Mohon tunggu...
Rully Novrianto
Rully Novrianto Mohon Tunggu... A Man (XY) and a Mind Besides Itself

Bukan pakar, pemerhati, pengamat, apalagi figur publik. Tulisan saya lainnya ada di www.rullyn.net

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

MBG Ditolak Sekolah Elit, Gengsi atau Langkah Bijak?

2 Oktober 2025   13:54 Diperbarui: 2 Oktober 2025   13:54 63
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi pemberian MBG ke sekolah (AI generated image with Nano Banana)

Di Tiktok beredar sebuah video sejumlah wali murid dari SDIT Al Izzah, Kota Serang, menolak keras program MBG masuk ke sekolah tersebut. Mereka merasa tidak pantas mendapat MBG, karena para murid Al Izzah berasal dari kalangan berada.

@serangtoday Penolakan keras dari wali murid di sekolah Al Izzah, Kota Serang terhadap program MBG. mereka meminta, agar yayasan tidak asal membuka dapur MBG di sekolah, karena para wali murid merasa MBG cukup untuk siswa yang kurang mampu. #fyp 

Ketika menonton videonya, pikiran saya langsung terbagi dua. Ada suara sinis yang berbisik, "Ah, ini pasti gengsi! Sekolah mahal, muridnya bawa bekal salmon atau wagyu, masa mau disamakan dengan jatah gratis dari pemerintah yang isinya tempe orek? Takut citra eksklusifnya luntur!"

Tapi ada juga suara lain yang lebih pragmatis, yang mengatakan, "Tunggu dulu, bukankah ini justru langkah yang sangat bijak?"

Argumen 1: Gengsi yang Mengalahkan Kebutuhan

Sekolah elit punya standar yang tinggi, bahkan untuk urusan makanan. Mereka mungkin sudah punya kontrak dengan katering tertentu, atau memang mewajibkan siswa membawa bekal dari rumah yang sudah terjamin kualitas dan jenisnya.

Ketika program MBG masuk, ada beberapa kemungkinan:

1.  Isu Kualitas: Meskipun program pemerintah pasti menjamin gizi, sekolah elit mungkin merasa kualitas dan variasi makanan gratis ini tidak "selevel" dengan standar makanan yang biasa dikonsumsi murid mereka.

Ini bukan soal meremehkan, tapi lebih ke mempertahankan comfort zone dan ekspektasi yang sudah terbentuk.

2.  Isu Logistik dan Higiene: Sekolah-sekolah ini punya kantin yang sudah sangat ketat aturannya. Memasukkan sistem distribusi makanan baru bisa jadi rumit, mengganggu jadwal, dan mereka mungkin khawatir tentang konsistensi standar kebersihan dalam skala besar. Apalagi dengan adanya ribuan kasus keracunan akibat mengonsumsi MBG yang sudah basi.

3.  Citra Sekolah: Ya, harus diakui bahwa sekolah elit menjual nilai eksklusivitas. Menerima MBG bisa dilihat oleh sebagian orang tua murid sebagai pengakuan bahwa sekolah tersebut "membutuhkan" bantuan, yang bisa jadi sedikit mengikis citra mandiri dan premium mereka. Saya tidak bilang ini benar, tapi ini adalah realitas persepsi pasar.

Jika penolakan ini murni karena tiga poin di atas, maka ya, kita bisa sebut ini gengsi. Dan itu sedikit menyedihkan, karena fokusnya jadi bukan pada pendidikan atau bahkan gizi, tapi pada image.

Argumen 2: Mengalihkan Bantuan

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun