Hasil akhirnya? Burnout lebih cepat datang. Produktivitas jeblok. Loyalitas menurun. Bahkan, kalau ada kesempatan keluar, pegawai akan melipir tanpa menoleh lagi.
Lalu perusahaan heran kenapa turnover tinggi. Jawabannya? Ya karena manajemen memaksa orang untuk lari maraton di atas treadmill yang terus dipercepat.
Mengapa Orang Memilih Diam?
Di balik semua keluhan yang muncul, banyak juga pegawai yang sebenarnya ingin bicara, tapi memilih diam. Kenapa? Karena risiko retaliasi nyata. Ada HR yang terlalu protektif terhadap reputasi perusahaan, ada atasan yang defensif, bahkan ada budaya kerja yang menganggap mengeluh itu lemah.
Padahal, suara pegawai seharusnya jadi alarm dini. Kalau manajemen benar-benar peka, mereka akan tangkap sinyal itu dan memperbaiki sistem sebelum makin banyak yang resign.
Apa yang Seharusnya Dilakukan?
Mari bicara solusi, bukan cuma curhat. Kalau perusahaan memang butuh nasabah baru, desain program referral yang adil. IT bisa ikut serta, tapi sifatnya opsional, dengan insentif jelas. Kalau berhasil, ada bonus. Kalau tidak, ya kembali ke pekerjaan utamanya.
Selain itu, jobdesc harus diperlakukan serius bukan sekadar formalitas di kontrak kerja. Kalau ada tambahan tanggung jawab, seharusnya dibicarakan, dinegosiasikan, lalu diimbangi kompensasi. Itu baru namanya profesional.
Jangan Menormalisasi yang Salah
Kalau cerita seperti ini terus dibiarkan, lama-lama masyarakat menganggapnya normal. "Ah, kerja di perusahaan besar memang begitu, multi-role sudah biasa." Padahal, normalisasi inilah yang bikin sistem kerja makin tidak sehat.
Karyawan yang seharusnya fokus jadi ahli, malah kehilangan spesialisasi. Perusahaan yang katanya ingin unggul, justru menurunkan standar. Pada akhirnya, semua rugi.
Jadi ketika ada cerita IT dipaksa cari nasabah, itu bukan sekadar bahan gosip di media sosial. Itu cermin betapa rapuhnya manajemen SDM di balik brand besar.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI