Mohon tunggu...
Rudi Sinaba
Rudi Sinaba Mohon Tunggu... Advokat - Jurnalis

Menulis apa saja yang mungkin dan bisa untuk ditulis.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Menteri ESDM Tak Pusing Soal Tambang Ilegal: Koordinasi yang Rapuh Dalam Pemerintahan

19 Juli 2025   11:31 Diperbarui: 19 Juli 2025   11:31 94
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi (Kompas.com)

Menteri ESDM Tak Pusing Soal Tambang Ilegal : Koordinasi yang Rapuh Dalam  Pemerintahan 

Pada pertengahan Juli 2025, publik Indonesia dikejutkan oleh pemberitaan mengenai aktivitas tambang ilegal yang terjadi di kawasan Ibu Kota Nusantara (IKN), sebuah megaproyek yang selama ini digembar-gemborkan sebagai simbol masa depan peradaban Indonesia. Ironisnya, alih-alih memberikan respons tegas dan solutif, Menteri Investasi/Kepala BKPM, Bahlil Lahadalia, justru menyatakan bahwa persoalan tersebut "bukan domain kami."

Pernyataan tersebut dikutip oleh media Tirto (19 Juli 2025) dan segera menuai kritik luas. Banyak yang menilai bahwa pernyataan ini bukan hanya bentuk pelepasan tanggung jawab administratif, melainkan indikasi dari lemahnya integritas dan koordinasi pemerintahan dalam proyek strategis nasional. Di tengah tuntutan akan transparansi dan tata kelola yang baik, sikap seorang pejabat tinggi yang menyatakan bahwa pelanggaran hukum di proyek sebesar IKN bukan urusannya adalah alarm bahaya yang tak bisa diabaikan.

Tambang Adalah Urusan Negara, Tanpa Tanda Bintang

Pertambangan, baik legal maupun ilegal, merupakan urusan yang berada dalam tanggung jawab negara. Negara bukan hanya pemilik otoritas atas tanah dan sumber daya alam, tetapi juga pemegang amanah konstitusional untuk mengelola dan melindunginya demi kepentingan rakyat. Dalam hal ini, Pasal 33 UUD 1945 secara eksplisit menyatakan bahwa kekayaan alam harus dikelola sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat.

Ketika tambang ilegal muncul di kawasan IKN, yang notabene dibangun dengan anggaran negara dan dalam pengawasan langsung Presiden, maka seluruh jajaran pemerintahan, lintas kementerian dan lembaga, semestinya sigap merespons, bukan saling lempar tanggung jawab. Menurut Prof. Hikmahanto Juwana, Guru Besar Hukum Internasional UI, "Setiap pelanggaran hukum dalam wilayah negara, terlebih di proyek strategis nasional, tidak bisa hanya dilihat dari sisi sektoral. Semua pejabat negara harus mengedepankan prinsip due diligence dalam tanggung jawab publik."

Apakah Pejabat Boleh Pilih-pilih Masalah?

Dalam sistem pemerintahan yang sehat dan bertanggung jawab, pejabat publik tidak boleh bersikap sektoral dalam menanggapi masalah yang bersifat nasional. Fungsi jabatan bukan hanya administratif, melainkan juga moral dan politik. Jabatan Menteri Investasi bukan hanya untuk menarik investor, tetapi juga menjamin bahwa investasi tersebut tidak mencemari hukum, lingkungan, dan martabat negara.

Sikap "itu bukan domain saya" adalah bentuk pengingkaran terhadap prinsip dasar tata kelola pemerintahan modern, yakni kolaborasi lintas sektor. Menurut Dr. Bivitri Susanti, pakar hukum tata negara dan dosen di Sekolah Tinggi Hukum Indonesia Jentera, "Ketika seorang pejabat menyatakan sesuatu bukan urusannya, padahal itu jelas berdampak terhadap kewenangannya, maka itu adalah bentuk pelepasan tanggung jawab publik yang bisa merusak kepercayaan rakyat terhadap negara."

Bahaya Melegitimasi Pelanggaran

Pernyataan lepas tangan dari seorang pejabat tinggi memiliki efek psikologis dan politis yang luas. Ia bukan hanya membingungkan publik, tetapi juga memberi isyarat kepada pelaku tambang ilegal bahwa tindakan mereka bisa ditoleransi. Bahaya inilah yang disebut oleh para ahli sebagai silent legitimation, yakni pembiaran yang diam-diam memberi legalitas sosial terhadap pelanggaran.

Tambang ilegal bukan sekadar pelanggaran terhadap regulasi administratif; ia adalah bentuk kejahatan struktural. Menurut data Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI), hingga 2024 tercatat lebih dari 2.500 titik tambang ilegal di Indonesia yang berdampak langsung terhadap kerusakan hutan, polusi air, dan konflik sosial di tingkat lokal.

Apabila IKN yang digadang sebagai kota masa depan justru menjadi sarang awal pembiaran, maka kita sedang menyaksikan reinkarnasi dari kegagalan masa lalu. Negara seolah sedang mengukuhkan watak impunitas---bahwa siapa pun boleh melanggar hukum selama tidak ditegur oleh institusi.

Koordinasi: Pilar Tata Kelola yang Dirobohkan?

Banyak pihak membenarkan bahwa pengawasan pertambangan berada di bawah Kementerian ESDM. Namun harus diingat bahwa IKN bukan proyek sektoral. Ia adalah proyek lintas kementerian dan lembaga, yang memerlukan koordinasi erat dalam aspek perencanaan, pengawasan, hingga penegakan hukum.

Sebagai Ketua Satuan Tugas Percepatan Investasi dan Menteri Investasi, Bahlil Lahadalia memiliki peran strategis untuk memastikan seluruh aktivitas investasi di IKN berjalan sesuai hukum dan prinsip keberlanjutan. Dalam good governance, tanggung jawab tidak dibatasi oleh garis sektoral, melainkan ditentukan oleh dampak dan keterlibatan dalam proses pengambilan keputusan.

Menurut Dr. Agus Pambagio, pakar kebijakan publik, "Koordinasi antarlembaga adalah syarat mutlak dalam pemerintahan yang modern. Ketika koordinasi dijadikan alasan untuk tidak bertindak, maka sistem birokrasi itu telah gagal menjalankan prinsip pelayanan publik."

IKN: Simbol Masa Depan, Bukan Ulang Tahun Penambangan Liar

IKN seharusnya menjadi etalase masa depan Indonesia. Sebuah kota pintar yang mengusung prinsip kehijauan, digitalisasi, dan inklusivitas sosial. Jika dari awal pembangunan saja telah terkontaminasi oleh tambang ilegal, maka citra tersebut akan cacat permanen. Lebih buruk lagi, Indonesia akan kehilangan legitimasi internasional dalam hal tata kelola pembangunan berkelanjutan.

Dalam pertemuan COP 28 di Dubai, Indonesia berkomitmen untuk mengurangi emisi dan menjaga kawasan hutan tropis. Bagaimana dunia bisa percaya, jika bahkan proyek ibu kota baru masih disusupi aktivitas yang merusak lingkungan?

Pakar lingkungan dari Universitas Gadjah Mada, Prof. Satyawan Pudyatmoko, menyatakan bahwa, "IKN bisa menjadi laboratorium bagi perubahan arah pembangunan Indonesia. Tapi jika dibiarkan tambang ilegal tumbuh di sana, maka IKN hanya akan menjadi proyek kosmetik yang membenarkan eksploitasi."

Penutup: Negara Tidak Boleh Absen

Pernyataan "bukan domain kami" mencerminkan problem lebih besar dari sekadar ego sektoral, ia mencerminkan krisis tanggung jawab dalam tubuh negara. Di tengah keprihatinan atas krisis iklim, ketidakadilan struktural, dan pemborosan anggaran publik, masyarakat membutuhkan pemimpin yang mampu hadir, mengakui kesalahan, dan mengambil tindakan tegas.

Jika tambang ilegal di IKN, yang dibangun dari uang rakyat dan untuk rakyat, tidak bisa dihentikan, maka bagaimana mungkin kita bisa percaya proyek lainnya bebas dari pelanggaran serupa? Saatnya negara tampil sebagai pelindung rakyat dan penjaga masa depan, bukan sebagai penonton yang abai.

Seperti dikatakan oleh Mahfud MD dalam pidatonya di tahun 2022: "Negara itu bukan panggung sandiwara. Negara adalah alat untuk menyejahterakan dan melindungi rakyat." Maka dari itu, tak boleh ada lagi pejabat yang merasa boleh menghindar dengan alasan "bukan urusan saya." Karena dalam republik ini, segala sesuatu yang menyangkut kepentingan rakyat, adalah urusan semua kita.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun