Mohon tunggu...
Ruli Mustafa
Ruli Mustafa Mohon Tunggu... wiraswasta -

THE TWINSPRIME GROUP- Founder\r\n"Jangan lihat siapa yang menyampaikan, tapi lihat apa yang disampaikannya" (Ali bin Abi Thalib ra). E-mail : hrulimustafa@gmail.com. Ph.0818172185. Cilegon Banten INDONESIA

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Etika di Media Sosial

19 November 2017   17:24 Diperbarui: 20 November 2017   07:57 2003
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Lompatan teknologi informasi dewasa ini sangat berpengaruh besar terhadap gaya hidup dan interaksi diantara anggota masyarakat. Tak jarang kemudian timbul persoalan gagap teknologi dan gegar teknologi. Gagap teknologi (gaptek) merupakan fenomena dimana masyarakat tidak atau belum siap menerima perubahan teknologi multimedia sehingga tertinggal dalam hal literasi digital, sedangkan gegar teknologi adalah partisipasi masyarakat di dalam perubahan teknologi namun tidak diiringi oleh etika yang baik, sehingga banyak menabrak rambu-rambu hukum di dunia maya. Sebagian besar kita tentu sudah mengenal UU-ITE dalam hal rambu hukum, namun mengedepankan etika menjadi tugas kita bersama, khususnya bagi mereka para anggota komunitas dunia maya (netizen). Etika di jagad maya atau Netiket (netiquette) adalah penerapan praktis prinsip-prinsip etika dalam berkomunikasi menggunakan internet. Netiket sejatinya harus diterapkan pada komunikasi antara dua orang (one to one communications) dan komunikasi satu orang ke komunikasi kelompok  (one to many communications).  

Dunia maya (cyber world) bukanlah dunia tanpa batas, sehingga kita boleh bebas melakukan apa saja tanpa rambu hukum maupun etika, apalagi di masa kini dimana hampir separuh penduduk Indonesia atau sebanyak 132 juta orang (2016) sudah terhubung dengan internet serta aktif bermedia sosial. Tak jarang bahkan untuk sebagian penduduk dunia maya (netizen) aktivitas buka-tutup akun medsos telah menjadi rutinitas harian selama 24 jam. Media sosial sudah menjadi gaya hidup masyarakat abad ini, dan sangat boleh jadi akan ada lompatan teknologi komunikasi berikutnya, hal ini jelas akan berpengaruh signifikan pada budaya dan etika pergaulan kita sebagai bangsa. Generasi kekinian adalah mereka yang tidak pernah lepas dari penggunaan gadget, dari yang benar-benar serius menggunakan berbagai aplikasi untuk banyak kepentingan,  mulai dari aktivitas belajar mengajar, pekerjaan hingga tujuan komersial (e-commerce), sampai pada mereka yang menggunakan media social sekedar sebagai hiburan belaka. Tentu saja ada sisi-sisi baik dan buruk dari penggunaan media sosial dewasa ini, Sisi baiknya adalah cepatnya akses informasi (Immediate access to information) hingga membantu efisiensi dan efektitas dunia usaha di tataran praktis (A level playing field for business). Selain itu ada pula sisi buruknya, yakni masyarakat berkurang aktifitasnya di dunia nyata, realitas menjadi terbagi, lebih banyak waktu hanya untuk ngobrol kosong (chit chat) alias Talk without action. Sementara hal berikutnya yang potensi merebaknya pelanggaran etiket adalah kemudahan membuka akun media sosial dengan menggunakan informasi fiktif (Hiding behind anonym). Kita melihat banyak contoh dimana etika bermedia social diabaikan. Saling hujat saling sindir dan olok-olok diantara individu maupun kelompok pengguna saat ini masih saja terus berlangsung, termasuk dalam hal menyebarkan berita-berita hoax yang menyulut konflik, entah siapa yang memulai duluan tetap saja fenomena degradasi etika seperti ini harus segara diakhiri. Tentu diperlukan kesadaran yang tinggi dari kita semua untuk mulai santun dan beretika di jagad maya, khususnya di media sosial. Para akademisi dan kaum intelektual juga hendaknya memberikan  contoh nyata kepada masyarakat tentang bagaimana cara bermedia sosial yang baik, jangan malah sebaliknya, hanyut didalam aktivitas media sosial yang kontraproduktif. Saling serang opini yang sesat dan menyesatkan. Kebebasan menyatakan pendapat di jejaring sosial juga patut disadari ada batasannya, apalagi terkait dengan masalah-maslah sensitif di seputar SARA, maka kata kuncinya adalah kita mesti ekstra hati-hati. Jangan sampai konflik di media sosial dibawa-bawa ke ranah nyata. Jika ingin berdebat, maka berdebatlah secara sehat dan ilmiah. Tidak lantas hanyut dalam euphoria perang opini, perang pengaruh hingga perang pemikiran (ghazwul fikri). Adalah tugas para orang tua, guru hingga ulama dan para tokoh public yang harus memiliki sisi keteladanan ini. Jangan lagi terperangkap dengan diskusi yang kontraproduktif serta diskursus yang tidak mencerahkan dan tidak memajukan kapasitas intelektual. Diperlukan keteladanan dari para orang tua dan guru yang turut pula menjadi masyarakat pengguna media sosial. Hentikanlah segala bentuk penyampaian informasi yang belum jelas validitasnya, sehingga memancing kekeruhan hingga konflik-konflik sosial yang merugikan. Kata kuncinya adalah kedepankan etika sopan santun yang sesungguhnya merupakan warisan (legacy) para pendiri bangsa ini sejak dahulu. Mereka yang kerap beropini dan menuliskan status-status yang bermaksud menyampaikan kritikan juga seharusnya diimbangi dengan memberikan solusi-solusi yang mencerahkan dan mencerdaskan, tidak NATO, alias No Action Talk Only. Karenanya Nettiquette menjadi penting dicontohkan oleh semua kalangan yang terdidik. Sudah saatnya pula kini pemerintah lebih proaktif menyosialisasikan dan menerapkan pasal-pasal dalam UU-ITE agar masyarakat jagad maya lebih tertib dalam beraktivitas di jejaring sosial. Tanpa adanya kesungguhan semua pihak menanamkan kebiasaan baik dan etika di media sosial, maka banyak hal yang akan membuat kita rugi, rugi di bidang waktu yang hanya digunakan dalam perdebatan yang tiada ujung sehingga mubazir. Disisi lain  munculnya potensi konflik sesama anak bangsa akibat kesimpangsiuran informasi, hoax dan perang opini yang sesat dan menyesatkan. Karena itu, bermedia sosial lah dengan penuh etika dan kesopansantunan sebagai bangsa yang berbudaya, dan mulai terbiasa dengan memberikan gagasan-gagasan atau ide-ide yang cemerlang serta bermanfaat untuk pembangunan di segala bidang !. (*)

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun