Mohon tunggu...
Rudy W
Rudy W Mohon Tunggu... Lainnya - dibuang sayang

Ngopi dulu ☕

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Ayo Generasi Muda Terus Asah Kemampuan Menulismu!

2 Maret 2018   15:55 Diperbarui: 2 Maret 2018   16:14 691
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dari status Facebook sampai caption Instagram, kemampuan menulis yang baik tetap dibutuhkan di zaman digital. Simak saran pakar untuk para penulis muda.

Pernah mendengar Wattpad? 

Jika tidak, tanyakan putra-putri Anda yang beranjak remaja. Kemungkinan besar, mereka adalah pengguna Wattpad, atau pernah membaca cerita-cerita di platform tersebut. Atau, bisa jadi mereka bahkan sampai sudah menghasilkan tulisan yang senantiasa dinanti puluhan ribu follower!

Inilah fenomena terbaru dunia tulis menulis masa kini. Di balik keberadaan media sosial dan platform penulisan digital, terdapat sebuah problem krusial, yakni ketiadaan editor maupun proses editing. Saat ini, siapa saja bisa menulis dan menampilkannya ke publik, tanpa perlu memerhatikan mutu cerita maupun kaidah tata bahasa.

Jia Effendie, Founder Jia Effendie Literary Agency dan Co-Founder Reaterary, sebuah gerakan literasi di Bandung, menilai bahwa platform menulis digital tentu perlu diapresiasi.

"Ini berarti, lebih banyak media untuk menulis dan karya kita dibaca orang. Mengikuti kelas-kelas menulis hanyalah salah satu cara untuk menambah ilmu menulis selain banyak membaca dan banyak menulis," papar Jia.

Penulis, editor, dan penerjemah ini menilai Wattpad memberi media yang cukup lengkap, karenanya digandrungi oleh para penulis.

"Cukup dengan satu klik, tersebarluaslah karya mereka ke seluruh dunia. Penulis juga bisa berinteraksi langsung dengan pembaca, karena komentar dan kritik langsung ditujukan pada penulis dan pembaca hanya satu arah," jelas Jia.

Platform seperti Wattpad juga memberi kesempatan menulis genre yang tidak populer, seperti fantasi dan fiksi ilmiah. "Tidak banyak penerbit di Indonesia yang mau bermain di genre ini, karena dianggap tidak menguntungkan. Keberadaan online platform menjawab ceruk tersebut," ungkap Jia kemudian.

Windy Ariestanty, penulis dan editor profesional yang pernah menjadi direktur sebuah penerbitan, menyambut baik kehadiran platform menulis digital ini.

"Apa yang tidak baik dari media yang memberikan ruang untuk kita berlatih menulis dan mendapatkan feedback dari pembaca? Zaman, kan, melahirkan generasinya, lengkap dengan tantangannya," tandas Windy.

Windy menilai, fenomena menulis di era digital menunjukkan bahwa zaman bergulir dan melahirkan tantangannya.

Manusia, dengan teknologi yang ada, menciptakan kemudahan dalam hal ini. Sesungguhnya, platform digital tak berbeda dengan media menulis lain, yang mengizinkan orang mengunggah tulisan sehingga bisa dibaca lebih banyak orang.

"Dulu, kita menulis di lempengan besi-batu, lalu kertas, dan sekarang digital. Saya sih melihatnya begitu saja. Kini, kita bisa dengan mudah menyampaikan pikiran lewat bahasa tulis dan menyebarkannya," tegas Windy.

"Bagi saya, yang perlu dirayakan adalah kesenangan dan gairah menulisnya. Kita ini bangsa yang aneh, ketika generasi muda mendapat kemudahan dan kesenangan dalam menulis dan ramai-ramai menulis, yang diributkan malah cara mereka menerbitkan tulisannya," tandas Windy.

Sementara itu, Jia menilai maraknya platform menulis online ini tidak mengancam eksistensi buku cetak. "E-book saja yang muncul lebih awal dari platform menulis seperti Wattpad belum menggantikan nikmatnya membaca buku konvensional," tukasnya.

Bagi Windy, alasan penulis pemula memilih menggunakan blog adalah karena media tersebut menjadi tempat berlatih menulis yang konsisten, tanpa menunggu harus ada yang ingin menerbitkan tulisan terlebih dulu.

"Mereka bisa berkomunikasi langsung dengan pembaca, membahas apa yang ditulis, juga dapat feedback, berupa tema yang ditulis atau ide baru, bahkan tak jarang soal teknik menulis," jelas Windy. "Tulisan yang buruk masih lebih baik daripada tidak ada yang menulis."

"PR kita sekarang adalah bagaimana agar orang bisa menulis lebih baik. Caranya? Bukalah ruang belajar sebanyak-banyaknya. Rangkul semua generasi. Jangan menempatkan diri sebagai pihak yang paling tahu dan paling benar," tegasnya.

Ia sendiri membuka ruang-ruang belajar lewat IWasHere Networks maupun Writing Table, yang memfasilitasi kelas menulis pop-up dan berbagai pelatihan.

Jia mencatat bahwa keberadaan platform digital seperti Wattpad telah menarik banyak penulis belia yang masih berusia belasan tahun. Sisi positifnya, para penulis ini cukup produktif, meski tentu ada penulis Wattpad yang terbujuk iming-iming dibaca jutaan kali atau menjadi populer.

"Namun, jarang ada orang yang bercita-cita menjadi penulis kalau sebelumnya dia bukan seorang pembaca. Berarti, mereka menjadi penulis karena terinspirasi dari bacaan mereka," tutur Jia.

Masalahnya, karena mayoritas penulis muda belajar secara otodidak dan tidak menjalani proses revisi dan penyuntingan, terkadang mereka menulis sejadinya. Karena itu, baik Jia maupun Windy menegaskan pentingnya kemampuan menulis yang benar.

"Untuk menghasilkan karya tulis berkualitas, penulis baru perlu feedback dan belajar mendengarkan masukan dari orang lain, baik yang umum maupun yang memiliki keahlian khusus di bidang tersebut," papar Windy.

"Dengan begitu, kita bisa terus belajar mengembangkan keahlian atau teknik menulis. Tidak ada hal lain yang harus dilakukan selain teruslah berlatih menulis dan banyak membaca," tandas Windy.

Dari segi konten cerita, Jia menyebutkan bahwa langkah pertama menentukan premis, yaitu satu kalimat yang mencakup cerita secara keseluruhan.

"Polanya bisa seperti ini: Si tokoh menginginkan A, tetapi terhalang oleh kondisi B. Apa yang dilakukan si tokoh demi mendapatkan A? Bagaimana cara dia mengatasi kondisi B?" ujar Jia memberi contoh.

Menulis, kata Jia, sejatinya adalah pekerjaan sunyi. Seiring perkembangan zaman dan menjamurnya media sosial, posisi penulis bergeser menjadi semacam selebritas.

Selain itu, mudahnya jalur interaksi pembaca dan penulis harus membuat penulis pandai-pandai membawa diri dan berkomentar. Apalagi saat menghadapi review buruk atau komentar yang tidak mengenakkan dari pembaca.

"Karena itu, tantangan utama adalah menciptakan karya yang baik dan bermanfaat bagi pembaca. Tidak bisa berkilah kalau kita hanya pemula. Di toko, karya kita bersaing dengan ribuan judul buku karya penulis senior," pesan Jia.

Hal serupa diingatkan oleh Windy, yakni agar generasi muda terus mengasah kemampuan menulisnya. "Tantangan penulis masa kini adalah belajar fokus mengembangkan karya, bukan sekadar citra diri,"tegasnya.

"Mari kita rayakan saja tantangan dari setiap zaman, jangan dianggap sebagai ancaman bagi eksistensi buku cetak," kata Windy.

"Bagi saya, yang harus kita gelisahkan adalah justru ketika orang tidak mau menulis atau bahkan berhenti menulis. Saat itulah, kemunduran literasi akan terjadi dan pengetahuan manusia bisa punah," tandasnya.

"Kita menulis untuk memberikan dan meninggalkan legacy atau warisan. Tanpa pencatatan dalam berbagai bentuk, kita akan kehilangan rekam jejak peradaban. Jika dulu ini dilakukan lewat prasasti dan gulungan lontar, ke depan ya lewat situs online dan jejak digital. Bukankah ini berarti manusia terus berproses?" pungkas Windy.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun