Mohon tunggu...
Rumah Kata
Rumah Kata Mohon Tunggu... Editor - study club

Bergerak di bidang opini, essai, dan konten writing

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Modernitas Indikasi Demokrasi yang Keropos

26 November 2019   23:29 Diperbarui: 27 November 2019   04:41 380
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber foto: Kabarsbi.com (Ilustrasi)

Diam-Diam Sedang Mendambakan
Jika berangkat dari perspektif demokrasi rasional yang dikatakan Nietzche, hal ini bahkan menjadi 'aib' bagi negara adidaya yang diklaim sebagai perwakilan terbaik negara demokrasi di dunia.

Sejak Francis Fukuyama menerbitkan bukunya "The End  of History and The Last Man", dalam tulisannya menjelaskan demokrasi liberal merupakan muara akhir dari perjalanan peradaban manusia, dengan spontan dunia seketika dikagetkan oleh sosok Donald Trump yang tak pernah lepas dari kejadian yang memancing kontroversial, ketika dirinya maju sebagai calon presiden Amerika Serikat tahun 2016 lalu.

Karena dirinya sering mengeluarkan beberapa wacana agama dalam berbagai kesempatan kampanyenya. Yang menariknya, Trump justru mendapatkan banyak suara di berbagai negara bagian.

Saya menilai dari pengalaman Amerika tersebut, walaupun yang dilakukan Trump terbilang intoleran namun apakah peristiwa itu menandai bahwa masyarakat barat sedang mendambakan adanya tuhan dalam peradabannya untuk memahami demokrasi di masa yang akan datang?

Batas pemisah antara agama dan publik harus segera digantikan rasionalitas gaya baru yang bersedia menjadi pemahaman jika agama tidak lagi dianggap elemen yang rapuh untuk menjalankan sebuah sistem demokrasi.

Maka dengan itu, keinginan keberadaan Tuhan menandakan jika renaisans jilid kedua sedang berlangsung. Yang mengantarkan pada suatu waktu iman dan akal saling melengkapi.

Pada level tertentu, justru peran agama bisa membantu untuk penambahan kualitas pemerintahan yang demokratis bebas dari tindakan korupsi, pro-kesejahteraan, profesional, dan visioner.

Jika kita bisa mengambil manfaatnya, hal tersebut membuktikan bahwa akal tidak cukup sebagai solusi terhadap persoalan kesejahteraan bahkan kematian.

Ditulis Alif Yualdi (Anggota Study Club Rumah Kata)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun