Mungkin kalau kita jabarkan dalam bahasa sederhananya kira-kira akan seperti ini :
1.Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Berhak membuat Undang-Undang.
2.Setiap Rancangan Undang Undang (RUU) harus dibahas oleh DPR dan Presiden. Dari pembahasan itu, maka didapatlah Persetujuan Bersama.
3.Jika RUU tidak disetujui oleh bersama,maka RUU itu tidak boleh dibahas lagi/ diajukan lagi ke Persidangan DPR pada Periode DPR yang sedang berjalan.
4.(Ini Poin Krusial). Presiden harus mengesahkan RUU yang telah Disetujui Bersama untuk menjadi Undang-Undang.
Pertanyaannya kemudian, bagaimana kalau RUU tersebut ternyata tidak disetujui bersama? Haruskah Presiden diwajibkan untukmengesahkannya atau menanda-tanganinya?
Entahlah kalau menurut para Pakar Hukum. Tapi kalau menurut pemahaman saya, bila RUU tidak disetujui bersama oleh DPR dan Presiden maka rujukannya kembali ke Ayat 3, yaitu tidak boleh dibahas lagi di sidang DPR pada periode yang sama.
Sedangkan Ayat ke 5, terlihat cukup jelas dan mudah dipahami yaitu :
5.Bila RUU Yang Telah Disetujui Bersama itu tidak disahkan (tidak ditanda-tangani) oleh Presiden, maka 30 Hari setelah disetujui DPRUU itu sudah pasti akan berlaku sebagai Undang-Undang.
Kesimpulan Akhirnya adalah : Kalau memang acuan utamanya adalah UUD 45 Amandemen Pasal 20 Ayat 1 – Ayat 5 UUD 45, maka semua penyelesaian polemic tergantung kepada Presiden.
Kalau Presiden sudah menyatakan setuju atau sepakat dengan UU yang disahkan oleh DPR maka Presiden harus menanda-tanganinya / mengesahkannya sehingga bisa segera diberlakukan.