Â
Peringatan hari Kemerdekaan Republik Indonesia belum usai. Kita bisa merasakan kemeriahan peringatan itu sejak dari kampung hingga Istana Negara di Jakarta. Tua muda laki perempuan berbaur dalam khidmatnya upacara bendera dan tabur bunga di makam para pahlawan kita.
Lalu ada aneka kemeriahan lomba dari balap karung sampai membawa kelereng di sendok. Ada juga lomba panjat pinang yang fenomenal. Di beberapa kota ada lomba baris berbaris untuk siswa siswi, juga ada lomba karnaval untuk pelajar dan umum. Di malam peringatan kemerdekaan biasanya ada tasyakuran bersama untuk negara dan bangs aini. Di kampung dan beberapa kota malah menanggap wayang kulit semalam suntuk.
Apa makna dari keseluruhan kegiatan ini ? Tentu saja bukan cuma mengingat perjuangan para pahlawan dan pejuang tanpa nama yang bisa meraih dan mempertahankan kemerdekaan negara kita. Ingat, kemerdekaan negara kita bukan pemberian dari penjajah, namun diperoleh dengan susah payah dan kita memang layak untuk selelu menghargai para pejuang di masa lalu.
Makna lain dari perayaan kemerdekaan itu adalah nilai syukur dan harapan kita. Syukur kita representasikan dengan doa-doa kepada Allah untuk negara dan bangsa akita. Doa-doa yang kita panjatkan itu adalah salah satu bentuk kepasrahan kita kepada Allah sekaligus harapan agar bangs aini tetap utuh.
Namun di sisi lain, ada saja pihak yang berpendapat bahwa apa yang kita lakukan untuk peringatan HUT RI adalah bukti bahwa negara ini adalah negara taghut. Sampai-sampai, adagium hubbul wathon minal iman (cinta tanah air merupakan bagian bukti dari iman) yang menjadi semboyan dalam memperjuangkan agama selalu dikritisi. Adagium Arab ini dituduh sebagai hadits palsu, dengan maksud pengamalnya dianggap sesat.
Inilah arah dan pemaknaan yang tidak tepat dalam menaruh bangsa dan negara dalam konteks agama. Wajar jika warga negara mencintai tanah airnya karena secara darah dan sosial dia terikat dengan itu. Bahkan Nabi Muhammad SAW pernah berkata bahwa dia mencintai Arab karena dia lahir dan besar di sana. Sehingga tidak ada yang salah dengan mencintai tanah air kita dan itu bukan taghut dan nasionalisme yang kita miliki bukanlah haram.
Semua hal yang kita lakukan pastilah berlandaskan rasa percaya kita kepada Allah. Hal ini tercantum, baik di UUD 1945, naskah Proklamasi dan Pancasila. Nyaris semuanya mencantumkan Allah (Yang Maha Esa) .
Sehingga, dimana taghutnya ?