Mohon tunggu...
Sulistiyo Kadam
Sulistiyo Kadam Mohon Tunggu... Administrasi - Pemerhati ekonomi, interaksi manusia, dan kebijakan publik

Kumpulan Kata dan Rasa

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Setelah Manufaktur, Siap-siap Disalip Vietnam di Pariwisata

29 Desember 2018   19:53 Diperbarui: 30 Desember 2018   21:12 268
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sudut Saigon yang benderang

Setelah tertunda sekian lama, akhirnya saya duduk juga di penerbangan nasional negeri paman Ho untuk bertolak ke Ho Chi Minh atau lebih suka disebut Saigon oleh penduduk lokal. Sekian hari di Vietnam, tak ada penyesalan sama sekali, yang tersisa adalah kekaguman. Tidak salah jika negara yang pada tahun 1975 baru selesai berperang ini disebut-sebut sebagai the next China. Melihat perkembangan yang ada, bukan hanya di sektor industri, Vietnam juga sepertinya akan segera mengalahkan kita di sektor pariwisata.

Di sektor manufaktur, Vietnam telah menjadi kekuatan baru terutama di industri elektronika dan tekstil. Sebagai gambaran, dengan liberalisasi investasi dan kerjasama perdagangan bebas dengan Korea Selatan, Vietnam berhasil menjadi basis utama ponsel besutan Samsung dengan produksi per tahun mencapai 240 juta unit. 

Jumlah ini jauh lebih besar dari produksi Samsung di China yang mencapai 150 juta unit atau bahkan di negeri mereka sendiri Korea Selatan yang tercatat sebanyak 40 juta unit. Di Indonesia, produsen ponsel pintar terbesar di dunia ini memproduksi 8 juta unit ponsel atau sekitar 3% dari jumlah yang diproduksi di Vietnam. 

Hasilnya, Vietnam berhasil membukukan ekspor ponsel senilai USD 31,5 miliar pada 2017, Indonesia "hanya" mampu mengekspor gawai serupa  senilai USD 80,3 juta atau kira-kira 0,3% dari nilai ekspor Vietnam. Tidak hanya gemilang di industri ponsel, Vietnam juga menikmati surplus dari ekspor produk tekstil yang mencapai USD 31 miliar di tahun 2017. Sementara Indonesia hanya mampu mengekspor USD 12,4 miliar di produk serupa. 

Keunggulan Vietnam di industri manufaktur bukannya datang begitu saja. Reformasi ekonomi yang digulirkan secara konsisten sejak tahun 1986 disebut-sebut sebagai cikal bakal keunggulan ekonomi Vietnam yang berorientasi pasar, meskipun pemerintahannya sosialis. Sama seperti China, yang menggulirkan reformasinya sejak 40 tahun lalu. 

Di kedua negara sosialis tersebut, investasi asing bukanlah hal tabu, namun justru dijadikan mesin pertumbuhan untuk menciptakan lapangan kerja dan kesejahteraan. Salah satu strateginya adalah dengan membangun kawasan ekonomi khusus (special economic zone) yang didukung oleh kemudahan berinvestasi, insentif pajak, infrastruktur memadai, dan iklim ketenagakerjaan yang lebih kondusif. Selain itu, gencarnya perjanjian bebas dagang dengan negara lain semakin menunjukkan keterbukaan Vietnam terhadap dunia luar, demi mengejar ketertinggalan.    

Kalah dari Vietnam di sektor manufaktur memang pahit dan mesti dicarikan obatnya, segera! Reformasi kebijakan yang sedang berjalan tidak boleh berhenti. Tapi Vietnam juga tidak tinggal diam. Setelah sektor manufaktur, negeri yang pernah diperintah oleh China dan Perancis ini gencar menarik wisatawan asing. 

Saat ini kita boleh merasa unggul dengan angka kunjungan wisman sebanyak 14 juta orang, sementara Vietnam mencatatkan kunjungan sebanyak 12,9 juta orang. Tapi kita perlu waspada, jumlah wisman di Vietnam pada tahun 2017 tumbuh 64% lebih tinggi dibanding angka tahun 2014. Sementara, Indonesia mencatatkan pertumbuhan sebesar 48%, itupun karena ada Bali dengan porsi kunjungan wisman mencapai 40%. Dari sisi revenue, per 2017 sektor pariwisata Vietnam menghasilkan USD23 miliar, sementara angka untuk Indonesia adalah USD16,8 miliar. Perbedaan metode pencatatan mungkin saja membuat pendapatan sektor pariwisata Indonesia lebih rendah. Namun poinnya adalah sektor pariwisata perlu terus berbenah.  Tanpa Bali, pariwisata Vietnam sudah lebih unggul dibandingkan Indonesia.

Perjalanan saya ke Saigon di Vietnam Selatan dan Dalat di daerah Highland benar-benar membuka mata saya bahwa negara ini tidak main-main dengan pariwisata. Saigon yang saya pikir hanya sekelas kota-kota kelas dua di Indonesia, ternyata begitu hidup, fun, menarik, dan dengan penuh penyesalan saya bilang jauh lebih menarik dibanding Jakarta. 

Dalat, kota pegunungan yang dicapai dengan 8 jam perjalanan darat atau sejam naik pesawat berkali lipat lebih nyaman dan cantik dibanding Bandung. Turis Eropa yang saya temui juga penuh antusias bercerita tentang Hanoi, Hai Long Bai, dan Ninh Binh yang berkali-kali menjadi lokasi syuting film Holywood. Di Vietnam tengah daya tarik utama tak lain adalah kota tua Hoi An yang konon meskipun tua tapi penuh energi serta Da Nang yang selain resort pantai juga dikembangkan menjadi salah satu hub ekonomi digital negara ini. 

Akses antar kota yang lancar dan bebas macet
Akses antar kota yang lancar dan bebas macet
Saya hanya berkesempatan ke Saigon, Delta Mekong, dan Dalat. Namun perjalanan singkat itu memberi kesan, jika tanpa Bali, Vietnam sudah di depan kita. Kota-kotanya begitu hidup dengan trotoar lebar yang dijejeri cafe, restauran, dan pertokoan tanpa pagar layaknya kota-kota Eropa. Sementara akses antar kotanya juga lancar. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun