Menurut saya, kehadiran Otoritas Jasa Keuangan (OJK) selama 14 tahun terakhir merupakan salah satu tonggak penting dalam menjaga ketahanan ekonomi Indonesia. Sejak berdiri pada tahun 2011, OJK diberi mandat untuk mengatur, mengawasi, sekaligus melindungi masyarakat dalam sektor jasa keuangan. Mandat ini tidak hanya sebatas administratif, tetapi juga menyangkut keberlangsungan stabilitas sistem keuangan yang menjadi tulang punggung pertumbuhan ekonomi nasional.
Dalam kurun waktu lebih dari satu dekade, OJK berperan penting dalam menghadapi berbagai dinamika, mulai dari krisis global, gejolak pasar, hingga perkembangan teknologi digital yang mengubah wajah industri keuangan. Stabilitas sektor jasa keuangan bukanlah sesuatu yang datang dengan sendirinya, melainkan hasil dari kebijakan, program, dan pengawasan yang konsisten. OJK memastikan agar perbankan, pasar modal, maupun lembaga keuangan non-bank tetap sehat dan berdaya tahan menghadapi tantangan.
Salah satu pencapaian nyata adalah penguatan sistem pengawasan berbasis risiko. Dengan pendekatan ini, OJK dapat lebih cepat mendeteksi potensi masalah di lembaga keuangan sebelum berkembang menjadi krisis yang lebih besar. Hal ini terbukti ketika Indonesia menghadapi pandemi COVID-19. Kebijakan restrukturisasi kredit yang dikeluarkan OJK terbukti mampu memberi ruang napas bagi debitur sekaligus menjaga stabilitas sektor perbankan agar tidak goyah.
Selain stabilitas, perlindungan konsumen juga menjadi perhatian utama OJK. Menurut saya, hal ini penting karena masyarakat adalah pengguna langsung dari layanan keuangan. Melalui regulasi dan edukasi, OJK berupaya mencegah praktik-praktik yang merugikan konsumen, seperti investasi ilegal, pinjaman online tanpa izin, atau produk keuangan yang tidak transparan. Program edukasi keuangan, literasi digital, hingga pembentukan Satgas Waspada Investasi adalah bentuk nyata komitmen OJK untuk menjaga kepercayaan masyarakat.
Kini, dengan pesatnya perkembangan teknologi finansial (fintech), OJK menghadapi tantangan baru. Di satu sisi, fintech membuka akses layanan keuangan yang lebih luas; di sisi lain, risiko penyalahgunaan dan kerentanan konsumen juga meningkat. Oleh karena itu, penguatan regulasi dan inovasi kebijakan menjadi keharusan agar sektor jasa keuangan tetap stabil, inklusif, sekaligus aman bagi masyarakat.
Menurut saya, 14 tahun kiprah OJK adalah bukti nyata bahwa lembaga ini memegang peranan vital sebagai penjaga stabilitas sekaligus pelindung konsumen. Ke depan, tantangan tentu semakin kompleks, namun selama OJK konsisten menjalankan fungsi pengaturan, pengawasan, dan perlindungan, sektor jasa keuangan Indonesia akan tetap kokoh dan mampu mendukung pembangunan ekonomi yang berkelanjutan.
Beberapa Langkah OJK Selama 14 Tahun dalam Menjaga Stabilitas dan Melindungi Konsumen:
Pertama, penguatan regulasi dan pengawasan sektor keuangan.
Sejak berdiri pada 2011, OJK mengembangkan sistem pengawasan berbasis risiko (risk-based supervision) yang memungkinkan deteksi dini terhadap potensi masalah di lembaga keuangan. Hal ini penting agar bank, pasar modal, maupun lembaga keuangan non-bank tetap sehat dan berdaya tahan, khususnya dalam menghadapi gejolak ekonomi global maupun krisis domestik.
Kedua, kebijakan restrukturisasi kredit dan mitigasi risiko saat krisis.
Pada masa pandemi COVID-19, OJK mengeluarkan kebijakan restrukturisasi kredit yang memberi keringanan bagi debitur terdampak. Langkah ini tidak hanya melindungi masyarakat, tetapi juga menjaga agar perbankan tidak terguncang oleh lonjakan kredit bermasalah.