Mohon tunggu...
Roy Rahcmad Juniansyah
Roy Rahcmad Juniansyah Mohon Tunggu... Mahasiswa Fakultas Hukum, Universitas Bengkulu

Yakinkan barisan dengan harapan, usahakan nyata dengan tindakan, pastikan sampai pada tujuan. Serta tak lupa perkuat iman, ilmu, dan amal.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Sisi Lain Karl Marx: Sang Bapak Komunisme

25 Maret 2025   10:26 Diperbarui: 25 Maret 2025   10:26 43
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Karl Marx, nama yang menggetarkan sejarah dunia sebagai bapak Komunisme, sering diingat melalui karya monumentalnya seperti Das Kapital dan Manifesto Komunis.  Namun, dibalik sosok revolusioner berdarah dingin dan kritis ini, tersembunyi kisah manusia biasa, seorang suami yang romantis, ayah yang penyayang, dan aktivis yang gigih meski diterpa kemiskinan dan pengasingan. Inilah sisi personal Marx yang jarang tersentuh, narasi tentang cinta, kehilangan, dan ketangguhan yang membentuk jalan pemikirannya. 

Cinta di Tengah Badai Revolusi

Jenny von Westphalen, perempuan bangsawan Prusia yang cerdas dan berpendidikan, adalah "wanita tercantik di Trier" dan gadis yang diidam-idamkan banyak  pria. Namun, ia memilih Marx, pemuda Yahudi yang miskin dan radikal. Pernikahan mereka yang terjadi pada tahun 1843, bukan hanya pemberontakan terhadap norma kelas, tetapi juga suatu pertaruhan hidup. Keluarga Jenny marah,ayahnya, Baron Ludwig von Westphalen, meski menghormati Marx, meragukan masa depan mereka.

Bagi Marx, Jenny bukan sekedar sebagai istri, ia juga menjadi mitra intelektual yang membantunya berdiskusi tentang sastra, filsafat, dan politik. Surat-surat Marx kepada Jenny dipenuhi diskusi tentang Hegel, Feurbach, dan puisi Goethe. Dalam pengasingan di Paris (1843-1845), Jenny membantu Marx menulis The Holy Family bahkan menyumbang kritik tajam terhadap Bruno Bauer. Di tengah tekanan finansial pun Jenny tetap setia. Suatu kali, Marx menulis kepada Engels "Tanpamu, aku mungkin telah gila. Tapi tanpa Jenny, aku tak akan pernah memulai perjuangan ini". Marx juga mengakui bahwa tanpa Jenny, tulisan-tulisannya  hanyalahn reruntuhan tanpa jiwa. 

Seorang Ayah yang Rapuh

Marx dan Jenny dikaruniai tujuh anak, tetapi hanya tiga yang bertahan hidup hingga dewasa. Kematian anak-anak tercinta menjadi luka terdalamnya. Dalam suratnya, Marx menggambarkan duka itu sebagai "lubang hitam yang menelan seluruh cahaya hidupku". Meskipun sibuk menulis, ia selalu menyisakan waktu untuk anak-anaknya. Putri bungsunya, Eleanor, mengenang bagaimana Marx membacakan cerita Shakespare atau Don Quixote sebelum tidur, sembari mengajarkan nilai-nilai perlawanan terhadap ketidakadilan. 

Eleanor sendiri kelak menjadi aktivis feminis dan sosialis, warisan langsung dari didikan ayahnya. Namun, Marx bukanlah figur yang sempurna. Keterlibatannya dalam politik acap kali membuatnya absen secara emosional. Jenny sempat mengeluh dalam surat kepada temannya: "Karl terkadang lebih mencintai manusianya daripada manusia nyata di sekitarnya. 

Pengabdian dan Pengorbanan

Hidup seorang Marx adalah gambaran nyata dari pertarungan kelas yang ia teorikan. Keluarganya tinggal di kawasan kumuh Soho, London, bertahan hidup dengan kentang dan roti basi.  Marx sendiri sering sakit akibat kerja keras dan malnutrisi. Namun, ia tak pernah berputus asa. 

Bersama Friederich Engels, sahabat sekaligus penyokong finansialnya, Marx menghabiskan waktu di British Museum untuk meneliti sistem kapitalisme, sembari menulis artikel yang membakar semangat para buruh di seluruh Eropa. Perjuangannya tidak hanya melawan rezim, tetapi juga kritik dan konflik dari internal. Perselisihan dengan sesama revolusionis seperti Mikhail Bakunin cukup menguras tenaga dan pikirannya. Namun, tekadnya tetap membara. Dalam sebuah pidato di hadapan Asosiasi Buruh Internasional pada 1864, ia berujar: "Sejarah tidak akan berubah oleh kata-kata, tapi oleh tangan-tangan yang bekerja". 

Tahun-tahun Terakhir & Kematian Marx

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun