Mohon tunggu...
Rudy
Rudy Mohon Tunggu... Lainnya - Diaspora Indonesia di China

Penulis adalah Warga Negara Indonesia yang saat ini bekerja dan tinggal di Beijing, China. Penulis ingin membagikan hal-hal menarik di Tiongkok berdasarkan perspektif yang objektif bagi pembaca di Indonesia.

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop Pilihan

Bagaimana Tiongkok Berevolusi Menjadi "Keranjang Pangan" Masa Depan

24 Mei 2024   10:37 Diperbarui: 24 Mei 2024   11:07 92
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Zona Percontohan Peternakan Laut Nasional Changdao di Yantai, Shandong. Sumber: Xinhua news

Ketika isu krisis pangan global menjadi semakin serius, Tiongkok tengah mengembangkan sumber pangan melalui berbagai saluran seperti hutan, sungai, danau, laut, dan fasilitas pertanian, serta membangun sistem pasokan pangan yang terdiversifikasi, demi mencapai Tujuan Pembangunan Berkelanjutan Tanpa Kelaparan pada tahun 2030. Kini sumber utama pangan Tiongkok tidak hanya bergantung pada produk tani dan ternak tradisional, tapi sudah dikembangkan ke sumber daya hayati yang lebih beragam. 

Dalam prosesnya, laut telah menjadi medan penting dalam pencarian sumber makanan baru. Presiden Tiongkok Xi Jinping dalam banyak kesempatan telah menekankan bahwa Tiongkok adalah negara besar dengan populasi lebih dari 1,4 miliar jiwa. Untuk mengatasi masalah pangan dan menjamin ketahanan pangan, Tiongkok harus membangun Konsep Pangan Makro, selain mencari pangan di darat, juga harus mencari pangan di laut, mengembangkan sektor perikanan dan membangun "lumbung biru".


Sebagai bagian penting dari ekosistem laut, rumput laut lambat laun menarik perhatian negara-negara di dunia karena keunikan nilai ekologi dan ekonominya. Makhluk yang dikenal dengan sebutan "hutan laut" ini tidak hanya membantu memperbaiki lingkungan laut, tetapi juga menyediakan makanan dan sumber daya hayati yang berlimpah bagi manusia. Budidaya rumput laut merupakan industri ekonomi biru yang berkembang pesat dalam beberapa tahun terakhir. Bank Dunia percaya bahwa pengembangan produksi rumput laut dan peningkatan rantai nilai setidaknya dapat membantu tercapainya 9 dari 17 Target Pembangunan Berkelanjutan PBB. Rumput laut dapat digunakan untuk mengakhiri kelaparan, meningkatkan kesehatan, mengurangi kesenjangan gender, mitigasi dan adaptasi terhadap perubahan iklim, mendorong pertumbuhan ekonomi sekaligus melindungi keanekaragaman hayati, mendukung kehidupan baik di bawah air maupun di darat, serta meningkatkan kesempatan kerja.

Dalam beberapa tahun terakhir, provinsi Fujian Tiongkok telah mengimplementasikan Konsep Pangan Makro, dengan secara aktif membangun padang rumput lepas pantai, mempercepat pengembangan industri budidaya rumput laut, dan berupaya mengembangkan sumber daya laut untuk menjamin ketahanan pangan.

Beberapa jenis rumput laut seperti alga cokelat dan gulma laut merupakan produk budidaya laut yang penting. Di Kabupaten Xiapu, provinsi Fujian terdapat area pembudidayaan alga cokelat seluas 20.000 hektar, dengan nilai produksi sekitar 4 miliar yuan. Saat musim panen tiba, para nelayan setempat akan mengendarai perahu nelayan dan menggunakan derek untuk menarik tali alga ke kapal. Dulu, para nelayan harus mengangkut alga cokelat ke tepi pantai untuk dikeringkan. Tapi dalam dua tahun terakhir, daerah setempat telah meluncurkan sistem dehidrasi alga cokelat secara digital, yang dapat mengangkat, mengeringkan, dan mengemas rumput laut secara otomatis. Alga cokelat basah akan digantungkan pada rantai konveyor sepanjang 1.500 meter, dan dalam waktu 6 jam, alga cokelat tersebut diubah menjadi alga kering yang mudah disimpan. Hal ini tentunya sangat meningkatkan efisiensi pengeringan dan menghemat tenaga kerja. Untuk memperluas saluran penjualan makanan laut, daerah setempat juga telah menyiapkan sistem logistik rantai dingin dan mendirikan kawasan industri e-commerce, sehingga semakin banyak makanan laut yang dijual secara nasional dan memasuki pasar luar negeri melalui model "Internet + perikanan" .

China, Indonesia, Filipina, dan Malaysia masuk dalam jajaran produsen dan pedagang rumput laut terkemuka di dunia, yang telah menjalin kerja sama teknologi, industri, dan pendidikan selama bertahun-tahun.
Forum Kerjasama Tiongkok-ASEAN 2024 untuk Pembangunan Berkelanjutan Budidaya Rumput Laut diselenggarakan di kota Zhuhai beberapa waktu yang lalu. Di ajang ini diumumkan 5 kesepakatan kerja sama proyek penelitian Tiongkok-ASEAN di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi rumput laut. Di masa depan, Tiongkok dan negara-negara ASEAN akan melakukan kerja sama ilmiah dan teknologi di berbagai aspek seperti keanekaragaman hayati dan genom, mekanisme ketahanan terhadap penyakit serta pencegahan dan pengendalian penyakit, pembiakan rumput laut yang tahan suhu tinggi, serta demonstrasi budi daya rumput laut dan penyerapan karbon rumput laut. Kerja sama ini diharapkan dapat meningkatkan sains dan teknologi rumput laut negara-negara ASEAN, yang pada akhirnya mendorong kemakmuran dan pengembangan industri rumput laut Tiongkok dan ASEAN.


Indonesia memiliki 17.508 pulau dan garis pantai sepanjang 81.000 kilometer, merupakan negara kepulauan terbesar di dunia yang kaya akan sumber daya hayati laut. Indonesia berkomitmen menjadi negara penghasil rumput laut terbesar di dunia, sekaligus menjadi pusat ilmu pengetahuan rumput laut tropis. Presiden Joko Widodo mempunyai cita-cita besar untuk mendorong hilirisasi produk rumput laut RI, guna meningkatkan pemasukan negara dan menjamin ketahanan pangan nasional. Pada Pertemuan Keempat Mekanisme Kerja Sama Dialog Tingkat Tinggi China-Indonesia yang diadakan pada bulan April, Menteri Luar Negeri Tiongkok Wang Yi dan Koordinator Kerja Sama Indonesia dengan Tiongkok sekaligus Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Luhut Pandjaitan membahas berbagai aspek kerja sama bilateral pada tahap berikutnya, termasuk industri rumput laut.

Banyak sekali potensi kerja sama di bidang pangan antara Indonesia dan Tiongkok, mengingat kedua negara sama-sama memiliki summer daya alam yang beragam. Namun harus diakui, dengan berbekal teknologi canggih, sistem pengelolaan dan program yang terstruktur, Tiongkok masih jauh lebih unggul dibandingkan Indonesia dalam bidang pengembangan pangan. Dengan mengandalkan kekayaan alam dan memanfaatkan keunggulan sumber dayanya, Tiongkok terus memperluas area produksi biji-bijian tradisional, mengoptimalkan struktur pasokan pangan, dan membentuk industri khas seperti peternakan, perikanan, buah-buahan dan sayuran, teh, dan jamur yang dapat dikonsumsi. Dalam upaya pengembangan sumber pangan lokal berbasis potensi sumber daya lokal secara berkelanjutan, kita dapat bercermin dari  "Konsep Pangan Makro" Tiongkok da menjadikannya sebagai referensi pembelajaran. 

Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun