Pertemuan ASEAN yang diselenggarakan di Jakarta pada tanggal 24 April lalu memang penuh drama.
Kehadiran tokoh utama kudeta militer Myanmar jelas ingin memperlihatkan pada ASEAN dan dunia bahwa urusan kudeta merupakan urusan dalam negeri Myanmar dan tidak boleh dicampuri.  Kehadiran pimpinan kudeta sekaligus  ingin menunjukkan bahwa ASEAN menerima kepemimpinannya.
Drama lainnya adalah lima poin konsensus terkait penyelesaian konflik di Myanmar.
Seperti yang telah diduga sebelumnya bahwa solidaritas ASEAN akan mengalahkan segala galanya.  Negara negara ASEAN secara tradisi tidak mau  mencampuri urusan negeri masing masing sehingga tidak mungkin keluar pernyataan keras apalagi ungkapan tidak mengakui pimpinan kudeta militer ini sebagai pimpinan Myanmar.
Di atas kertas 5 konsensus yang meliputi: mengakhiri kekerasan, mengadakan pembicaraan konstruktif dengan semua pihak, mengirim bantuan ke Myanmar, mengirimkan utusan khusus untuk memfasilitasi dialog dan kengirimkan utusan khusus ke Myanmar; tampak sangat indah namun sangat sulit diimplementasikan.
Pihak militer juga menyatakan Myanmar hanya mau bekerjasama pada level tertentu saja yang terkait dengan keamanan dan stabilitas dan tidak akan mengijinkan ASEAN mencampuri urusan dalam negeri Myanmar.
Permainan politik pimpinan kudeta militer Myanmar ini sudah dapat diduga sebelumnya. Â Kehadiran Min Aung Hlaing pimpinan kudeta militer lebih ditujukan kepada pengukuhan eksistensi dirinya sebagai pimpinan Myanmar di kawasan ASEAN bukan pada upaya peneyelesaian masalah dalam negeri yang sedang dihadapinya.
Sampai saat ini sddah tercatat 774 korban jiwa dan sebanyak 3.700 orang yang dianggap penentang kudeta militer ditahan oleh pihak militer.
Bahkan kini pihak militer Myanmar  mengkategorikan siapa saja yang menentang kudeta militer sebagai teoris.