Udang pistol adalah makhluk laut yang tak henti memukau dengan berbagai keunikannya. Kini, studi terbaru menyibak sistem kehidupan sosial mereka yang istimewa.
Pertama-tama, mengapa krustasea tembus pandang ini dijuluki udang pistol?
Udang penggertak (snapping shrimp)Â dari famili Alpheidae ini memang punya "pistol" - capit penghasil gelombang kejut berkecepatan 100 km/jam yang bisa membekukan atau bahkan membunuh lawan.
Tapi, bukan itu saja fitur unik dari hewan yang suka mendiami spons di terumbu karang ini. Ternyata, udang penggertak juga satu-satunya hewan laut yang menerapkan sistem sosial unik bernama eusosial, yakni pembagian kerja sama dalam membesarkan anak secara kolektif.
Eusosial umum ditemukan pada serangga (seperti lebah madu) dan sejumlah mamalia (seperti tikus mondok telanjang), namun tidak pada makhluk laut. Karena itulah, para ilmuwan ingin tahu mengapa udang pistol mempraktikkan sistem sosial ini.
Hasil pengamatan terhadap ratusan udang penggertak dari terumbu karang di Panama, Belize, Kepulauan Bahama, Jamaika, sampai Florida mengungkap temuan awal yang menarik.
Ternyata, udang pistol selalu dalam kondisi siaga: para pejantan dengan capit raksasa dengan sigap berpatroli di sekeliling koloni bak tentara penjaga. Tugas mereka? Melindungi ratu udang yang menetaskan telur.
Selain itu, tersembunyi di pusat setiap koloni adalah anak-anak udang yang dijaga ketat oleh para udang dewasa sampai mereka kuat. Pada gilirannya, anak-anak yang sudah besar ini akan menjadi pelindung generasi berikutnya.
Sally Bornbusch, pakar antropologi evolusi di Duke University yang bertahun-tahun menganalisis lebih dari 300 ratu udang penggertak, menemukan mekanisme unik terkait kemampuan seekor ratu udang untuk reproduksi dan melindungi diri.
Pada koloni yang hanya punya satu ratu, maka ratu tersebut akan bertelur lebih banyak tapi punya capit lebih kecil. Sebaliknya, pada koloni dengan beberapa ratu, mereka menghasilkan telur lebih sedikit tapi punya capit lebih besar, karena mereka harus siap memperebutkan makanan.
Studi yang dilaporkan di dalam jurnal PLOS ONEÂ ini bisa membantu ilmuwan memahami mengapa begitu jarang hewan di alam liar yang memiliki perilaku eusosial.