Mohon tunggu...
Rudi Zainal
Rudi Zainal Mohon Tunggu...

Sering menyanyikan lagu 'Darah Juang'

Selanjutnya

Tutup

Politik

Keluar dari ‘Koalisi’ itu, pie toh ?

20 Juni 2013   08:12 Diperbarui: 24 Juni 2015   11:43 137
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Gara-gara menentang kebijakan pemerintah, belakangan ini banyak kalangan memandang PKS tidak lagi mengindahkan etika dalam berpolitik. Pasalnya, PKS merupakan bagian dari ‘koalisi’ pemerintah, dan di dalam kabinet yang dibentuk presiden sekarang, ada tiga menteri yang berasal dari PKS.

Mengatasnamakan etika, kalangan-kalangan itu berpandangan seharusnya PKS keluar dari ‘koalisi’ jika PKS memang tidak sepakat dengan kebijakan pemerintah. Caranya? Ini yang menarik: tarik menteri-menteri mereka yang ada dalam kabinet bentukan presiden.

Meskipun ‘menarik menteri-menteri’ itu terlihat mudah, sejauh ini belum jelas betul mekanismenya seperti apa. Desakan untuk menarik menteri seringkali berhenti pada desakan itu saja tanpa ada gambaran bagaimana itu berlangsung. Apakah karena cara pemberhentian itu  ‘hanya’ masalah teknis yang bisa dilakukan sesuka-sukanya saja? Entahlah.

Bayangkan saja jika teknis penarikan itu dimulai dari langkah ini:

Presiden partai atau Ketua Umum partai, atau apapun istilahnya,  mengumumkan penarikan kadernya yang menjadi menteri dari kabinet bentukan presiden, dan memerintahkan kadernya itu untuk berhenti dari jabatan menteri.

Apakah selesai persoalannya? Belum tentu! Setidaknya ada tiga kemungkinan yang bisa terjadi:

Pertama, kader partai yang menjadi menteri  tersebut tidak mau mendengar atau mengikuti perintah partainya. Sekalipun ia harus menghadapi resiko dipecat dari keanggotaan atau kepengurusan partai. Baginya, ketika ia menjadi menteri, ia adalah milik rakyat secara keseluruhan, bukan milik partainya saja.

Kedua,  bisa jadi kader yang juga menteri itu mematuhi perintah pimpinan partainya, sekalipun dikecam sebagai orang yang lebih mengutamakan partai ketimbang kepentingan rakyat, bangsa, dan negara. Akan tetapi, ini bercabang dua. Cabang pertama, presiden sebagai atasan sang menteri tidak setuju jika menterinya ini mengundurkan diri, karena misalnya sang presiden menilai kinerja menterinya ini baik dan seorang yang tidak neko-neko, bisa diajak kerjasama. Cabang kedua, presiden menyetujui pengunduran diri yang terjadi karena perintah pimpinan partai sang menteri, dengan resiko siap dikritik sebagai presiden yang lemah. Ya, lemah. Sebab, mengangkat dan memberhentikan menteri itu adalah hak prerogratif presiden. Bagaimana tidak lemah karenanya, jika memberhentikan menteri itu bukan karena kehendaknya sendiri, tapi justru karena faktor di luar dirinya?

Ketiga, begitu mendengar adanya perintah dari pimpinan partai kepada kadernya yang jadi menteri untuk mengundurkan diri (via media massa, misalnya), presiden tanpa perlu mendengar pengunduran diri dari sang menteri, langsung mengumumkan pemberhentian menteri yang bersangkutan.

Atas nama etika, langkah seperti apakah kiranya yang etis dilakukan baik sang menteri maupun sang presiden di antara kemungkinan-kemungkinan itu?  Sekali lagi, entahlah. (Peminat pendekatan etika mungkin bisa memberikan pencerahannya).

Yang jelas, menilai etis tidaknya suatu langkah dalam bernegara, tidaklah benar  bila tidak dilandasi spirit menegakkan konstitusi, menegakkan keadilan. Dan dalam kaitan dengan keadilan yang sering dilambangkan dengan timbangan itu,  baiklah apabila soal  ‘menimbang’ ini dijawab:

Manakah yang lebih mudah dan etis dilakukan, presiden memberhentikan menterinya ataukah ketua partai menarik menteri-- yang dalam hal ini adalah kader partainya-- dari kabinet presidensil?

...................

Terima kasih.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun