Mohon tunggu...
Rudy Subagio
Rudy Subagio Mohon Tunggu... Lainnya - Just ordinary people, photograph and outdoors enthusiast, business and strategy learner..

Hope for the Best...Prepare for the Worst ...and Take what Comes. - anonymous- . . rudy.subagio@gmail.com . . Smada Kediri, m32 ITS, MM48 Unair

Selanjutnya

Tutup

Nature Pilihan

Mewujudkan Pertumbuhan Ekonomi Hijau dan Ketahanan Pangan Nasional Melalui Penerepan Teknologi "Green House Solar Dried"

27 Juli 2022   21:26 Diperbarui: 27 Juli 2022   21:47 893
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Ekonomi Hijau, Sumber: amf.or.id

Upaya untuk mecapai Indonesia Maju 2045 yang menempatkan Indonesia pada golongan negara maju di tahun 2045 salah satunya adalah melalui Pertumbuhan ekonomi hijau yang terintegrasi dan berkelanjutan.

Ekonomi "hijau" yang terintegrasi (ekonomi-sosial-lingkungan) dan berkelanjutan dapat membuka kesempatan baru yang belum dimanfaatkan dan dapat menghasilkan keuntungan.

Menurut kajian dari Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Bappenas, Investasi hijau dalam ekonomi sirkular bisa menciptakan 4,4 juta lapangan kerja baru di Indonesia pada 2030.

Selain membuka lapangan kerja baru, investasi hijau dalam ekonomi sirkular juga dapat meningkatkan Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia hingga sekitar Rp 593 triliun-Rp 638 triliun di 2030.

Untuk mewujudkan pertumbuhan investasi hijau atau ekonomi hijau yang  berkelanjutan sekaligus meningkatkan ketahanan pangan Nasional, salah satunya adalah melalui penerapan teknologi "Green House Solar Dried" secara massal dibidang pertanian.

Teknologi "Green House Solar Dried" atau disingkat teknologi GHSD yang dalam bahasa sederhana disebut "teknologi rumah kaca" dapat diterapkan di semua lapisan masyarakat di seluruh wilayah Indonesia.

Teknologi rumah kaca merupakan teknologi dasar yang memanfaatkan sinar matahari sebagai satu-satunya sumber tenaga untuk mengolah atau mengawetkan hasil pertanian dengan cara yang ramah lingkungan karena tidak perlu tambahan bahan kimia atau bahan pengawet dan tanpa limbah.

Secara sederhana teknologi ini cara kerjanya sama dengan proses pengeringan dengan sinar matahari yang sudah dilakukan oleh masyarakat kita sejak dahulu kala.

Namun dengan teknologi "Green House Solar Dried" ini produk yang dihasilkan lebih higienis karena bebas dari debu, kuman dan jamur serta kontaminan lain yang biasanya dapat mencemari produk selama proses pengeringan secara tradisonal.

Indonesia sebagai negara agraris sebenarnya menghasilkan produk tanaman pertanian atau pangan yang sangat melimpah, namun sayangnya banyak yang terbuang karena proses perlakuan paska panen kurang tepat sehingga membuat produk tersebut rusak atau kualitasnya turun.

Salah satu negara yang telah sukses menerapkan teknologi GHSD ini adalah Thailand. Mereka menggunakan teknologi GHSD dalam pengolahan buah pisang yang dikenal dengan nama "Natural Sun Dried Banana".

Beberapa pemain besar produk natural sun dried banana dari Thailand diantaranya adalah "Banana Society", "Jiraporn Banana" dan "Blue Orchid Organic" telah go international dengan menjual produknya ke seluruh dunia.

Salah satu produk Natural Sun Dried Banana dari Thailand, Sumber: jiraporn.com
Salah satu produk Natural Sun Dried Banana dari Thailand, Sumber: jiraporn.com

Menurut data dari FAO pada tahun 2019, Indonesia merupakan negara produsen pisang terbesar ketiga dengan produksi mencapai 7.280.659 ton per tahun. Sementara Thailand berada diperingkat ke-20 dengan total produksi sebesar 1.075.251 ton per tahun.

Meskipun produksi pisang Indonesia lebih besar tujuh kali lipat dibanding Thailand, namun ironisnya justru produsen pisang olahan atau natural sun dried banana dunia didominasi oleh Thailand.

Hal ini menunjukan potensi ekonomi olahan buah pisang di Indonesia yang sangat besar untuk memenuhi kebutuhan ekspor namun sayangnya kita belum bisa memenuhinya karena kita belum menerapkan teknologi pengolahan pisang seperti di negara tetangga.

Sebenarnya bukan hanya buah pisang yang dapat diolah menjadi "natural sun dried food", buah-buahan lokal khas indonesia lain juga bisa diproses yang sama dengan menggunakan teknologi GHSD, sebagai contoh buah mangga, pepaya, sawo dan lainnya.

Selain buah-buahan beberapa jenis bahan makanan lain seperti bumbu-bumbu, rempah-rempah dan beberapa jenis sayuran tertentu dapat diawetkan dan dikemas secara higienis dengan menggunakan teknologi GHSD.

Penerapan teknologi ini juga akan membuka kesempatan baru untuk mengekspor hasil pertanian lokal ke seluruh dunia dengan kuantitas dan kualitas yang lebih baik.

Ini adalah kesempatan besar yang harus dimanfaatkan mengingat Indonesia memiliki keunggulan kompetitif secara alamiah yaitu :

  • Tanah yang subur yang dapat menumbuhkan beraneka ragam tanaman buah-buahan, rempah-rempah, tanaman obat dan tanaman lainnya
  • Lokasi negara kita yang berada di sekitar garis kathulistiwa sehingga sinar matahari berlimpah sepanjang tahun

Selain memberikan nilai tambah terhadap produk yang dihasilkan oleh petani, teknologi GHSD ini juga memberdayakan petani dan menaikkan posisi tawar mereka terhadapa tengkulak yang biasanya memainkan harga saat musin panen raya.

Pada saat musin panen raya harga produk pertanian biasanya akan jatuh sesuai dengan hukum ekonomi  "demand & supply". Kesempatan inilah yang dimanfaatkan oleh tengkulak untuk memainkan harga sehingga harga produk bisa hampir sama atau bahkan lebih rendah dibanding dengan biaya produksi.

Pada situasi seperti ini petani hanya bisa pasrah karena produk pertanian umumnya akan cepat rusak apabila tidak segera terjual.

Namun dengan hadirnya teknologi GHSD, mereka tidak harus buru-buru menjual seluruh produk pertaniannya karena sebagian bisa diolah sehingga dapat disimpan lebih lama dan memiliki nilai jual yang lebih tinggi.

Ada berbagai jenis rumah kaca atau Green House Solar Dried yang dikategorikan berdasarkan aliran udara pasif atau aktif, juga berdasarkan struktur antara lain parabola, segitiga atau limas, atau berdasarkan bahan tembus cahaya yang dipakai ada plastik, polikarbonat dan kaca.

Dengan mempertimbangkan fungsi, biaya dan tingkat kesulitan dalam pengerjaan, desain rumah kaca atau GHSD yang sesuai untuk diterapkan secara massal adalah struktur parabola menggunakan bahan transparan polikarbonat dan aliran udara pasif.

Rumah kaca atau GHSD ini juga dilengkapi dengan kipas sirkulasi udara otomatis untuk menjaga kelembaban dan temperatur sesuai batasan yang telah ditetapkan. Kipas ini bekerja dengan suplai listrik dari solar cell yang dipasang terintegrasi diatasnya sehingga tidak perlu menggunakan listrik dari luar.

Contoh desain rumah kaca (Green House Solar Dried), Sumber: core.ac.uk
Contoh desain rumah kaca (Green House Solar Dried), Sumber: core.ac.uk

Berdasarkan pengalaman pribadi dan percobaan kecil-kecilan yang pernah saya lakukan, biaya untuk mendirikan Rumah kaca (GHSD) ini sekitar 300-500 ribu rupiah per meter persegi tergantung dari kualitas bahan dan peralatan pendukungnya.

Sementara itu untuk memproses 100kg bahan baku (buah pisang segar) per hari dalam proses yang berkelanjutan dibutuhkan rumah kaca seluas 120 meter persegi. Sehingga investasi yang dibutuhkan untuk membangun satu unit rumah kaca lebih kurang sebesar 36 -- 60 juta rupiah.

Dengan kapasitas 100 kg per hari dan 200 hari kerja efektif dalam setahun maka kapasitas satu rumah kaca adalah 20 ton per tahun setara dengan omzet 100 juta rupiah per tahun, dengan asumsi harga pisang di tingkat petani sebesar lima ribu rupiah per kilogram.

Investasi ini sebenarnya tidak mahal dibanding manfaat yang didapat namun bagi petani biasa investasi ini tentunya sangat berat dan mereka tidak mampu membayarnya sehingga perlu dukungan dan bantuan dari pemerintah.

Dukungan dari pemerintah dapat berbentuk dukungan finansial yang meliputi dukungan pembiayaan pembangunan rumah kaca berupa pinjaman lunak dengan tenor yang cukup panjang sehingga terjangkau dengan penghasilan petani.

Dukungan secara finansial juga dapat berupa subsidi biaya pembangunan rumah kaca dengan mekanisme BUMN yang ditunjuk membangun rumah kaca dan petani mengangsur setengah dari biaya pembangunan dan setengahnya ditanggung pemerintah.

Selain dukungan secara finansial, masyarakat atau petani juga perlu dukungan dalam bentuk pelatihan mengenai  proses produksi, kontrol kualitas dan pemasaran produk termasuk akses untuk melakukan ekspor.

Proyek ini akan melibatkan masyarakat atau petani dan beberapa Kementerian dan Lembaga seperti Kementerian Keuangan dan Bank Indonesia, Kementerian BUMN, Kementerian Koperasi dan UMKM, Kementerian Perdagangan dan pihak-pihak yang terkait.

Dampak dari proyek "Green House Solar Dried" ini bila diterapkan dengan tepat dapat memberdayakan masyarakat, membuka lapangan kerja baru, mendorong pertumbuhan sirkular ekonomi dan pada akhirnya berkontribusi terhadap peningkatan Produk Domestik Bruto (PDB) Nasional.

Sebagai contoh bila sepersepuluh dari produksi pisang Nasional yaitu sekitar 728.000 ton per tahun diolah sebagai pisang sale nilai ekonomisnya sebesar 3,64 trilliun rupiah per tahun. Sebuah perputaran ekonomi yang sangat besar, apalagi bila bahan-bahan makanan lain juga bisa diproses dengan cara yang sama, sebuah potensi perputaran ekonomi yang sangat luar biasa besarnya.

Proyek ini juga mendukung ketahanan pangan Nasional karena menurut kajian Bappenas di atas, sirkular ekonomi hijau dapat mengurangi  limbah sebesar 18 persen-52 persen dibandingkan proses biasa.

Dampak lain secara global adalah Indonesia secara aktif berkontribusi menurunkan emisi gas rumah kaca (GRK).

Pada KTT Perubahan Iklim Ke-26 (COP26) Indonesia merupakan salah satu negara yang berkomitmen untuk mencapai target nol emisi pada 2060 atau paling cepat sekitar 2040 dengan syarat menerima bantuan keuangan dan teknis dari komunitas internasional.

Pada tahun ini kebetulan Indonesia menjadi pemegang Presidensi G20 2022. Inilah momentum yang sangat berharga dan langka bagi Indonesia untuk mempromosikan kebijakan investasi hijau (GHSD) di atas kepada negara-negara anggota G20.

Sejalan dengan tema besar pertemuan negara-negara G20 tahun ini yaitu "Recover Together, Recover Stronger", Indonesia harus mengajak seluruh dunia untuk bergerak bersama dalam pemulihan perekonomian global pasca pandemi Covid-19 yang berkualitas dan berjangka panjang.

Dengan dukungan dan bantuan secara finansial dan teknis dari negara-negara maju yang tergabung dalam G20 maka diharapkan Indonesia dapat merealisasikan program "Green House Solar Dried" secara massal. Hal ini sejalan dengan upaya mencapai target nol emisi lebih cepat dari rencana semula yaitu pada sekitar tahun 2040.

Dukungan finansial dari negara-negara maju yang sudah berkomitmen untuk mendorong investasi hijau sangat diperlukan mengingat untuk membangun green house solar dried yang dapat menyerap sepersepuluh produk pisang nasional mencapai 2,2 -- 3.6 trilliun rupiah.

Semoga kesempatan emas menjadi Presidensi G20 2022 tidak berlalu begitu saja namun justru menjadi tonggak sejarah bagi Indonesia untuk menciptakan kesepakatan yang baik dan saling menguntungkan antar negara-negara di dunia untuk menyelamatkan bumi dari dampak pemanasan global.

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun