wajib kita jadikan sebagai pengingat agar dipemerintahan yang baru tahun depan kita sudah menghabiskan jatah geleng-geleng kepala karena sebal akan kondisi yang bila tidak bicara soal takdir sebenarnya tidak perlu terjadi. Karena kita semua punya cita-cita yang sama untuk menjadi negara maju, diam ditempat saja sudah salah besar apalagi kita sedang mengalami banyak kemunduran seperti sekarang ini.

Saking herannya, setelah dahi saya berhenti berkerut sedetik setelah membaca info adanya blanko E-KTP yang diijual secara online dan offline, saya tidak bisa menahan tawa. Ini adalah moment dimana hal bodoh, jahat, tidak becus, norak, miris dan lucu berkomplot dalam satu kejadian. Apa sih ini!

Mungkin terkesan biasa saja, mungkin juga tidak ada artinya bagi sebagian orang. Namun kejadian yang melahirkan kata konyol baru dari pembantu-pembantu presiden, yaitu ISENG, ini merupakan salah satu kejahatan yang mengandung efek jangka panjang dan sangat berbahaya seberbahaya kataTAK ELOK untuk menanggapi kasus kejahatan keji pembunuhan dan teror oleh pemberontak. 

Ini adalah kejadian sebagai tanda bahwa ketidakmampuan atau bahkan kelebihan dari rezim ini terbuka dihadapan kita semua. Ini adalah potret ketidakmampuan pemerintah dalam menjaga kualitas negara lewat kesakralan dokumen yang mestinya sudah seperti oksigen dalam kehidupan status sebagai warga negara yang aseli. Ini juga gambaran jelas kelebihan rezim ini hanyalah memproduksi sensai atas kejanggalan dan kesiapan untuk segera purna tugas alias diganti.

Siapa bisa jamin ini tidak ada hubungannya dengan data 31 juta DPT yang masih jadi misteri bagi akal sehat demokrasi kita. Kenapa data kependudukan seperti barang mainan begitu saja saat ini. Sebegitu tidak kuatkah pengawasan dokumen negara yang sangat sakral bagi banyak sendi kehidupan kita, bangsa Indonesia ini. 

Kita jadi gila bila sampai tidak sadar bahwa masih ada saudara-saudara kita yang hingga kini masih belum mendapatkan hak nya memiliki identitas sah sebagai warga negara aseli. Tapi di sisi lain, ada blanko resmi yang akan menjadi sumber informasi penting dalam proses mendapatkan identitas itu malah beredar tak semestinya.

Adanya kecurigaan sebagian orang dalam masa menjelang pemilu tahun depan ini dengan data kependudukan yang juga tak kunjung beres sangat-sangat masuk akal. Ditambah konsentrasi dan urgensi pemerintah sudah semakin sering salah parkir. Sibuk dan gercep dalam urusan yang sebenarnya bukan prioritas (sekedar seremoial dan bahan nampang) dan malah terlalu santai dan kadang abai dengan yang fundamental, contohnya iseng dan tak elok tadi.

Kita lihat juga efek lain yang tidak kalah merugikan negara dengan lemahnya pengelolaan dokumen penting khusunya yang berkaitan dengan E-KTP.

Potensi kerugian akibat pemalsuan E-KTP tidak hanya terkait dengan isu politik, hukum dan demokrasi saja. Namun juga terkait erat dengan isu ekonomi dan bisnis. Saya memperkirakan setiap 1.000 jumlah pemalsuan E-KTP yang berhasil dilakukan, kerugian ekonomi yang ditanggung dunia usaha kira-kira setara dengan satu miliar rupiah per-tahun.

Kerugian ini bisa lebih besar lagi jika dugaan bahwa E-KTP palsu ini juga ternyata digunakan oleh para tenaga kerja asing dan imigran ilegal yang masuk ke Indonesia bisa dibuktikan. Setiap 1.000 warga negara asing (WNA) yang bekerja dan berusaha di Indonesia secara ilegal bisa mengurangi penerimaan yang seharusnya dinikmati oleh pekerja dan pengusaha lokal sebesar seratus miliar rupiah per-tahun.

Hal tersebut saya kutip dari tulisan PUNCAK GUNUNG ES PENJUALAN BLANGKO KOSONG E-KTP? Oleh Harryadin Mahardika, Pengamat Kebijakan Publik yang saya dapat dari salah seorang rekan di WA. Sangat masuk akal dan kita harus sewaspada mungkin dalam hal ini. Sebagian besar rakyat sudah sadar, tahun depan pada 17 april merupakan momentum paling pas untuk kita mempertahankan dengan sekuat tenaga langkah kita untuk melanjutkan dan mewujudkan mimpi para pendiri bangsa. Tidak ada kata menunggu lagi. Ini hanya satu dari banyak kejanggalan yang akan jadi misteri hingga akhir waktu bila kita tidak sigap dan membiarkan cara-cara picik yang tidak ingin kita berdiri sebagai begara yang maju dan hebat.

Sekecil apapun upaya nya, tidak boleh kita anggap remeh. Jadikan sebagai acuan dan kewaspadaan untuk cermat mengawal jalannya demokrasi hingga kehidupan perekonomian negara serta banyak sektor lain. 

Kecurangan yang telah dilakukan dan sangat mungkin berlangsung dari dulu bisa saja seperti yang telah disampaikan Haryadin Mahardikaa seperti diatas, kecurangan selanjutnya bisa dalam pesta penentu masa depan kita empat bulan lagi. Kita harus jadi tangan-tangan untuk mempertahankan setiap satuan dari keutuhan kedaulatan kita. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun