Mohon tunggu...
Ruang Paham
Ruang Paham Mohon Tunggu... Lainnya - Universitas Islam Negeri Walisongo Semarang

hallaw~~

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Ruang Paham: Kuasai Kemampuan Berpikir Kritis dan HOTS melalui Andragogi

16 Juni 2023   12:17 Diperbarui: 16 Juni 2023   12:26 201
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Berpikir kritis (critical thinking) merupakan suatu keterampilan atau elemen yang penting dimiliki di era modern seperti sekarang ini. Dimana di era digitalisasi seperti sekarang ini kita dimudahkan untuk mencari jawaban hanya dengan sekali klik. Hal ini membuat kemampuan berpikir kritis setiap orang semakin lama semakin melemah, dimana kecanduan yang diakibatkan dengan kemudahan mengakses membuat seseorang cenderung tidak menggunakan kemampuannya dalam mengingat dan menganalisis suatu permasalahan tertentu. PISA (Programme for International Student Assessment) menunjukkan bahwa Indonesia berada pada kuadran low performance dengan high equity. Namun Indonesia masih memiliki kesempatan untuk meningkatkan kemampuan berpikir kritis karena memiliki kapasitas dan potensi yang belum dikembangkan (Azizah, Sulianto, dan Cintang: 2018). 

Kritis menurut KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia) memiliki arti tidak lekas percaya, bersifat selalu berusaha menemukan kesalahan atau kekeliruan. Kata kritis seringkali diasosiasikan dengan menyangkal argumen yang ada dengan berpikir melawan arus. Jika dilihat dari etimologi yaitu kritikos (bahasa Yunani) memiliki arti bukan hanya sekedar menyangkal atau menunjukkan kesalahan namun juga memberi solusi. Dengan berpikir kritis seseorang akan berpegang teguh pada tujuan hidupnya yang harus diperjuangkan (Yogie Pranowo, Peneliti dan Dosen Filsafat). Kemampuan berpikir kritis merupakan suatu keterampilan yang dapat membantu seseorang untuk menyelesaikan permasalahan yang kompleks (problem solving) dan pengambilan suatu keputusan.  

Menurut Khasanah dan Ayu (2020) kemampuan berpikir kritis dapat diukur melalui indikator sebagai berikut :

1. Mampu merumuskan pokok permasalahan.

2. Mampu mengolah dan mengelola fakta yang ada dalam menyelesaikan suatu permasalahan.

3. Mampu membuat argumen dengan logis, akurat, dan relevan.


4. Mampu menyusun strategi penyelesaian masalah dengan beberapa alternatif.

5. Mampu mempertimbangkan resiko dari suatu keputusan. 

Higher Order Thinking Skill (HOTS) adalah cara berpikir dengan proses kompleks dalam menguraikan materi, membuat kesimpulan, membangun representasi, menganalisis, dan membangun hubungan dengan melibatkan aktivitas mental yang paling dasar.
Berpikir tingkat tinggi akan terjadi apabila seseorang memiliki informasi yang disimpan dalam ingatan dan memperoleh informasi baru, kemudian menghubungkan dan menyusun serta mengembangkan informasi tersebut untuk mencapai suatu tujuan, memperoleh solusi atau jawaban dari situasi yang membingungkan (Lewis & Smith, dalam Sani 2019). Berpikir HOTS ini hanya dapat dilakukan dengan menggunakan pendekatan yang berbeda dari berbagai permasalahan dan contoh yang telah ada.

Keterampilan berpikir tingkat tinggi (HOTS) mencakup berpikir kritis, berpikir kreatif, problem solving, dan membuat keputusan.  Indikator dalam mengukur kemampuan berpikir tingkat tinggi meliputi menganalisis, mengevaluasi, dan mencipta (Krathwohl, 2002). 

Berdasarkan penjelasan diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa keterampilan berpikir kritis dapat diimplementasikan dengan pembelajaran berbasis HOTS (High Order Thinking Skill). Dimana pembelajaran berbasis HOTS ini menuntut peserta didik untuk lebih berpikir tingkat tinggi saat menyelesaikan suatu permasalahan. 

Andragogi merupakan suatu upaya atau cara untuk membimbing orang dewasa dalam belajar. Tentunya semakin kita dewasa kemampuan untuk berpikir kritis dan berpikir tingkat tinggi semakin dibutuhkan dan akan sangat dibutuhkan. Apalagi ketika seorang dewasa tersebut sudah memasuki dunia kerja. Meskipun demikian untuk belajar dan meningkatkan kapasitas berpikir kritis dan tinggi tersebut tidak ada batasannya sekalipun sudah memasuki usia dewasa. Justru di usia dewasa ini penggalian potensi sejak kecil dan penerapan serta pengembangan pengetahuan tersebut penting dilakukan. Dan andragogi hadir sebagai salah satu upaya yang menjawab bagaimana meningkatkan keterampilan berpikir kritis dan berpikir tinggi melalui model pembelajaran yang ada di dalamnya.

Andragogi atau pembelajaran orang dewasa menerapkan model model pembelajaran yang mampu meningkatkan taraf berpikir kritis siswa kemudian mengaplikasikannya dan menuntut peserta untuk mencari solusi dengan berpikir tingkat tinggi. Berikut beberapa model pembelajaran yang diterapkan dalam andragogi meliputi : 

1. Model Pembelajaran PBL (Problem Based Learning)

Pembelajaran ini adalah model pembelajaran yang berbasis pada masalah, melibatkan peserta dalam suatu proyek(kegiatan) untuk menghasilkan suatu produk. Pembelajaran ini menekankan pada manfaat jangka panjang, peserta terlibat secara langsung dengan berbagai isu dan persoalan kehidupan sehari-hari, belajar bagaimana memahami dan menyelesaikan persoalan nyata, bersifat interdisipliner, dan melibatkan siswa sebagai pelaku utama dalam merancang, melaksanakan dan melaporkan hasil kegiatan (student centered). 

Model pembelajaran ini memiliki kelebihan mampu mendorong keterampilan pemecahan masalah dan mengembangkan keterampilan berpikir tingkat kritis atau tinggi.

2. Group Investigation

Model pembelajaran Group Investigation/Investigasi Kelompok (GI)
mengutamakan keikutsertaan dari pesertanya dalam menemukan sendiri materi (data data) pelajaran yang dipelajari melalui berbagai sumber yang tersedia, misalnya
melalui buku pelajaran maupun media lain seperti internet. Peserta dilibatkan sejak
perencanaan baik dalam menentukan topik maupun cara untuk mempelajari melalui
investigasi. Pembelajaran yang dilakukan dengan model pembelajaran Group
Investigation
(GI) berkaitan dengan proses pemecahan masalah. 

Sebagaimana hasil penelitian Arafah dalam Afcariono (2008) bahwa pembelajaran berbasis masalah dapat mengembangkan kemampuan berpikir tingkat tinggi, salah satunya adalah kemampuan berpikir analisis. Melalui kemampuan bertanya dan menjawab karena siswa lebih tertarik dan memahami permasalahan yang ditemukan. Permasalahan yang dimunculkan siswa berasal dari kenyataan di lingkungan sekitar sehingga pertanyaan dan jawaban yang muncul berasal dari pengetahuan dan kenyataan di lingkungan sekitar pula.

3. Model Latihan Penyelidikan (Inquiry Training Model)

Inquiry learning adalah metode belajar yang memiliki prinsip mengajak peserta didik untuk aktif bertanya dan bereksperimen secara mandiri selama proses belajar. Dalam model ini peserta diminta mencari materi pembelajaran secara mandiri. Peserta didik mencari tahu materi dengan mengajukan pertanyaan dan melakukan riset atau penelitian secara mandiri.

Model pembelajaran inquiry learning adalah kegiatan belajar yang menekankan pada pengembangan keterampilan penyelidikan dan kebiasaan berpikir yang memungkinkan peserta didik untuk melanjutkan pencarian pengetahuan.

Di dalam penerapan model ini peserta dituntut untuk berpikir kritis, logis, melakukan identifikasi masalah dan menemukan sendiri jawabannya dengan melibatkan secara maksimal seluruh kemampuannya. Dimana hal ini dapat meningkatkan atau mengembangkan kemampuan yang mereka miliki sebelumnya.

4. Model Advance Organizer 

Model ini digunakan untuk menyiapkan perspektif baru. Dimana penerapan model ini dimulai dengan memberikan pengenalan materi terlebih dahulu sebelum memberikan tugas pembelajaran yang tingkat abstraksinya lebih tinggi. Hal ini untuk menjelaskan, mengintegrasikan dan menghubungkan materi dalam tugas pembelajaran dengan materi yang telah dipelajari. 

Beberapa fase dalam penerapan Advanced Organizer yaitu : 

1. Menjelaskan tujuan pembelajaran.

2. Menyajikan model pembelajaran yang mencakup identifikasi batasan atribut, pemberian contoh, dan menyediakan berbagai konteks.

3. Penyajian materi tugas pelajaran.

4. Menyusun urutan materi pelajaran.

5. Memberikan perhatian pada pelajar.

6. Menyiapkan bahan belajar yang bersifat eksplisit.

7. Memperkuat organisasi kognitif, menggunakan prinsip-prinsip rekonsiliasi secara terintegrasi.

8. Mengintensifkan pembelajaran penerimaan aktif.

9. Berpikir kritis terhadap pengetahuan yang dipelajari.

Didukung dengan penelitian yang dilakukan oleh Hayatun Sabariah, Diani Syahfitri, Firza Al Qadri, Dhea Rizki Insani pada tahun 2020 didapatkan hasil bahwa pembelajaran metode andragogi dimana model yang diterapkan dalam proses pembelajaran dapat meningkatkan kemampuan berpikir tingkat tinggi (HOTS) pada siswa, dan terdapat peningkatan hasil belajar siswa.

Semoga bermanfaat~

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun