Mungkin karena tekanan dari atasannya, peserta tersebut dapat saja terpaksa harus mendaftar dan setor muka di acara webinar namun tidak berminat mengikutinya.Â
Hal lain yang juga tampak semu adalah berlomba lombanya institusi atau unit kerja tertentu mengadakan dan melaksanakan webinar ini untuk menaikkan pamornya atau mengorbitkan orang tertentu. Bahkan tidak jarang dalam seminggu orang tertentu muncul di webinar dengan topik yang sangat beragam yang jauh dari penguasaan bidang ilmunya muncul sampai 5 kali. Luar biasa sekali bukan?
Dalam situasi yang normal mejadi pembicara dalam sebuah webinar itu memerlukan waktu dan persiapan yang sangat luar biasa. Bahan harus dipersiapkan dengan apik serta penguasaan materi harus dipastikan agar saat diskusi orang tersebut benar benar menjadi pengaya ilmu bukan hanya sekadar tampil dengan nama besarnya saja.
Artinya jika seseorang dapat tampil dalam 5 webinar dalam seminggu hanya ada dua kemungkinan, yaitu pertama orang tersebut jenius dan super atau yang kedua ada tim kecil yang menyiapkan segala galanya.
Webinar memang memberikan manfaat tersendiri di era pandemi ini karena menjadi salah satu cara untuk tetap melaksanakan aktivitasnya. Namun dengan semakin berjalannya waktu pamor webinar ini sudah dipastikan akan semakin meredup. Demam webinar ini tampaknya hanya berlaku sesaat saja dan tidak langgeng menjadi tren baru dalam kehidupan new normal pasca pandemi Corona.Â
Pada akhirnya dengan berjalannya waktu hanya webinar yang benar benar berkualitas saja yang akan tetap bertahan di era new normal karena kebutuhan bukan hanya sekadar tren.