Mohon tunggu...
Royan El-Rizky
Royan El-Rizky Mohon Tunggu... -

Yang sederhana itu lebih asyik

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Goodbye Pak Rey

16 Agustus 2013   13:34 Diperbarui: 24 Juni 2015   09:14 185
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

“Gubraaak…” Dia menghempaskan tangannya ke meja. Kelas berubah sunyi seperti kuburan. Jam dinding seakan berhenti berdetak, hening sejenak. Sepertinya dia akan segera meledak, terlihat dari mukanya yang merah menahan amarah. Anehnya, aku merasa senang ketika melihat kesabarannya kalah menghadapi keributan yang dikampanyekan beberapa siswa di kelas.

“Kalian yang di belakang,” tatap matanya tajam, sambil menunjuk seakan telunjuknya itu adalah sebuah pistol yang siap ditembakkan. “Apa sebenarnya mau kalian? Saya sudah habis sabar menghadapi keributan yang kalian buat. Dan saya sudah bosan dengan sikap kalian yang tidak berguna itu.”

“Hey, tunggu dulu, apa tidak sebaliknya?” gumamku dalam hati. “Kamilah yang merasa bosan dengan sikap Anda yang tak berguna itu, marah-marah sekehendak hati, kamilah yang disalahkan bila keliru sedikit saja, memangnya kamu yang paling hebat, omong kosong.”

“Dengar tidak, apa kalian tidak punya telinga, ayo jawab.” Dia semakin mendidih karena tidak ada yang menyahut. Sebagian siswa terlihat tegang, ada yang menunduk, ada yang pura-pura menulis. Sebagian yang lain biasa saja, bahkan ada yang senang karena berhasil memprovokasi kemarahan gurunya. Aku senyum-senyum sendiri merasakan kemenanganku.

“Wuuus…plaak,” batu kapur melayang dan menghantam dinding belakang kelas, hampir saja mengenai kepalaku. Lemparan yang payah dari seorang guru Matematika.

“Ahmad Divo Alfarez, kamu menantang saya ya?” Dia memanggil namaku dengan lantang dan kerasnya, sambil memperlihatkan kemampuan menatap tajam yang bisa membuat siswa tewas. “Jangan mentang-mentang kamu pintar, bisa seenak hatimu membuat keributan. Kamu tidak punya sopan santun ya.”

Tiba-tiba hatiku merasa panas. Api kemenangan yang baru saja kurasakan seketika padam dan berganti menjadi api peperangan. Kemudian akupun berdiri dari duduk santaiku, siap memberikan perlawanan.

“Siapa yang tidak punya sopan santun?” seruku berusaha membela diri. “Apakah siswa yang dimarahi, ataukah Bapak yang memarahi dan melempar batu kapur saat siswa tidak ingin dimarahi?” sambungku dengan berapi-api.

“Beraninya kamu….” katanya agak terkejut, kemudian berdiri dari bangkunya.
“Ya, saya bosan mendengar omelan Bapak,” jawabku.
“Hey, apa yang membuat saya mengomel dan marah, itu karena sikap kamu yang tidak bisa menghargai pelajaran, tidak serius, main-main, ribut saat belajar.”
“Tapi, setidaknya Bapak memahami dan berpikir….”
“Berpikir apa...? Kamu pikir saya tidak punya otak untuk berpikir, hah, maksudmu begitu, Divo?” selanya dengan tergesa-gesa.

Aku berhenti sejenak, berpikir. Kelas hening, teman-teman menatapku, ada yang terlihat menyesali sikapku, ada juga yang diam-diam menyemangatiku, seolah akulah kaptennya. Bukan kapten tim futsal sekolah yang biasa aku mainkan, tapi kapten tim pemberontak yang melawan pengajaran yang menjemukan di kelas Matematika Pak Rey.

“Seharusnya Bapak juga memikirkan kesenangan kami. Tidak membebani kami dengan mencatat dan mengerjakan latihan setiap pertemuan. Tidak selalu memberi tugas PR yang banyak setiap minggu, yang belum tentu juga dibahas di kelas. Tidak marah-marah ketika kami lambat menangkap materi yang disampaikan. Seharusnya Bapak bisa menyisakan sedikit kesenangan dalam belajar kami, bukan kebosanan apalagi ketegangan.” Aku mengemukakan semuanya, aku merasa puas.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun