Para "Death Angels" datang ke Bumi tanpa aba-aba. Sama seperti LMKN, yang tiba-tiba memberikan surat tagihan royalti ke para pemilik hotel, seperti yang terjadi di Mataram, Lombok.
Kehadiran mereka sering bikin bingung dan takut, seolah-olah mereka entitas asing yang muncul buat nagih uang tanpa penjelasan yang memadai.
Para alien di film "A Quiet Place" memaksa manusia hidup dalam keheningan total. LMKN, secara satir, juga bikin pengusaha berpikir dua kali untuk memutar musik yang harusnya jadi bagian dari bisnis mereka. Mau mutar musik, takut didatangi LMKN. Nggak mutar musik, tempatnya jadi sepi. Dilema, kan?
Ironi di Balik Misi Mulia
Tujuan utama LMKN itu sebenarnya mulia: mengumpulkan royalti buat para musisi dan pencipta lagu. Tapi dalam praktiknya, mereka sering kali kelihatan lebih fokus "berburu" daripada memberi penjelasan yang transparan dan meyakinkan.
Ini menciptakan satire yang pedas: entitas yang seharusnya jadi pelindung hak cipta, malah terasa seperti predator yang menakutkan bagi para pengusaha.
Perbandingan ini saya buat untuk mengkritik bagaimana regulasi royalti musik terasa menakutkan bagi para pelaku usaha kafe dan hotel. Sama seperti keheningan mencekam yang dipaksa oleh alien, kurangnya kejelasan dari LMKN juga bisa bikin "senyap" industri kreatif Indonesia.
Kita cuma berharap ke depannya urusan royalti ini bisa lebih transparan dan adil. Jadi nggak ada lagi cerita-cerita tentang "perburuan" yang bikin takut, tapi semua pihak bisa sama-sama untung dan ekosistem dunia musik Indonesia bisa berkembang dengan sehat.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI